STANDAR
KOMPETENSI KONSELOR INDONESIA
A.
Kerangka Pikir Dasar
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai
salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong
belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003
pasal 1 ayat 6). Kesejajaran posisi ini tidaklah berarti bahwa semua tenaga
pendidik itu tanpa keunikan konteks tugas dan ekspestasi kerja. Demikian juga konselor memiliki keunikan konteks
kerja dan ekspektasi kinerja yang tidak persis sama dengan guru. Hal ini
mengandung implikasi bahwa untuk masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk
konselor, perlu disusun standar kualifikasi akedemik dan kompetensi berdasar
kepada konteks tugas dan ekspektasi kinerja masing-masing.
Dengan mempertimbangkan
berbagai kenyataan serta pemikiran yang telah dikaji, bisa ditegaskan bahwa
pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang dianggap oleh konselor berada dalam
konteks tugas ”kawasan pelayanan yang bertujuan mendirikan individu dalam menavigasi
perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk
yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir
untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi
warga masyarakat yang peduli masalah umum melalui pendidikan”.
Sedangkan ekspektasi kinerja
konselor yang mampu pelayanan bimbingan dan konseling selalu digerakan motif
alturistik dalam arti selalu menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati
keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan pengguna pelayanannya, dilakukan
dengan selalu mencermati kemungkinan dampak jangka panjang dari tindak
pelayanannya itu terhadap pengguna pelayanan, sehingga pengampu pelayanan
profesional itu juga dinamakan ”the
reflective practitioner”.
B. Sosok Utuh Kompetensi Konselor Indonesia
Sebagaimana lazimnya dalam
suatu profesi, sosok utuh kompetensi konselor terdiri atas 2 komponen yang
berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu
kompetensi akademik dan kompetensi profesional.
1. Kompetensi Akademik Konselor
Sebagaimana layanan ahli pada
bidang lain seperti akutansi, notariat dan layanan medik kompetensi akademik
konselor yang utuh diperoleh melalui program S-1 Pendidikan Profesional
Konselor Terintegrasi (Engels, D. W dan J. D. Dameron, (eds). 1990). Ini
berarti, untuk menjadi pengampu pelayanan dibidang pendidikan profesional guru.
Kompetensi akademik seorang Konselor Profesional terdiri atas kemampuan :
a. Mengenal secara mendalam konseli yang
hendak dilayani. Sosok kepribadian serta dunia konseli yang perlu didalami oleh
konselor meliputi bukan saja kemampuan akademik yang selama ini dikenal sebagai
intelegensi yang hanya mencakup kemampuan kebahasaan dan kemampuan numerikal
matematika yang lazim dinyatakan sebagai IQ yang mengedepankan kemampuan
berpikir analitik, melinkan juga seyogiyanya melebar kesegenap spektrum
kemampuan intelektual manusia sebagaimana dipaparkan dalam gagasan intelegensi
multipel (Gardner, 1993) selain juga menghormati keberadaan kemampuan berpikir
sintetik dan kemampuan berpikir praktikal di samping kemampuan berpikir
analitik yang telah dikenal luas selama ini (Sternberg, 2003), motivasi dan
keuletannya dalam belajar dan atau bekerja (perseverance
Marzano, 1992) yang diharapkan menerus sebagai keuletan dalam bekerja,
kreativitas yang disandingkan dengan kearifan (a.I. Sternberg, 2003) serta
kepemimpinan, yang dibingkai dengan kerangka pikir yang memperhadapkan
karekteristik konseli yang telah bertumbuh dalam latar belakang keluarga dan
lingkungan budaya tertentu sebagai rujukan normatif beserta berbagai
permasalahan serta solusi yang harus dipilihnya, dalam rangka memetakan
lintasan perkembangan kepribadian (developmental
trajectory) konseli diri keadaanya sekarang ke arah yang di kehendaki.
Selain itu, sesuai dengan panggilan hidupnya sebagai pekerja di bidang profesi
perbantuan atau pemfasilitasan (helping
professinos), dalam upaya mengenal secara mendalam konseli yang dilayaninya
itu, konselor selalu menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati
keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan konseli dalam pelaksanaan layanan
ahlinya.
b. Menguasai khasanah teoritik dan prosedural
termasuk teknologi dalam bimbingan dan konseling. Penguasaan kahasanah teoritik
dan prosedural serta teknologi dalam bimbingan dan konseling (Van Zandt, Z dan
J. Hayslip, 2001) mencakup kemampuan :
1) Menguasai secara akademik teori, prinsip,
teknik dan prosedur dan saran yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling.
2) Mengemas teori, prinsip, prosedur serta
sarana bimbingan dan konseling sebagai pendekatan, prinsip, teknik dan prosedur
dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang mendirikan.
3) Menyelenggarakan layanan ahli bimbingan
dan konseling yang memandirikan. Untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
konseling yang memandirikan (Gysbers, N. C. Dan P.Henderson, 2006), seorang konselor harus mampu :
a) Merancang kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling.
b) Menilai proses dan hasil kegiatan
pelayanan bimbingan dan konseling serta melakukan penyusuaian-penyesuaian sambil jalan (mid-course adjustments) berdasarkan keputusan transasional selama
rentang proses bimbingan dan konseling dalam rangka memandirikan konseli (mind competence).
c) Mengimplementasikan kegiatan pelayanan bimbingan
dan konseling
d) Mengembangkan Profesionalitas sebagai
konselor secara berkelanjutan. Sebagai pekerja profesional yang mengedepankan
kemaslahatan konseli dalam pelaksanaan layanannya, konselor perlu membiasakan
diri menggunakan setiap peluang untuk belajar dalam rangka peningkatan
profesionalitas termasuk dengan memetik pelajaran dengan kerangka pikir belajar
eksperiensial yang berlangsung secara siklikal (Cyclical Experiental Learning Model, Kolb, 1984) sebagai bagian
dari keseharian pelaksanaan tugasnya, dengan merekam serta merefleksikan hasil
serta dampak kinerjanya dalam menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
konseling (reflective practitioner,
lihat kembali Schone, 1983). Selain itu, upaya peningkatan diri itu juga dapat
dilakukan secara lebih sistematis dengan melakukan Penelitian Tindakan (Action Research), dengan mengakses
berbagai sumber informasi termasuk yang tersedia di dunia maya, selain melalui
interaksi kesejawatan baik yang tertjadi secara spontan informal maupun yang
diacarakan secara lebih formal, sampai dengan mengikuti pelatihan serta
pendidikan lanjut. Kompetensi akademik sebagaimana dipaparkan di atas dapat
dikuasai melalui pendidikan akademik dengan menu kurikuler yang mencakup kajian
tentang pedagogi, psikologi perkembangan, psikologi belajar, bimbingan dan
konseling serta beberapa bidang
penunjang seperti Filsafat Pendidikan, Sosiologi, Antropologi Budaya,
Dinamika Kelompok, Budaya Organisasi Sekolah dan Kelas, disamping kajian
tentang program pendidikan dalam sistem pendidikan formal, Strategi Bimbingan
dan Konseling serta Strategi Pembelajaran, Asesmen bakat dan minat konseli di
samping asesmen proses dan hasil pembelajaran, Dinamika Kelompok, Pengelolaan
Kelas dan sebagainy, dengan beban studi minimum 144 SKS.
n Asesmen Penguasaan Kompetensi Akademik
Bimbingan dan Konseling
Penguasaan
Kompetensi Akademik dalam bimbingan dan konseling sebagaimanan digamnbarakan di
atas dapat ditagih melalui ujian tertulis yang baik berupa tes pilihan (multiple choice) yang sangat efektif
untuk melakukan survei kemampuan yang dimilki serta permasalahan yang dihadapai
oleh kelompok calon konselor yang berjumlah besar maupun melalui berbagai
asesmen individual untuk mengakses kemampuan dan minat serta permasalahan yang
dihadapi oleh calon konselor sebagai perorangan. Demi transparansi, saran uji
kompetensi akademik ini dapat dikembangkan secara terpusat dan dimutakhirkan
serta divalidasi secara berkala dengan memanfaatkan teknologi yang relevan
dibidang asesmen. Mahasiswa yang berhasil dengan baik menguasai kompetensi
akademik yang dipersyaratkan bagi calon konselor, dianugerahi ijasah S-1
Bimbingan dan Konseling. Ijasah S-1 Bimbingan dan Konseling ini merupakan
prasyarat untuk diperkenankan mengikuti Pendidikan Profesi Konselor berupa
Program Pengalaman Lapangan selama dua semester.
2. Kompetensi Profesional Konselor
Penguasaan
Kompetensi Profesional Konselor terbentuk melalui latihan dalam menerapkan
Kompetensi Akademik dalam bidang bimbingan dan konseling yang telah dikuasai
itu dalam konteks otentik disekolah atau arena terapan layanan ahli lain yang
relevan melalui Program Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman
Lapangan (PPL) yang sistematis dan sungguh-sungguh (rigorous), yang terentang mulai dari obsrvasi dalam rangka
pengenalan lapangan, latihan bimbingan (supervised
prctice) yang kemudian terus meningkat menjadi latihan melalui penguasaan
struktur (self-initiated practice)
dalam program pemegangan, kesemuanya di bawah pengawasan Dosen Pembimbing dan
Konselor Pamong (Faiver, Eisengart, dan Colonna, 2004).
Sesuai
dengan misinya untuk menumbuhkan kemampuan profesional konselor, maka kriteria
utama keberhasilan dalam keterlibatan mahasiswa dalam Program Pendidikan
Profesi Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan itu adalah pertumbuhan
kemampuan calon konselor dalam menggunakan rentetan panjang keputusan-keputusan
kecil (minute if-then decisions atau tacit knowledge) yang di bingkai
kearifan dalam mengorkestrasikan optimasi pemanfaatan dampak layanannya demi
ketercapaian kemandirian konseli dalam konteks tujuan utuh pendidikan. Oleh
karena itu, pertumbuhan kemampuan mahasiswa calon konselor sebagaimana
digambarkan di atas, mencerminkan lintasan dalam pertumbuhan penguasaan kiat
profesional dalam menyelenggarakan pelayanan Bimbingan dan Konseling yang
berdampak menumbuhkam sosok utuh profesional konselor sebagai praktisi yang
aman buat konseli (safe practitioner(lihat
kembali, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan
Pendidikan Tinggi, 2003; Schone, 1983; Corey, 2001; Hogan Garcia, 2003;
Sternberg, 2003).
n Asesmen Penguasaan Kompetensi Profesioanl
Konselor
Penguasaan
akademik, penguasaan kemampuan profesional hanya dapat diferivikasi melalui
pengamatan ahli yang, dalam pelaksanaannya, juga sering mempersyaratkan
penggunaan saran asesmen yang longgar untuk memberikan ruang gerak bagi
diambilnya pertimbangan ahli secara langsung (on-the-spot expertjudgement) misalnya sarana asesmen yang
menyerupai Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG) yang merupakan high-inference assessment instrument,
yang telah beredar dilingkungan LPTK sejak awal dekade 1980-an.
Ini berarti
bahwa perlu dikembangkan sarana asesmen yang serupa di bidang bimbingan dan
konseling. Yang juga perlu dicatat sebagaimana telah diisyaratkan di atas adalah
bahwa asesmen kemampuan profesional konselor itu tidak cukup pabila hanya
dilaksanakan melalui pemotretan sesaat (snapshot
atau moment opname), melainkan melalui
pengamatan berulang, karena sasaran asesmen penguasaan kompetensi profesional
itu bukan hanya difokuskan kepada sisi tingkatan kemampuan (maximum behavior) melainkan, dan
terlebih-lebih penting lagi, adalah kualitas keseharian (typical behavior) kinerja konselor. Ini berarti bahwa, asesmen
penguasaan kemampuanprofesional itu perlu lebih mengedepankan rekan jejak (track record) dalam penyelenggeraan
pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling dalam kurun waktu tertentu. Demi
transparansi, asesmen penguasaan kompetensi profesional calon konselor itu
dilakukan dengan menggunakan penguji luar baik dosen Bimbingan dan Konseling
yang berasal dari LPTK lain, unsur
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) maupun konselor pamong yang
berasal dari sekolah lain. Mahasiswa yang berhasil dengan baik menguasai
kompetensi profesional konselor melalui Program Pendidikan Profesional Konselor
yang berupa Program Pengalaman Lapangan sebagaimana dipaparkan dalam bagian
ini, dianugerahi Sertifikat Konselor dan berhak mencantumkan singkatan gelar
profesi ”Kons” di belakang namanya. Secara grafis, Sosok Utuh Kompetensi
Profesional Konselor dapat dilihat dalam
gamabr ini.
Unjuk Kerja Bimbingan dan Konseling
Yang Memandirikan
Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani:
a.
Menghargai dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan. Memilih dan mengedepankan
kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum.
b.
Mengaplikasikan perkembangan
fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli dalam bingkai budaya
Indonesi, dalam konteks kehidupan global yang beradab.
|
Menyelenggarakan Bimbingan dan Konseling yang memandirikan :
a.
Menguasai konsep dan praksis asesmen
untuk memahami kondisi, kenutuhan, dan masalah konseli.
b.
Merancang program bimbingan dan
konseling.
c.
Mengimplemntasikan program bimbngan
dan konseling yang komprehensif.
d.
Menilai proses dan hasil kegiatan
bimbingan dan konseling
e.
Memanfaatkan hasil penilaian terhadap
proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling.
|
Menguasai Landasan Teoritik Bimbingan dan Konseling :
a.
Menguasai teori dan praksis pendidikan
b.
Menguasai kerangka teoritik dan
praksis bimbingan dan konseling
c.
Menguasai esensi pelayanan bimbingan
dan konseling dalam jalur, jenis dan jenjang satuan pendidikan
d.
Menguasai konsep dan praksis penilaian
dalam bimbingan dan konseling
|
|
|
|
Mengembankan
Pribadi dan Profesionalitas Secara Berkelanjutan
a.
Beriman dan bertakwa Kepada Tuhan Yang
Maha Esa
b.
Menunjukkan integritas dan satbilitas kepribadian
yang kyat
c.
Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika
profesional
C. Rincian Kompetensi Konselor
A. MEMAHAMI SECARA MENDALAM KONSELI YANG
HENDAK DILAYANI
1. Menghargai
dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih dan mengedepankan
kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum.
|
1.1 Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai
makhluk spritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi
1.2 Menghargai dan mengembangkan
potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususyna.
1.3 Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada
khususnya
1.4 Menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sesuai dengan hak asasinya.
1.5 Toleran terhadap permasalahan
konseli
1.6 Bersikap demokratis
|
2. Mengaolikasikan
perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilkau konseli
|
2.1 Mengaplikasikan kaidah-kaidah
perilaku manusia, perkembangan fisik dan psikologis individu terhadap sasaran
layanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan.
2.2 Mengaplikasikan kaidah-kaidah
kepribadian, individualitas dan perbedaan konseli terhadap sasaran lkayanan
bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
2.3 Mengaplikasikan kaidah-kaidah
belajar terhadap sasaran layanan bimbingan dan konseling dalam upaya
pendidikan
2.4 Mngaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan terhadap sasaran layanan
bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan.
2.5 Mengaplikasikan kaidah-kaidah
kesehatan mental terhadap sasaran layanan bimbingan dan konseling dalam upaya
pendidikan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar