1. PENDAHULUAN
Kehadiran layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang cukup panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu, bersamaan dengan munculnya kebutuhan akan penjurusan di.SMA pada saat itu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian nama, dalam kurikulum 1975 sampai kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan , kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. sampai dengan sekarang. Akhir-akhir ini ada sebagaian para ahli meluncurkan sebutan Profesi Konselor, meski secara formal istilah ini belum digunakan. Bersamaan dengan perubahan nama tersebut, didalamnya terkandung berbagai usaha perubahan untuk memantapkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi. Kendati demikian harus diakui bahwa untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi yang dapat memberikan manfaat banyak, hingga saat ini tampaknya masih perlu kerja keras dari semua pihak yang terlibat dengan profesi konselor.
Dalam tataran teoritis, teori-teori bimbingan dan konseling hingga saat ini boleh dikatakan sudah berkembang cukup mantap, dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya dan bahkan relatif mendahului teori-teori yang dikembangkan dalam pembelajaran untuk mata pelajaran – mata pelajaran di sekolah. Perkembangan teori bimbingan dan konseling terutama dihasilkan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi bimbingan dan konseling, baik yang bersumber dari penelitian maupun hasil pemikiran kritis para ahli. Di sisi lain, teori-teori bimbingan dan konseling yang dihasilkan melalui penelitian oleh para praktisi di sekolah-sekolah tampaknya belum berkembang sepenuhnya sehingga kurang memberikan kontribusi bagi perkembangan profesi bimbingan dan konseling.
Kendala terbesar yang dihadapi untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai profesi yang handal dan bisa sejajar dengan profesi-profesi lain yang sudah mapan justru terjadi dalam tataran praktis. Manfaat bimbingan dan konseling sepertinya masih belum dirasakan oleh masyarakat, karena penyelenggaraannya dan pengelolaannya tidak jelas. Kesan lama, Guru Pembimbing sebagai “polisi sekolah“ atau “Polisi Susila”pun hingga kini masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya di kalangan siswa dan guru bahkan dikalangan kepala sekolah.
Sebagaimana dimaklumi bahwa dalam pendekatan sentralistik-birokratik, Guru Pembimbing dalam melaksanakan tugasnya sudah ditentukan dan dipolakan sedemikian rupa oleh pusat, melalui berbagai bentuk aturan, ketentuan, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis dan sebagainya. Akibatnya, ruang gerak Guru Pembimbing menjadi terbatasi, sehingga pada akhirnya menjadi kurang terbiasa dengan budaya kreatif dan inovatif. Aturan dan ketentuan yang kaku dan ketat telah menggiring dan memposisikan Guru Pembimbing pada iklim kerja yang tidak lagi didasari oleh sikap profesinal, namun justru lebih banyak sekedar menjalankan kewajiban rutin semata. Maka, muncullah berbagai sikap yang kurang menguntungkan, seperti : kerja yang sifatnya rutinitas, masa bodoh dan tidak peduli terhadap prestasi kerja.
Dengan hadirnya otonomi pendidikan sampai ketingkat satuan pendidikan dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang mengedepankan pendekatan desentralistik-profesional, maka ruang gerak Guru Pembimbing menjadi lebih leluasa. Proses kreatif dan inovatif justru menjadi lebih utama. Guru Pembimbing didorong untuk memiliki keberanian dan membiasakan diri untuk menemukan cara-cara baru yang lebih efektif dan efisien dalam melaksanakan berbagai kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, memasuki alam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Guru Pembimbing dituntut bekerja secara profesional.
Dari sini, timbul pertanyaan hal-hal apa yang perlu disiapkan untuk menuju ke arah profesionalisme itu ? Dalam hal ini, tentu saja Guru Pembimbing seyogyanya dapat berusaha mengembangkan secara terus menerus kapasitas pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya, yang justru merupakan prasyarat untuk menjadi seorang profesional.
Guru Pembimbing seyogyanya tidak merasa cepat berpuas diri dengan kapasitas pengetahuan dan keterampilan yang saat ini dimilikinya, akan tetapi justru harus senantiasa berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya seƱalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi dan komunikasi sehingga tidak menjadi terpuruk secara profesional.
Upaya peningkatan kapasitas pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, bisa saja dilakukan melalui berbagai bacaan atau buku yang berhubungan dengan dunia bimbingan dan konseling, atau bahkan bila perlu dilakukan dengan cara melalui penjelajahan situs-situs dalam internet, yang memang banyak menyediakan berbagai informasi terkini, termasuk yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling. Sedangkan secara langsung, dapat dilakukan dengan cara melibatkan diri dalam berbagai aktivitas forum keilmuan, seperti : seminar, penataran dan pelatihan, atau mengikuti kegiatan MGP , aktif dalam organisasi profesi ABKINdan melalui jenjang pendidikan formal.
Secara realita saat ini latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh Guru Pembimbing masih beragam, baik dilihat dari program studi/jurusan maupun jenjangnya. Bagi Guru Pembimbing yang berlatar belakang pendidikan program studi bimbingan, barangkali tidak ada salahnya untuk berusaha menempuh pendidikan lanjutan pada jenjang yang lebih tinggi. Sementara, bagi kawan-kawan Guru Pembimbing yang kebetulan bukan berlatar belakang pendidikan bimbingan, dalam rangka memantapkan diri sebagai Guru Pembimbing, tidak ada salahnya pula untuk mencoba terjun menekuni dunia akademis dalam bimbingan dan konseling; sehingga pada gilirannya, dalam melaksanakan berbagai tugas bimbingan dan konseling benar-benar telah ditopang oleh fondasi keilmuan yang mantap dan memadai.
Sedangkan untuk meningkatkan keterampilan berbagai teknik bimbingan, salah satu cara yang dipandang cukup efektif adalah dengan berusaha secara terus menerus dan seringkali mempraktekkan berbagai teknik yang ada. Misalkan, untuk menguasai teknik-teknik bimbingan dan teknik-teknik konseling, tentunya Guru Pembimbing harus mempraktekkan sendiri secara langsung yang diikuti dengan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan, kemudian membandingkannya dengan keharusan-keharusan berdasarkan teori yang ada, sehingga akan bisa diketahui kelemahan dan keunggulannya. Memasuki tahap praktek konseling berikutnya tentunya sudah disertai usaha perbaikan, dengan bercermin dari kekurangan- kekurangan pada praktek konseling sebelumnya.
Hal ini secara terus menerus dilakukan dari satu praktek konseling ke praktek konseling berikutnya, dan sebaiknya disertai pula dengan pencatatan terhadap apa yang telah dilakukan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan refleksi sekaligus sebagai bukti fisik dari usaha kajian ilmiah yang disebut penelitian tindakan bimbingan. Walaupun demikian perlu dicatat, bahwa keleluasaan dalam menjalankan tugas ini tidak diartikan segala sesuatunya menjadi serba boleh, hal-hal yang menyangkut prinsip dan etika profesi bimbingan tetap harus dijaga dan dipelihara, sejalan dengan tuntutan profesionalisme sehingga tidak justyru menambah permasalahan baru di kalangan profesi guru pembimbing.
Kehadiran layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang cukup panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu, bersamaan dengan munculnya kebutuhan akan penjurusan di.SMA pada saat itu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian nama, dalam kurikulum 1975 sampai kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan , kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. sampai dengan sekarang. Akhir-akhir ini ada sebagaian para ahli meluncurkan sebutan Profesi Konselor, meski secara formal istilah ini belum digunakan. Bersamaan dengan perubahan nama tersebut, didalamnya terkandung berbagai usaha perubahan untuk memantapkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi. Kendati demikian harus diakui bahwa untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi yang dapat memberikan manfaat banyak, hingga saat ini tampaknya masih perlu kerja keras dari semua pihak yang terlibat dengan profesi konselor.
Dalam tataran teoritis, teori-teori bimbingan dan konseling hingga saat ini boleh dikatakan sudah berkembang cukup mantap, dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya dan bahkan relatif mendahului teori-teori yang dikembangkan dalam pembelajaran untuk mata pelajaran – mata pelajaran di sekolah. Perkembangan teori bimbingan dan konseling terutama dihasilkan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi bimbingan dan konseling, baik yang bersumber dari penelitian maupun hasil pemikiran kritis para ahli. Di sisi lain, teori-teori bimbingan dan konseling yang dihasilkan melalui penelitian oleh para praktisi di sekolah-sekolah tampaknya belum berkembang sepenuhnya sehingga kurang memberikan kontribusi bagi perkembangan profesi bimbingan dan konseling.
Kendala terbesar yang dihadapi untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai profesi yang handal dan bisa sejajar dengan profesi-profesi lain yang sudah mapan justru terjadi dalam tataran praktis. Manfaat bimbingan dan konseling sepertinya masih belum dirasakan oleh masyarakat, karena penyelenggaraannya dan pengelolaannya tidak jelas. Kesan lama, Guru Pembimbing sebagai “polisi sekolah“ atau “Polisi Susila”pun hingga kini masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya di kalangan siswa dan guru bahkan dikalangan kepala sekolah.
Sebagaimana dimaklumi bahwa dalam pendekatan sentralistik-birokratik, Guru Pembimbing dalam melaksanakan tugasnya sudah ditentukan dan dipolakan sedemikian rupa oleh pusat, melalui berbagai bentuk aturan, ketentuan, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis dan sebagainya. Akibatnya, ruang gerak Guru Pembimbing menjadi terbatasi, sehingga pada akhirnya menjadi kurang terbiasa dengan budaya kreatif dan inovatif. Aturan dan ketentuan yang kaku dan ketat telah menggiring dan memposisikan Guru Pembimbing pada iklim kerja yang tidak lagi didasari oleh sikap profesinal, namun justru lebih banyak sekedar menjalankan kewajiban rutin semata. Maka, muncullah berbagai sikap yang kurang menguntungkan, seperti : kerja yang sifatnya rutinitas, masa bodoh dan tidak peduli terhadap prestasi kerja.
Dengan hadirnya otonomi pendidikan sampai ketingkat satuan pendidikan dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang mengedepankan pendekatan desentralistik-profesional, maka ruang gerak Guru Pembimbing menjadi lebih leluasa. Proses kreatif dan inovatif justru menjadi lebih utama. Guru Pembimbing didorong untuk memiliki keberanian dan membiasakan diri untuk menemukan cara-cara baru yang lebih efektif dan efisien dalam melaksanakan berbagai kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, memasuki alam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Guru Pembimbing dituntut bekerja secara profesional.
Dari sini, timbul pertanyaan hal-hal apa yang perlu disiapkan untuk menuju ke arah profesionalisme itu ? Dalam hal ini, tentu saja Guru Pembimbing seyogyanya dapat berusaha mengembangkan secara terus menerus kapasitas pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya, yang justru merupakan prasyarat untuk menjadi seorang profesional.
Guru Pembimbing seyogyanya tidak merasa cepat berpuas diri dengan kapasitas pengetahuan dan keterampilan yang saat ini dimilikinya, akan tetapi justru harus senantiasa berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya seƱalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi dan komunikasi sehingga tidak menjadi terpuruk secara profesional.
Upaya peningkatan kapasitas pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, bisa saja dilakukan melalui berbagai bacaan atau buku yang berhubungan dengan dunia bimbingan dan konseling, atau bahkan bila perlu dilakukan dengan cara melalui penjelajahan situs-situs dalam internet, yang memang banyak menyediakan berbagai informasi terkini, termasuk yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling. Sedangkan secara langsung, dapat dilakukan dengan cara melibatkan diri dalam berbagai aktivitas forum keilmuan, seperti : seminar, penataran dan pelatihan, atau mengikuti kegiatan MGP , aktif dalam organisasi profesi ABKINdan melalui jenjang pendidikan formal.
Secara realita saat ini latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh Guru Pembimbing masih beragam, baik dilihat dari program studi/jurusan maupun jenjangnya. Bagi Guru Pembimbing yang berlatar belakang pendidikan program studi bimbingan, barangkali tidak ada salahnya untuk berusaha menempuh pendidikan lanjutan pada jenjang yang lebih tinggi. Sementara, bagi kawan-kawan Guru Pembimbing yang kebetulan bukan berlatar belakang pendidikan bimbingan, dalam rangka memantapkan diri sebagai Guru Pembimbing, tidak ada salahnya pula untuk mencoba terjun menekuni dunia akademis dalam bimbingan dan konseling; sehingga pada gilirannya, dalam melaksanakan berbagai tugas bimbingan dan konseling benar-benar telah ditopang oleh fondasi keilmuan yang mantap dan memadai.
Sedangkan untuk meningkatkan keterampilan berbagai teknik bimbingan, salah satu cara yang dipandang cukup efektif adalah dengan berusaha secara terus menerus dan seringkali mempraktekkan berbagai teknik yang ada. Misalkan, untuk menguasai teknik-teknik bimbingan dan teknik-teknik konseling, tentunya Guru Pembimbing harus mempraktekkan sendiri secara langsung yang diikuti dengan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan, kemudian membandingkannya dengan keharusan-keharusan berdasarkan teori yang ada, sehingga akan bisa diketahui kelemahan dan keunggulannya. Memasuki tahap praktek konseling berikutnya tentunya sudah disertai usaha perbaikan, dengan bercermin dari kekurangan- kekurangan pada praktek konseling sebelumnya.
Hal ini secara terus menerus dilakukan dari satu praktek konseling ke praktek konseling berikutnya, dan sebaiknya disertai pula dengan pencatatan terhadap apa yang telah dilakukan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan refleksi sekaligus sebagai bukti fisik dari usaha kajian ilmiah yang disebut penelitian tindakan bimbingan. Walaupun demikian perlu dicatat, bahwa keleluasaan dalam menjalankan tugas ini tidak diartikan segala sesuatunya menjadi serba boleh, hal-hal yang menyangkut prinsip dan etika profesi bimbingan tetap harus dijaga dan dipelihara, sejalan dengan tuntutan profesionalisme sehingga tidak justyru menambah permasalahan baru di kalangan profesi guru pembimbing.
2. PEMBAHASAN
Subjek sasaran bimbingan dan
konseling adalah individu sebagai pribadi dengan karakteristiknya yang unik.
Artinya tidak ada dua orang individu yang memiliki karekteristik yang sama.
Atas dasar karakteristik pribadinya, guru pembimbing memberikan bantuan agar
individu dapat berkembang optimal melalui proses pemahaman diri, penerimaan
diri, pengarahan diri dan aktualisasi diri.. Untuk itu seyogyanya Guru
Pembimbing memahami pribadi setiap individu yang dibimbing sehingga dapat
melakukan tugasnya membantu siswa ke arah perkembangan yang optimal. Untuk hal
ini, maka menurut Moh Surya( 1998: 4.1), Guru Pembimbing dituntut paling tidak
memiliki dua kemampuan dan keterampilan yaitu : (1) Kemampuan dan keterampilan
memahami individu yang dibimbing dan (2) Kemampuan dan keterampilan berupa
teknik membantu individu. Dengan demikian teknik-teknik bimbingan dan
konseling, mencakup teknik memahami individu dan teknik-teknik membantu
individu.
2.1. Pemahaman Individu.
Pemahaman individu adalah merupakan awal dari kegiatan bimbingan dan konseling. Tanpa adanya pemahaman terhadap individu, sangat sulit bagi Guru Pembimbing untuk memberikan bantuan karena pada dasarnya bimbingan adalah bantuan dalam rangka pengembangan pribadi. Adapun hal-hal yang perlu dipahami dari seorang individu dalam rangka pelaksanaan bimbingan dan konseling, adalah sebagai berikut :
1) Identitas diri, yaitu berbagai aspek yang secara langsung menjadi keunikan pribadi..
2) Kondisi jasmaniah dan kesehatan.
3) Kapasitas ( umum/Intligensi dan khusus/Bakau) dan kecakapan
4) Sikap dan minat
5) Watak dan tempramen.
6) Cita-cita sekolah dan pekerjaan.Aktivitas social
7) Hobi dan pengisian waktu Luang.
8) Kelebihan atau keluarbiasaan dan kelainan-kelainan yang dimiliki.
9) Latar belakang keluarga siswa.
Pemahaman individu adalah merupakan awal dari kegiatan bimbingan dan konseling. Tanpa adanya pemahaman terhadap individu, sangat sulit bagi Guru Pembimbing untuk memberikan bantuan karena pada dasarnya bimbingan adalah bantuan dalam rangka pengembangan pribadi. Adapun hal-hal yang perlu dipahami dari seorang individu dalam rangka pelaksanaan bimbingan dan konseling, adalah sebagai berikut :
1) Identitas diri, yaitu berbagai aspek yang secara langsung menjadi keunikan pribadi..
2) Kondisi jasmaniah dan kesehatan.
3) Kapasitas ( umum/Intligensi dan khusus/Bakau) dan kecakapan
4) Sikap dan minat
5) Watak dan tempramen.
6) Cita-cita sekolah dan pekerjaan.Aktivitas social
7) Hobi dan pengisian waktu Luang.
8) Kelebihan atau keluarbiasaan dan kelainan-kelainan yang dimiliki.
9) Latar belakang keluarga siswa.
2.1.1. Sumber Data Untuk
Pemahaman Individu
Pemahaman individu siswa dapat dilakukan melalui beberapa sumber yaitu :
1) Sumber pertama yaitu siswa itu sendiri yang dapat dilakukan melalui wawancara, observasi ataupun teknik pengukuran.
2) Sumber kedua, yaitu orang tua siswa dan keluarga terdekat siswa, guru-guru yang pernah mengajar dan bergaul lama dengan siswa, temannya, dokter pribadi dsb.
Pemahaman individu siswa dapat dilakukan melalui beberapa sumber yaitu :
1) Sumber pertama yaitu siswa itu sendiri yang dapat dilakukan melalui wawancara, observasi ataupun teknik pengukuran.
2) Sumber kedua, yaitu orang tua siswa dan keluarga terdekat siswa, guru-guru yang pernah mengajar dan bergaul lama dengan siswa, temannya, dokter pribadi dsb.
2.1.2. Teknik-Teknik Pemahaman
individu.
Adapun teknik-teknik pemahaman individu dapat dikelompokkan menjadi teknik tes dan non tes. Teknik tes bisa membuat sendiri dan bisa pula mohon bantuan dari ahli lain yang kompeten untuk itu.
Teknik tes dalam pelayanan bimbingan dan konseling dapat dikelompokkan menjadi :
1) tes intligensi,
2) tes bakat,
3) tes bakat,
4) tes/Inventory minat,
5)tes bakat dan
6) tes prestasi belajar
sedangkan teknik non tes terdiri dari :
1) observasi
2) Catatan anekdot
3) Daftar Cek( Check List).
4) Skala Penilaian( rating Scale)
5) Wawancara.
6) Angket
7) Biografi atau auto biografi
8) Sosiometri
9) Studi dokumentasi
10) Studi kasus( case study)
Adapun teknik-teknik pemahaman individu dapat dikelompokkan menjadi teknik tes dan non tes. Teknik tes bisa membuat sendiri dan bisa pula mohon bantuan dari ahli lain yang kompeten untuk itu.
Teknik tes dalam pelayanan bimbingan dan konseling dapat dikelompokkan menjadi :
1) tes intligensi,
2) tes bakat,
3) tes bakat,
4) tes/Inventory minat,
5)tes bakat dan
6) tes prestasi belajar
sedangkan teknik non tes terdiri dari :
1) observasi
2) Catatan anekdot
3) Daftar Cek( Check List).
4) Skala Penilaian( rating Scale)
5) Wawancara.
6) Angket
7) Biografi atau auto biografi
8) Sosiometri
9) Studi dokumentasi
10) Studi kasus( case study)
2.2. Teknik-Teknik Memberi
Bantuan
Teknik memberi bantuan dibedakan menjadi dua yaitu teknik-teknik bimbingan dan teknik-teknik konseling.
Teknik memberi bantuan dibedakan menjadi dua yaitu teknik-teknik bimbingan dan teknik-teknik konseling.
2.2.1. Teknik Bimbingan.
Bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu dalam rangka mencegah dan menghindari terjadi masalah dalam kehidupannya dapat menggunakan beberapa pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan individual, yaitu memberikan bimbingan secara individu sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya.
2) Kelompok, yaitu melayani sejumlah peserta didik yang memiliki kebutuhan yang sama.
3) Klasikal, yaitu melayani peserta didik secara klas tanpa adanya pemisahan.
4) Dengan cara “alih tangan”, yaitu meminta bantuan pihak lain yang dipandang lebih competen. Alih tangan dapat berlangsung secara internal dan eksternal. Secara internal apabila alih tangan dilakukan pada lingkup area satu sekolah. Sedangkan eksternal apabila dialihkan pada pihak-pihak lain di luar sekolah, seperti psikoloog, dokter.
Dalam pelaksanaan bimbingan dapat menggunakan beberapa teknik, seperti : wawancara, dialog, diskusi kelompok, bimbingan kelompok, simulasi, bermain peran, demonstrasi, ceramah, karya wisata, mendatangkan nara sumber, studi pustaka dan sebagainya.
Bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu dalam rangka mencegah dan menghindari terjadi masalah dalam kehidupannya dapat menggunakan beberapa pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan individual, yaitu memberikan bimbingan secara individu sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya.
2) Kelompok, yaitu melayani sejumlah peserta didik yang memiliki kebutuhan yang sama.
3) Klasikal, yaitu melayani peserta didik secara klas tanpa adanya pemisahan.
4) Dengan cara “alih tangan”, yaitu meminta bantuan pihak lain yang dipandang lebih competen. Alih tangan dapat berlangsung secara internal dan eksternal. Secara internal apabila alih tangan dilakukan pada lingkup area satu sekolah. Sedangkan eksternal apabila dialihkan pada pihak-pihak lain di luar sekolah, seperti psikoloog, dokter.
Dalam pelaksanaan bimbingan dapat menggunakan beberapa teknik, seperti : wawancara, dialog, diskusi kelompok, bimbingan kelompok, simulasi, bermain peran, demonstrasi, ceramah, karya wisata, mendatangkan nara sumber, studi pustaka dan sebagainya.
2.2.2. Teknik-Teknik
Konseling.
2.2.2.1. Konseling Perorangan
1). Pengertian
1). Pengertian
Konseling Perorangan adalah
merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang bermasalah guna
mengentaskan masalahnya, demi tercapainya tujuan dan kebahagian hidupnya.
Konseling perorangan dilakukan dengan wawancara interpersonal antara Guru
Pembimbing dengan siswa yang dibantu.
2) Tahap-Tahapan Dalam
Konseling Perorangan
4.1. Tahap Awal :
Pada tahap ini dilakukan
pembinaan hubungan baik dengan siswa yang dibantu. Kontak awal antara
pembimbing dengan siterbimbing akan sangat mempengaruhi wawancara konseling.
Pada tahap awal ini yang perlu dilakukan adalah :
a. Penataan ruangan/fisik/mencari tempat yang kondusif
b. Sambutan dan perhatian terhadap kehadiran klien
c. Penjelasan maksud dan tujuan konseling
d. Penjelasan peranan dan tanggung jawab masing-masing
a. Penataan ruangan/fisik/mencari tempat yang kondusif
b. Sambutan dan perhatian terhadap kehadiran klien
c. Penjelasan maksud dan tujuan konseling
d. Penjelasan peranan dan tanggung jawab masing-masing
4.2. Tahap Kegiatan :
Pada tahap ini si pembimbing
dengan beragam ketrampilan wawancara konselingnya berupaya untuk mendorong
siswa ke arah pemahaman diri dan lingkungannya dalam kaitannya denga masalah
yang sedang dihadapinya.
4.3. Tahap Akhir,
Tujuan tahap ini adalah agar
siterbantu mampu menciptakan tindakan dan merencanakan, melakukan sesuatu
tindakan sesuai dengan kesepakatan dan pemahaman selama proses wawancara
konseling berlangsung. Pada tahap ini perlu pula digali kesan siswa/klien
selama proses wawancara berlangsung.
3) Teknik-Teknik Konseling
Perorangan
Secara umum dalam wawancara
konseling dikenal tiga teknik atau pendekatan khusus, yaitu : a) Direktif
Konseling, b) Non Direktif Konseling, c) Eklektik Konseling.
a) Direktif Konseling
Teknik ini dicetuskan oleh Edmond G. Williamson. Dengan teknik ini, proses konseling kebanyakan berada ditangan konselor. Dengan kata lain konselor lebih banyak mengambil inisiatif sedangkan klien tingla menerima apa yang dikemukakan oleh konselor
Ciri-Ciri Direktif Konseling :
v Sebagian besar tanggung jawab dan pengambilan keputusan ada di tangan konselor.
v Konselor menyimpulkan berbagai data, informasi, fakta mengenai masalah klien.
v Konselor bersama klien mempelajari berbagai macam data dan informasi dalam rangka pengambilan keputusan.
v Klien menerima keputusan langsung dari konselor
v Klien melaksanakan keputusan dan menyempurbnakan keputusannya.
Williamson juga menyarankan langkah-langkah dalam konseling secara berturut-turut, yaitu : analisis, sintesis, diagnosis, prognosis, treatment, follow-up.
Teknik ini dicetuskan oleh Edmond G. Williamson. Dengan teknik ini, proses konseling kebanyakan berada ditangan konselor. Dengan kata lain konselor lebih banyak mengambil inisiatif sedangkan klien tingla menerima apa yang dikemukakan oleh konselor
Ciri-Ciri Direktif Konseling :
v Sebagian besar tanggung jawab dan pengambilan keputusan ada di tangan konselor.
v Konselor menyimpulkan berbagai data, informasi, fakta mengenai masalah klien.
v Konselor bersama klien mempelajari berbagai macam data dan informasi dalam rangka pengambilan keputusan.
v Klien menerima keputusan langsung dari konselor
v Klien melaksanakan keputusan dan menyempurbnakan keputusannya.
Williamson juga menyarankan langkah-langkah dalam konseling secara berturut-turut, yaitu : analisis, sintesis, diagnosis, prognosis, treatment, follow-up.
b) Non Direktif Konseling.
Teknik ini sering juga disebut “Client Centered counseling” yang memberikan gambaran bahwa yang menjadi pusat dalam konseling adalah klien. Dengan teknik ini aktivitas konseling sebagian besar ada ditangan klien. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Carl Rogers.
Teknik ini sering juga disebut “Client Centered counseling” yang memberikan gambaran bahwa yang menjadi pusat dalam konseling adalah klien. Dengan teknik ini aktivitas konseling sebagian besar ada ditangan klien. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Carl Rogers.
Ciri-Ciri Non Directive
Counseling :
v Menekankan pada aktivitas dan tanggung jawab klien.
v Menuntut konselor untuk mengadakan hubungan secara efektif dengan klien.
v Masalah-masalah yang dipecahkan adalah masalah-masalah actual.
v Penekanan konseling pada sikap menerima dan memahami.
v Klien memecahkan masalahnya sendiri melalui perasaannya sendiri.
v Menekankan pada aktivitas dan tanggung jawab klien.
v Menuntut konselor untuk mengadakan hubungan secara efektif dengan klien.
v Masalah-masalah yang dipecahkan adalah masalah-masalah actual.
v Penekanan konseling pada sikap menerima dan memahami.
v Klien memecahkan masalahnya sendiri melalui perasaannya sendiri.
c. Eclectic Counseling
Teknik ini dipelopori oleh F.P Robinson. Teknik ini pada prinsipnya menggunakan penggabungan antara direktif dan non direktif konseling. Konselor menggunakan kedua pendekatan secara melengkapi sesuai dengan situasi dan kondisi klien serta sifat masalah klien.. Kondisi ini menuntut bahwa seorang konselor harus fleksibel dengan keahlian yang memadai dan pengalaman yang cukup Langkah-langkah konseling ini tidak dapat dirumuskan secara jelas karena dapat saja konselor menggunakan kedua pendekatan seperti di atas secara bergantian atau secara bersama-sama sekaligus sesuai dengan sifat masalah dan kondisi klien.
Teknik ini dipelopori oleh F.P Robinson. Teknik ini pada prinsipnya menggunakan penggabungan antara direktif dan non direktif konseling. Konselor menggunakan kedua pendekatan secara melengkapi sesuai dengan situasi dan kondisi klien serta sifat masalah klien.. Kondisi ini menuntut bahwa seorang konselor harus fleksibel dengan keahlian yang memadai dan pengalaman yang cukup Langkah-langkah konseling ini tidak dapat dirumuskan secara jelas karena dapat saja konselor menggunakan kedua pendekatan seperti di atas secara bergantian atau secara bersama-sama sekaligus sesuai dengan sifat masalah dan kondisi klien.
4) Ragam Keterampilan
Konseling :
a. Memperhatikan (Atending),
dapat diartikan sebagai ketrampilan konselor untuk menjadikan siswa terlibat
dan terbuka dalam wawancara konseling. Ketrampilan ini mencakup : kontak mata,
bahasa badan dan bahasa verbal. Ciri-ciri memperhatikan yang baik adalah :
mengangguk bila setuju, wajah tenang, ceria, senyum, posisi tubuh condong ke
depan kearah siswa yang dibantu, akrab penuh humor dan variasi, gerakan tangan
sifatnya spontan dan tidak kaku, mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian,
sabar menunggu ucapan siswa yang dibantu hingga selesai, menunggu bereaksi pada
saat yang tepat, perhatian terarah pada siswa yang dibantu.
b. Merasakan (Empati), adalah kemampuan pembimbing untuk merasakan apa yang dirasakan siswa yang dibantu, merasa dan berpikir bersama klien dan bukan berpikir dan merasa tentang klien.
c. Memantulkan kembali (Refleksi), adalah memantilkan perasaan, pikiran dan pengalaman siswa sebagai hasil pengamatan pembimbing terhadap perilaku verbal dan non verbalnya.
d. Menggali (Eksplorasi), adalah tekhnik untuk menggali perasaan, pikiran dan pengalaman siswa yang dibantu. Hal ini dilakukan karena pada umumnya klien menyimpan rahasia bathin, menutup diri atau tidak mampu mengungkapkan perasaan, pikiran dan pengalaman kehidupannya secara terbuka.
e. Menangkap Pesan Utama, adalah sipembimbing agar mampu menangkap inti atau pokok permasalahan dari pernyataan-pernytaan siswa yang cukup panjang.
f. Bertanya, dalam hal ini pembimbing dalam proses wawancara konseling sebaiknya bertanya dengan kata-kata yang mampu membuka diri siswa seperti : apakah…? bagaimanakah…, adakah…,dapatkah…, dsbnya. Hindarkan penggunaan kata Tanya yang sifatnya menyelidiki, seperti : mengapa, untuk apa…
g. Dorongan Minimal, adalah suatu ketrampilan pengulangan langsung dengan singkat tentang apa yang dikatakan siswa dan selanjutnya untuk diberikan komentar singkat, seperti : oh…ya….,terus…,lalu…,dan…selanjutnya…
h. Mengulas (Interpretasi) adalah ketrampilan pembimbing untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan mrujuk pada teori dan pengalaman.
i. Mengarahkan (directing), adalah ketrampilan untuk memotivasi klien untuk berbuat atau melakukan sesuatu.
j. Menyimpulkan, adalah ketrampilan pembimbing pada saat yang tepat untuk bersama sama dengan klien menyimpulkan setahap demi setahap tentang pembicaraan yang telah di lakukan dan alternative jalan keluar yang akan dilakukan oleh siswa sehubungan dengan pembahasan yang sedang berlangsung.
b. Merasakan (Empati), adalah kemampuan pembimbing untuk merasakan apa yang dirasakan siswa yang dibantu, merasa dan berpikir bersama klien dan bukan berpikir dan merasa tentang klien.
c. Memantulkan kembali (Refleksi), adalah memantilkan perasaan, pikiran dan pengalaman siswa sebagai hasil pengamatan pembimbing terhadap perilaku verbal dan non verbalnya.
d. Menggali (Eksplorasi), adalah tekhnik untuk menggali perasaan, pikiran dan pengalaman siswa yang dibantu. Hal ini dilakukan karena pada umumnya klien menyimpan rahasia bathin, menutup diri atau tidak mampu mengungkapkan perasaan, pikiran dan pengalaman kehidupannya secara terbuka.
e. Menangkap Pesan Utama, adalah sipembimbing agar mampu menangkap inti atau pokok permasalahan dari pernyataan-pernytaan siswa yang cukup panjang.
f. Bertanya, dalam hal ini pembimbing dalam proses wawancara konseling sebaiknya bertanya dengan kata-kata yang mampu membuka diri siswa seperti : apakah…? bagaimanakah…, adakah…,dapatkah…, dsbnya. Hindarkan penggunaan kata Tanya yang sifatnya menyelidiki, seperti : mengapa, untuk apa…
g. Dorongan Minimal, adalah suatu ketrampilan pengulangan langsung dengan singkat tentang apa yang dikatakan siswa dan selanjutnya untuk diberikan komentar singkat, seperti : oh…ya….,terus…,lalu…,dan…selanjutnya…
h. Mengulas (Interpretasi) adalah ketrampilan pembimbing untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan mrujuk pada teori dan pengalaman.
i. Mengarahkan (directing), adalah ketrampilan untuk memotivasi klien untuk berbuat atau melakukan sesuatu.
j. Menyimpulkan, adalah ketrampilan pembimbing pada saat yang tepat untuk bersama sama dengan klien menyimpulkan setahap demi setahap tentang pembicaraan yang telah di lakukan dan alternative jalan keluar yang akan dilakukan oleh siswa sehubungan dengan pembahasan yang sedang berlangsung.
5) Langkah-Langkah Konseling :
a. Analisa : Pengumpulan data,
fakta dan informasi tentang diri klien
b. Sintesa : Merangkum dan menyusun data untuk memperoleh ganbaran diri siswa
c. Diagnosa : Perumusan kesimpulan sementara tentang hakekat atau sebab yang dihadapi
d. Prognosa : Ramalan tentang hasil yang dicapai dalam proses konseling
e. Treatment : Proses konseling
f. Tindak lanjut/Follow up:mengevaluasi hasil konseling yang telah dilakukan dan mengambil langkah selanjutnya
b. Sintesa : Merangkum dan menyusun data untuk memperoleh ganbaran diri siswa
c. Diagnosa : Perumusan kesimpulan sementara tentang hakekat atau sebab yang dihadapi
d. Prognosa : Ramalan tentang hasil yang dicapai dalam proses konseling
e. Treatment : Proses konseling
f. Tindak lanjut/Follow up:mengevaluasi hasil konseling yang telah dilakukan dan mengambil langkah selanjutnya
6) Percatatan Konseling
Proses layanan konseling hendaknya dicatat dengan baik dalam satu buku dan ditempatkan pada tempat yang cukup rahasia. Adapun hal-hal yang perlu dicatat seperti :
a. Nomor konseling
b. Nama klien/kelas
c. Masalah yang dikonsultasikan
d. Hasil proses konseling
e. Catatan-catatan penting untuk diingat/ditindaklanjuti
f. Petugas yang menangani.
Proses layanan konseling hendaknya dicatat dengan baik dalam satu buku dan ditempatkan pada tempat yang cukup rahasia. Adapun hal-hal yang perlu dicatat seperti :
a. Nomor konseling
b. Nama klien/kelas
c. Masalah yang dikonsultasikan
d. Hasil proses konseling
e. Catatan-catatan penting untuk diingat/ditindaklanjuti
f. Petugas yang menangani.
2.2.2.2. Konseling Kelompok
1) Pengertian:
Layanan Konseling kelompok
adalah layanan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan
membahas dan mengentaskan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika
kelompok. Masalah yang dibahas adalah masalah masalah pribadi yang dialami oleh
masing-masing anggota kelompok.
a. Membina keakraban dalam
kelompok
b. Melibatkan diri secara penuh dalam suasana kelompok
c. Bersama-sama mencapai tujuan kelompok
d. Membina dan mematuhi aturan kegiatan kelompok
e. ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok
f. Berkomunikasi secara bebas dan terbuka
g. Membantu anggota lain dalam kelompok
h. memberikan kesempatan kepada anggota lain dalam kelompok
i. Menyadari pentingnya kegiatan kelompok
b. Melibatkan diri secara penuh dalam suasana kelompok
c. Bersama-sama mencapai tujuan kelompok
d. Membina dan mematuhi aturan kegiatan kelompok
e. ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok
f. Berkomunikasi secara bebas dan terbuka
g. Membantu anggota lain dalam kelompok
h. memberikan kesempatan kepada anggota lain dalam kelompok
i. Menyadari pentingnya kegiatan kelompok
3) Tahap-Tahap Penyelenggaran
Konseling Kelompok
a. Tahap Pembentukan :
a). Mengungkap pengenalan dan tujuan kegiatan
b). Menjelaskan cara pelaksanaan
c). Menjelaskan Azas-azas kegiatan
d). Saling memperkenalkan dan mengungkap diri
e). Teknik Khusus
f). Permainan pengakraban
a). Mengungkap pengenalan dan tujuan kegiatan
b). Menjelaskan cara pelaksanaan
c). Menjelaskan Azas-azas kegiatan
d). Saling memperkenalkan dan mengungkap diri
e). Teknik Khusus
f). Permainan pengakraban
b. Tahap Peralihan :
a). Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada tahap berikutnya
b). Membahas suasana yang terjadi
c). Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota
a). Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada tahap berikutnya
b). Membahas suasana yang terjadi
c). Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota
c. Tahap Kegiatan :
a). Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah
b). Menetapkan masalah atau topic yang akan dibahas
c). Anggota kelompok membahas masing-masing topic secara mendalam dan tuntas
d). Kegiatan selingan
a). Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah
b). Menetapkan masalah atau topic yang akan dibahas
c). Anggota kelompok membahas masing-masing topic secara mendalam dan tuntas
d). Kegiatan selingan
d. Tahap Pengakhiran :
a). Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri
b). Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil kegiatan
c). Membahas kegiatan lanjutan
d). mengemukakan pesan dan harapan
a). Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri
b). Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil kegiatan
c). Membahas kegiatan lanjutan
d). mengemukakan pesan dan harapan
3. KESIMPULAN
3.1. Manfaat bimbingan dan
konseling sepertinya masih belum dirasakan oleh masyarakat, karena
penyelenggaraannya dan pengelolaannya tidak jelas.
3.2. Kesan lama, Guru Pembimbing sebagai “polisi sekolah“ atau “Polisi Susila” hingga kini masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya di kalangan siswa dan guru bahkan dikalangan kepala sekolah.
3.3. Guru Pembimbing dituntut paling tidak memiliki dua kemampuan dan keterampilan yaitu : (1) Kemampuan dan keterampilan memahami individu yang dibimbing dan (2) Kemampuan dan keterampilan berupa teknik membantu individu.
3.4. Teknik-teknik pemahaman individu dapat dikelompokkan menjadi teknik tes dan non tes.
3.5. Teknik memberi bantuan dibedakan menjadi dua yaitu teknik-teknik bimbingan dan teknik-teknik konseling.
3.6. Teknik bimbingan secara umum dapat dilakukan dengan pendekatan individual, kelompok, klasikal dan “alih tangan” Dalam pelaksanaan bimbingan dapat menggunakan beberapa teknik, seperti : wawancara, dialog, diskusi kelompok, bimbingan kelompok, simulasi, bermain peran, demonstrasi, ceramah, karya wisata, mendatangkan nara sumber, studi pustaka dan sebagainya.
3.7. Secara umum dalam wawancara konseling dikenal tiga teknik atau pendekatan khusus, yaitu : a) Direktif Konseling, b) Non Direktif Konseling, c) Eklektik Konseling.
3.2. Kesan lama, Guru Pembimbing sebagai “polisi sekolah“ atau “Polisi Susila” hingga kini masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya di kalangan siswa dan guru bahkan dikalangan kepala sekolah.
3.3. Guru Pembimbing dituntut paling tidak memiliki dua kemampuan dan keterampilan yaitu : (1) Kemampuan dan keterampilan memahami individu yang dibimbing dan (2) Kemampuan dan keterampilan berupa teknik membantu individu.
3.4. Teknik-teknik pemahaman individu dapat dikelompokkan menjadi teknik tes dan non tes.
3.5. Teknik memberi bantuan dibedakan menjadi dua yaitu teknik-teknik bimbingan dan teknik-teknik konseling.
3.6. Teknik bimbingan secara umum dapat dilakukan dengan pendekatan individual, kelompok, klasikal dan “alih tangan” Dalam pelaksanaan bimbingan dapat menggunakan beberapa teknik, seperti : wawancara, dialog, diskusi kelompok, bimbingan kelompok, simulasi, bermain peran, demonstrasi, ceramah, karya wisata, mendatangkan nara sumber, studi pustaka dan sebagainya.
3.7. Secara umum dalam wawancara konseling dikenal tiga teknik atau pendekatan khusus, yaitu : a) Direktif Konseling, b) Non Direktif Konseling, c) Eklektik Konseling.
Kepustakaan
Departemen Pendidikan dan
kebudayaan, Layanan Konseling Perorangan, Direktorat Pendidikan Menengah Umum,
Jakarta, 1998
Departemen Pendidikan dan
kebudayaan, Layanan Bimbingan Kelompok dan Layanan Konseling Kelompok,
Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Jakarta, 1998
Departemen Pendidikan
Nasional.2004. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah.
Sukardi.D. Ketut. 1983.
Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah, Surabaya. Usaha Nasional.
Surya,H.M. 1998. Buku Materi
Pokok Bimbingan dan Konseling. Yakarta. Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar