Rabu, 13 Februari 2013

STANDAR KOMPETENSI KONSELOR


STANDAR KOMPETENSI KONSELOR INDONESIA

A.    Kerangka Pikir Dasar
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 6). Kesejajaran posisi ini tidaklah berarti bahwa semua tenaga pendidik itu tanpa keunikan konteks tugas dan ekspestasi kerja. Demikian juga konselor memiliki keunikan konteks kerja dan ekspektasi kinerja yang tidak persis sama dengan guru. Hal ini mengandung implikasi bahwa untuk masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor, perlu disusun standar kualifikasi akedemik dan kompetensi berdasar kepada konteks tugas dan ekspektasi kinerja masing-masing.

Dengan mempertimbangkan berbagai kenyataan serta pemikiran yang telah dikaji, bisa ditegaskan bahwa pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang dianggap oleh konselor berada dalam konteks tugas ”kawasan pelayanan yang bertujuan mendirikan individu dalam menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli masalah umum melalui pendidikan”.

Sedangkan ekspektasi kinerja konselor yang mampu pelayanan bimbingan dan konseling selalu digerakan motif alturistik dalam arti selalu menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan pengguna pelayanannya, dilakukan dengan selalu mencermati kemungkinan dampak jangka panjang dari tindak pelayanannya itu terhadap pengguna pelayanan, sehingga pengampu pelayanan profesional itu juga dinamakan ”the reflective practitioner”.

B.     Sosok Utuh Kompetensi Konselor Indonesia
Sebagaimana lazimnya dalam suatu profesi, sosok utuh kompetensi konselor terdiri atas 2 komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional.

1.      Kompetensi Akademik Konselor
Sebagaimana layanan ahli pada bidang lain seperti akutansi, notariat dan layanan medik kompetensi akademik konselor yang utuh diperoleh melalui program S-1 Pendidikan Profesional Konselor Terintegrasi (Engels, D. W dan J. D. Dameron, (eds). 1990). Ini berarti, untuk menjadi pengampu pelayanan dibidang pendidikan profesional guru. Kompetensi akademik seorang Konselor Profesional terdiri atas kemampuan :

a.       Mengenal secara mendalam konseli yang hendak dilayani. Sosok kepribadian serta dunia konseli yang perlu didalami oleh konselor meliputi bukan saja kemampuan akademik yang selama ini dikenal sebagai intelegensi yang hanya mencakup kemampuan kebahasaan dan kemampuan numerikal matematika yang lazim dinyatakan sebagai IQ yang mengedepankan kemampuan berpikir analitik, melinkan juga seyogiyanya melebar kesegenap spektrum kemampuan intelektual manusia sebagaimana dipaparkan dalam gagasan intelegensi multipel (Gardner, 1993) selain juga menghormati keberadaan kemampuan berpikir sintetik dan kemampuan berpikir praktikal di samping kemampuan berpikir analitik yang telah dikenal luas selama ini (Sternberg, 2003), motivasi dan keuletannya dalam belajar dan atau bekerja (perseverance Marzano, 1992) yang diharapkan menerus sebagai keuletan dalam bekerja, kreativitas yang disandingkan dengan kearifan (a.I. Sternberg, 2003) serta kepemimpinan, yang dibingkai dengan kerangka pikir yang memperhadapkan karekteristik konseli yang telah bertumbuh dalam latar belakang keluarga dan lingkungan budaya tertentu sebagai rujukan normatif beserta berbagai permasalahan serta solusi yang harus dipilihnya, dalam rangka memetakan lintasan perkembangan kepribadian (developmental trajectory) konseli diri keadaanya sekarang ke arah yang di kehendaki. Selain itu, sesuai dengan panggilan hidupnya sebagai pekerja di bidang profesi perbantuan atau pemfasilitasan (helping professinos), dalam upaya mengenal secara mendalam konseli yang dilayaninya itu, konselor selalu menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan konseli dalam pelaksanaan layanan ahlinya.
b.      Menguasai khasanah teoritik dan prosedural termasuk teknologi dalam bimbingan dan konseling. Penguasaan kahasanah teoritik dan prosedural serta teknologi dalam bimbingan dan konseling (Van Zandt, Z dan J. Hayslip, 2001) mencakup kemampuan :
1)      Menguasai secara akademik teori, prinsip, teknik dan prosedur dan saran yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling.
2)      Mengemas teori, prinsip, prosedur serta sarana bimbingan dan konseling sebagai pendekatan, prinsip, teknik dan prosedur dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang mendirikan.
3)      Menyelenggarakan layanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan. Untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan (Gysbers, N. C. Dan P.Henderson, 2006),  seorang konselor harus mampu :
a)      Merancang kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling.
b)      Menilai proses dan hasil kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling serta melakukan penyusuaian-penyesuaian  sambil jalan (mid-course adjustments) berdasarkan keputusan transasional selama rentang proses bimbingan dan konseling dalam rangka memandirikan konseli (mind competence).
c)      Mengimplementasikan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling
d)     Mengembangkan Profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan. Sebagai pekerja profesional yang mengedepankan kemaslahatan konseli dalam pelaksanaan layanannya, konselor perlu membiasakan diri menggunakan setiap peluang untuk belajar dalam rangka peningkatan profesionalitas termasuk dengan memetik pelajaran dengan kerangka pikir belajar eksperiensial yang berlangsung secara siklikal (Cyclical Experiental Learning Model, Kolb, 1984) sebagai bagian dari keseharian pelaksanaan tugasnya, dengan merekam serta merefleksikan hasil serta dampak kinerjanya dalam menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling (reflective practitioner, lihat kembali Schone, 1983). Selain itu, upaya peningkatan diri itu juga dapat dilakukan secara lebih sistematis dengan melakukan Penelitian Tindakan (Action Research), dengan mengakses berbagai sumber informasi termasuk yang tersedia di dunia maya, selain melalui interaksi kesejawatan baik yang tertjadi secara spontan informal maupun yang diacarakan secara lebih formal, sampai dengan mengikuti pelatihan serta pendidikan lanjut. Kompetensi akademik sebagaimana dipaparkan di atas dapat dikuasai melalui pendidikan akademik dengan menu kurikuler yang mencakup kajian tentang pedagogi, psikologi perkembangan, psikologi belajar, bimbingan dan konseling serta beberapa bidang  penunjang seperti Filsafat Pendidikan, Sosiologi, Antropologi Budaya, Dinamika Kelompok, Budaya Organisasi Sekolah dan Kelas, disamping kajian tentang program pendidikan dalam sistem pendidikan formal, Strategi Bimbingan dan Konseling serta Strategi Pembelajaran, Asesmen bakat dan minat konseli di samping asesmen proses dan hasil pembelajaran, Dinamika Kelompok, Pengelolaan Kelas dan sebagainy, dengan beban studi minimum 144 SKS.

n  Asesmen Penguasaan Kompetensi Akademik Bimbingan dan Konseling
Penguasaan Kompetensi Akademik dalam bimbingan dan konseling sebagaimanan digamnbarakan di atas dapat ditagih melalui ujian tertulis yang baik berupa tes pilihan (multiple choice) yang sangat efektif untuk melakukan survei kemampuan yang dimilki serta permasalahan yang dihadapai oleh kelompok calon konselor yang berjumlah besar maupun melalui berbagai asesmen individual untuk mengakses kemampuan dan minat serta permasalahan yang dihadapi oleh calon konselor sebagai perorangan. Demi transparansi, saran uji kompetensi akademik ini dapat dikembangkan secara terpusat dan dimutakhirkan serta divalidasi secara berkala dengan memanfaatkan teknologi yang relevan dibidang asesmen. Mahasiswa yang berhasil dengan baik menguasai kompetensi akademik yang dipersyaratkan bagi calon konselor, dianugerahi ijasah S-1 Bimbingan dan Konseling. Ijasah S-1 Bimbingan dan Konseling ini merupakan prasyarat untuk diperkenankan mengikuti Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan selama dua semester.
2.      Kompetensi Profesional Konselor
Penguasaan Kompetensi Profesional Konselor terbentuk melalui latihan dalam menerapkan Kompetensi Akademik dalam bidang bimbingan dan konseling yang telah dikuasai itu dalam konteks otentik disekolah atau arena terapan layanan ahli lain yang relevan melalui Program Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang sistematis dan sungguh-sungguh (rigorous), yang terentang mulai dari obsrvasi dalam rangka pengenalan lapangan, latihan bimbingan (supervised prctice) yang kemudian terus meningkat menjadi latihan melalui penguasaan struktur (self-initiated practice) dalam program pemegangan, kesemuanya di bawah pengawasan Dosen Pembimbing dan Konselor Pamong (Faiver, Eisengart, dan Colonna, 2004).
Sesuai dengan misinya untuk menumbuhkan kemampuan profesional konselor, maka kriteria utama keberhasilan dalam keterlibatan mahasiswa dalam Program Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan itu adalah pertumbuhan kemampuan calon konselor dalam menggunakan rentetan panjang keputusan-keputusan kecil (minute if-then decisions atau tacit knowledge) yang di bingkai kearifan dalam mengorkestrasikan optimasi pemanfaatan dampak layanannya demi ketercapaian kemandirian konseli dalam konteks tujuan utuh pendidikan. Oleh karena itu, pertumbuhan kemampuan mahasiswa calon konselor sebagaimana digambarkan di atas, mencerminkan lintasan dalam pertumbuhan penguasaan kiat profesional dalam menyelenggarakan pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berdampak menumbuhkam sosok utuh profesional konselor sebagai praktisi yang aman buat konseli (safe practitioner(lihat kembali, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, 2003; Schone, 1983; Corey, 2001; Hogan Garcia, 2003; Sternberg, 2003).
n  Asesmen Penguasaan Kompetensi Profesioanl Konselor
Penguasaan akademik, penguasaan kemampuan profesional hanya dapat diferivikasi melalui pengamatan ahli yang, dalam pelaksanaannya, juga sering mempersyaratkan penggunaan saran asesmen yang longgar untuk memberikan ruang gerak bagi diambilnya pertimbangan ahli secara langsung (on-the-spot expertjudgement) misalnya sarana asesmen yang menyerupai Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG) yang merupakan high-inference assessment instrument, yang telah beredar dilingkungan LPTK sejak awal dekade 1980-an.

Ini berarti bahwa perlu dikembangkan sarana asesmen yang serupa di bidang bimbingan dan konseling. Yang juga perlu dicatat sebagaimana telah diisyaratkan di atas adalah bahwa asesmen kemampuan profesional konselor itu tidak cukup pabila hanya dilaksanakan melalui pemotretan sesaat (snapshot atau  moment opname), melainkan melalui pengamatan berulang, karena sasaran asesmen penguasaan kompetensi profesional itu bukan hanya difokuskan kepada sisi tingkatan kemampuan (maximum behavior) melainkan, dan terlebih-lebih penting lagi, adalah kualitas keseharian (typical behavior) kinerja konselor. Ini berarti bahwa, asesmen penguasaan kemampuanprofesional itu perlu lebih mengedepankan rekan jejak (track record) dalam penyelenggeraan pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling dalam kurun waktu tertentu. Demi transparansi, asesmen penguasaan kompetensi profesional calon konselor itu dilakukan dengan menggunakan penguji luar baik dosen Bimbingan dan Konseling yang berasal  dari LPTK lain, unsur Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) maupun konselor pamong yang berasal dari sekolah lain. Mahasiswa yang berhasil dengan baik menguasai kompetensi profesional konselor melalui Program Pendidikan Profesional Konselor yang berupa Program Pengalaman Lapangan sebagaimana dipaparkan dalam bagian ini, dianugerahi Sertifikat Konselor dan berhak mencantumkan singkatan gelar profesi ”Kons” di belakang namanya. Secara grafis, Sosok Utuh Kompetensi Profesional Konselor  dapat dilihat dalam gamabr ini.


                                                                           
Unjuk Kerja Bimbingan dan Konseling
Yang Memandirikan
Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani:
a.        Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan. Memilih dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum.

b.        Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli dalam bingkai budaya Indonesi, dalam konteks kehidupan global yang beradab.
Menyelenggarakan Bimbingan dan Konseling yang memandirikan :
a.        Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kenutuhan, dan masalah konseli.
b.        Merancang program bimbingan dan konseling.
c.        Mengimplemntasikan program bimbngan dan konseling yang komprehensif.
d.        Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling
e.        Memanfaatkan hasil penilaian terhadap proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling.
Menguasai Landasan Teoritik Bimbingan dan Konseling :
a.        Menguasai teori dan praksis pendidikan
b.        Menguasai kerangka teoritik dan praksis bimbingan dan konseling
c.        Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis dan jenjang satuan pendidikan
d.        Menguasai konsep dan praksis penilaian dalam bimbingan dan konseling



Mengembankan Pribadi dan Profesionalitas Secara Berkelanjutan
a.        Beriman dan bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa              
b.        Menunjukkan integritas dan satbilitas kepribadian yang kyat
c.        Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
 



C.     Rincian Kompetensi Konselor
A.    MEMAHAMI SECARA MENDALAM KONSELI YANG HENDAK DILAYANI
1. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai  kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum.
1.1 Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi
1.2  Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususyna.
1.3 Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya
1.4  Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya.
1.5  Toleran terhadap permasalahan konseli
1.6  Bersikap demokratis
2. Mengaolikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilkau konseli
2.1  Mengaplikasikan kaidah-kaidah perilaku manusia, perkembangan fisik dan psikologis individu terhadap sasaran layanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan.
2.2  Mengaplikasikan kaidah-kaidah kepribadian, individualitas dan perbedaan konseli terhadap sasaran lkayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
2.3  Mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar terhadap sasaran layanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
2.4 Mngaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan terhadap sasaran layanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan.
2.5  Mengaplikasikan kaidah-kaidah kesehatan mental terhadap sasaran layanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar