TIPE
KUALITATIF BERDASARKAN MAKSUD KHUSUS:
TATARAN
IDE DAN KONSEPSI
A.
STUDI
KUALITATIF DASAR ATAU JENERIK
1.
Landasan
Filosofi dan Pengertian
Istilah
‘Studi Kualitatif Dasar atau Jenerik’ (SKDJ) atau “Basic or Generic Qualitative Study” oleh Pamela O. Paisley dan
Patricia M. Reeves (2001) juga bernama “Generic
Qualitative Method” (McLeod, J., 2001), “Generic Qualitative Research” (Caelli, K., Ray, L., dan Mill, J.,
2003) atau “Generic Qualitative
Methodology” (Roy, N., Madhiwalla, N., dan A Pai, S., 2007). Ini disebut
singkat “Generic Studies” oleh
Lawrence F. Locke, Stephen J. Silverman, dan Waneen Wyrick Spirduso (2004).
SKDJ dipandang sebagai bentuk riset kualitatif sangat umum dalam bidang
konseling dan pendidikan dan menampakkan ciri-ciri riset kualitatif secara umum
(Paisley, P.O., dan Reeves, P.M., 2001: 483).
Kata sifat ‘Generic’ (bahasa Inggris) berasal dari kata benda ‘Gendre’ (dibaca
‘zandra’, bahasa Prancis) yang berarti jenis, atau umum, atau dasar. Ketika
diserap kedalam bahasa Inggris, menjadi ‘Generic’,
menjadi suatu kata sifat yang berarti penjenisan umum, keumuman, bersifat
dasar; atau dengan kata lain (bersifat) basik, basic. Ketika sifat ini menjelaskan kata ‘studi kualitatif’, maka
kata ‘jenerik’ atau ‘dasar’ itu menandai adanya sifat studi yang mengandung
unsur-unsur dasar saja dari sifat-sifat kualitatif ~ pro-makna, mengutamakan
pemahaman. Kekhasan suatu studi atau
riset akan ditentukan oleh
keyakinan ideologik atau teori yang
dianut oleh tiap-tiap peneliti. Dengan penjelasan ini, akan mudah dipahami
adanya dua filosofi penting SKDJ yang dipaparkan lebih lanjut.
Dua filosofi
penting SKDJ dimaksud adalah: Pertama,
mempertahankan ideologi atau teori yang diyakini peneliti, atau dengan kata
lain 'prostatus-quo'. SKDJ bermaksud
khusus mempertahankan supremasi sebuah teori formal ~ dalam psikologi, Filosofi
kedua yang mendasari SKDJ yang
memberinya label 'dasar' atau 'generik', adalah keyakinan bahwa realitas adalah
berada di balik fenomena, sebagai suatu proses, dan dimiliki secara subjektif
oleh orang-seorang atau sekelompok orang. Realitas diyakini senantiasa memiliki
pola-pola atau tema-tema yang terkandung dalam proses suatu rangkaian fenomena.
Filosofi ini adalah sama dengan tipe lain riset kualitatif. Terkait dengan
filosofi kedua, SKDJ berupaya menemukan makna atau memahami suatu fenomena,
suatu proses, atau sudut-pandang (perspektif) dan pandangan hidup orang-orang
yang terlibat dalam studi (Paisley, P. O., dan jReeves, P. M., 2001: 483 -
184).
2.
Hakikat
SKDJ
Tiga pendekatan
dalam penempatan teori dalam riset konseling dan psikoterapi adalah yang
disebut 'theory-informed studies', pendekatan integratif atau
"trans-theoretieal", dan pendekatan yang menempatkan teori semacam
'teori grounded' (McLeod, J., 2003:188-189).
Pertama,
pada yang disebut 'theory-informed studies', peneliti secara eksplisit
terbimbing oleh sesuatu model teoretik tegas, dan riset dirancang untuk menguji
atau memperluas model teoretik itu. Di sini periset tidak hanya mengeksplorasi
hipotesis yang ditarik dari teori melainkan pula mengembangkan teknik-teknik
dan alat yang menuntunnya untuk mengidentifikasi konstruk teoretik seperti
konsep-diri dari Rogers atau tema-tema hubungan berkonflik dari Luborsky.
Kedua,
pendekatan integratif atau 'trans-theoretical', dalam mana periset secara
sengaja mendesain studinya dari meramu pengetahuan konseptual secara tidak
bergantung pada sesuatu teori spesifik melainkan berbagai teori relevan yang
dipadukan. Pendekatan ini, dari hasil meramu berbagai teori relevan.
Ketiga,
mengkode atau mengklasifikasi unit-unit makna temuan berdasarkan banyak data,
dan teori tampil di belakang dalam pemaknaan refleksif.
Lebih tegasnya, ada empat wilayah pemberi ciri
suatu riset dapat disebut sebagai Generic Qualitative
Research seturut Kate Caelli, Lynne Ray,
dan Judy Mill (2003:9 - 20) diadaptasikan secara singkat di bawah ini:
a.
Adanya pemosisian teoretik peneliti; yaitu
motif, kecenderungan, dan sejarah
pribadi/profesional peneliti yang mengarahkannya untuk memiliki pendirian teoretik dan menentukan pilihan topik
kajiannya.
b.
Kongruensi antara metodologi dan metode-metode
yang digunakan dalam penelitian.
c.
Lensa analitik (the analytic lens) sebagai
'alat' pengkajian data yang menjadi pegangan
para peneliti tipe SKDJ adalah memakai "kaca-mata bening" yang tidak terpaku pada suara-suara literatur atau
pengetahuan yang mencampuri kebebasannya melakukan penafsiran. Di sini kekhasan kualitatif dari SKDJ.
3.
Seting
Pelaksanaan dan Bidang Masalah Riset
Latar atau seting penerapan SKDJ adalah
sangat luas atau tidak terbatas. Itu mencakup latar kehidupan formal
seperti sekolah atau tempat kerja, latar
nonformal sebagaimana sifat hubungan dalam kepelatihan, penataran atau kursus-kursus, ataupun kehidupan informal
dalam masyarakat tradisional ataupun kontemporer.
Oleh karena SKDJ tidak memiliki afiliasi menentu pada sesuatu
perspekif kuaUtatif maka ia dapat dioperasikan
dalam latar individu sebagai orang seorang (sebagaimana Fenomenologi), atau percakapan terapis-pasien atau
konselor-konseli (sebagaimana Analisis Percakapan), atau interaksi dua orang atau
kelompok kecil (sebagaimana
Interaksionisme-Simbolik), atau pun sekelompok besar orang (sebagaimana
Etnografi 'berskala-luas').
4.
Langkah-langkah
dan Spesif ikasi
Tahap-tahap
lebih terinci SKDJ terkandung pada pemaparan yang distilah sebagai ‘the element of a generic qualitative method’
dan juga disebutnya sebagai ‘steps’
(McLeod, J., 2001: 132-136), diadaptasikan poin-poinnya secara singkat sebagai
berikut:
a.
Memilih topik penelitian
yang memiliki makna pribadi, menggugah imajinasi dan enersi dan penting untuk
diketahui.
b.
Mengidentifikasi
para audiens atau pihak-pihak yang bersangkut paut dengan penelitian, yaitu
mereka yang memungkinkan memperlancar gugahan motivasi dan memperlancar
jalannya penelitian, misalnya para peneliti lain, kolega, akademisi, manajer
dan pembuat keputusan, dan konseli/ klien atau pemakai jasa.
c.
Mengembangkan
kesadaran penuh terhadap topik pilihan, yaitu upaya-upaya mendalami seluk-beluk
penenlitian dan konsekuensinya seperti peluang akses, sumber informasi,
dukungan-dukungan, serta kendala dan cara-cara mengatasi kendala.
d.
Menyusun
pertanyaan penelitian, yaitu penyusunan pertanyaan awal, pertanyaan terbuka
(bukan untuk mengetes hipotesis), entah bermaksud mengenali, mendiskripsikan,
memahami dinamika atau fluktuasi, atau menyusun pola-pola.
e.
Mengelola suatu
‘jurnal’ pribadi atau catatan-catatan atau memo yang memuat aktivitas
pengumpulan data, ide-ide dan imajinasi yang muncul sepanjang upaya penelitian.
f.
Mengembangkan
kesadaran akan metode, yaitu cepat-tanggap atas keefektifan ataupun (terutama)
kegagalan suatu metode sehingga secara cepat dapat dikonsultasikan,
didiskusikan, dicarikan metode alternatif atau teknik tambahan.
g.
Memilih suatu
pendekatan, yaitu menetapkan alur pasti filasofi~ontologi dan epistemologi~yang
akan dijalankan dan di ikuti terus (misalnya Fenomenologi, Hermenutika Ganda,
Etnografi, Analisis Wacana, atau lainnya; ataupun pemaduan pribadi) sejalan
dengan proses pencaritemuan (inquiry).
h.
Menentukan
teknik pengumpulan data dan analisis sejalan dengan filosofi yang sedang
diikuti.
i.
Finalisasi
rencana penelitian, yaitu memodifikasi dan melengkapi rencana penenlitian
menjadi semacam desain operasional yang siap dijalankan.
j.
Periode
menceburkan diri kedalam fenomena penelitian; bila mungkin membuat jarak antara
kehidupan pribadi dengan aktivitas penelitian sehingga benar-benar dapat
berpadu kedalam proyek penelitian dalam jangka waktu yang diperlukan, kemudian
masuk dalam proses inkubasi; dengan kata lain, peneliti berkonsentrasi dalam
penelitiannya.
k.
Mengumpulkan
teks penelitian, yaitu mengumpulkan data kualitatif melalui interviu atau
teknik lain kemudian membawa material (data berseta tafsiran lapangan), serta
memastika semua aspek permasalahan penelitian dapat terliput.
l.
Memperhalus atau
menyaring metode analisis, yaitu mengembangkan seperangkat kaidah dan prosedur
yang dapat mencegah pengakhiran secara prematur proses analisis, misalnya
dengan membuat kerangka dasar temuan untuk dilengkapi.
m.
Merampakkan atau
‘memadatkan’ teks riset, yaitu membuat ringkasan dari paparan deskripsi
cikal-bakal temuan, sehingga menampak jelas apa dan bagaimana yang
terjadi.
n.
Menganalisis:
analisis komprehensif dan utuh teks riset yaitu memberikan penjelasan lebih
detail atau melakukan penyaringan dan penyusunan pola tegas, sampai ditemukan
pemahaman tuntas atas hal yang diteliti.
o.
Pengujian
kembali, ceking, yaitu melanjutkan analisis untuk memeriksa kembali kecermatan
kerangka-kerja upaya pemahaman, menguji kembali konstruksi yang disusun,
mendiskusikan dengan kolega, atau memeriksa kesesuainnya dengan kriteria
kualitas, serta kecocokannya dengan tipe kualitatif yang diikuti.
p.
Menulis laporan
lengkap secara cermat, memadatkan dan mengedit baik pada bagian tertentu atau
keseluruhan teks laporan, serta mencermatkan temuan-temuan.
q.
Menteorikan (theorizing), yaitu melakukan diskusi
interpretif implikasi teoretik temuan-temuan, mendiskusikan bagaimana
konfirmasi temuan ini dengan temuan dari penelitian lain yang sebelumnya juga
memberikan pembenaran dengan mendiskusikan fenomena dan konteks studi.
Karakteristik mendasar Studi Kualitatif Dasar atau
Jenerik (SKDJ) dapat diringkaskan dibawah ini:
a.
Ada dua filosofi
yang mendasarinya yaitu: Pertama, bermaksud khusus mempertahankan supremasi
sebuah teori formal yang diyakini peneliti dan menunjukkan kestiaan pada
terminologi dan konsep/ konstruk dari teori itu dalam penetapan isu/ topik
riset; dengan kata lain, prosedur deduktif dalam penetapan isu/ topik riset.
Kedua, meyakini realitas sebagai terkandung dalam fenomena lapangan yang
natural sehingga memerlukan deskripsi dan interpretasi reflektif untuk
menemukan pola atau tema-tema yang terkandung dalam fenomena; atau dengan kata
lain prosedur induktif dalam analisis.
b.
Ada kesesuaian
atau kongruensi antara metodologi yang diyakini dan metode atau teknik yang
digunakan; ada penetapan secara khusus kriteria untuk kualitas, kecermatan atau
ketelitian untuk memperkuat keterpercayaan proses dan hasil; menerapkan
pendekatan “kaca-mata bening” sebagai lensa analisis, yaitu yang tidak terpaku
pada suara-suara literatur atau pengetahuan yang mencampuri kebebasannya
melakukan penafsiran, dalam mana peneliti bebas membuat penafsiran untuk
penyusunan tema-tema temuan baru atas dukungan data mencapai kesimpulan sesuai
permasalahan yang telah dirumuskan.
c.
Ditandai
keluwesan dalam keyakinan ontologis dan epistemologis pengetahuan sehingga
peneliti terdorong mengabaikan faktor-faktor filosofis dan politis yang
‘memasung’ pilihan metodologis; alih-alih peneliti berupaya meningkatkan
kepekaan dan kewaspadaan (atas tuntutan lapangan) untuk penyesuaian dan
mempertimbangkan ciri-ciri yang ada antara jenis-jenis kualitatif tersedia
untuk dikembangkan dan diterapkan keyakinan metodologik, prosedur dan metode
atau tekniknya. Meskipun tiga jenis metode yang umum digunakan secara padu atau
salah satu sebagai utama yaitu interviu, observasi, dan analisis dokumen, namun
karena sifat fleksibelnya peneliti dapat mengembangkan metode lain misalnya FGD atau life history.
d.
Ciri seting
penerapan SKDJ adalah tidak spesifik, tidak terbatas, melainkan sangat luas,
mencakup latar kehidupan formal, nonformal, ataupun kehidupan informal dalam
masyrakat tradisional ataupun kontemporer. SKDJ dapat diterapkan dalam latar
individu, orang seorang, analisis percakapan terapis-pasien atau
konselor-konseli,interaksi dua orang atau kelompok kecil, atau pun sekelompok
besar orang. Bidang-bidang masalah umum tempat banyak diterapkan SKDJ adalah
konseling, psikoterapi, pendidikan, medik, dan profesi helping lain, dan bidang
penelitian akademik, terutama untuk proyek akhir yang terbatas waktu secara
relatif ketat adalah sangat ‘favorit’.
e.
Tahap-tahap umum
SKDJ: (1) Identifikasi suatu model konseptual atau kerangka-kerja teoretik; (2)
Penetapan permasalahan melalui konformasi temuan awal dengan suara teori dan
hasil-hasil penelitian terdahulu; (3) Penegasan difinisi konseptual dan batasan
penelitian; (4) Pengumpulan data melalui interviu, observasi, atau analisis
dokumen; (5) Analisis data melalui suatu proses identifikasi pola dan
keteraturan tematik yang terbentuk; (6) penyajian kesimpulan dalam peristilahan
yang menggunakan konsep-konsep dari kerja-kerja awal.
Rumusan 17 langkah sangat terinci
yang disebut oleh John McLeod sebagai ‘steps’
atau ‘the element of a generic
qualitative method ‘, dapat dimasukkan dalam 6 tahap SKDJ sebagaimana
tampak pada Tabel 3 ini.
Tabel 3: Enam Tahap dan
17 Langkah SKDJ
Enam Tahap SKDJ
|
Tujuhbelas
Langkah (McLeod, 2001)
|
||
No.
|
Tahap
|
No.
|
Langkah atau
Unsur
|
1
|
Identifikasi suatu model konseptual atau kerangka-kerja teoretik
|
1.
|
Memilih topik penelitian
|
2.
|
Mengidentifikasi para audiens atau pihak-pihak terkait.
|
||
3.
|
Mengembangkan kesadaran penuh terhadap topik pilihan
|
||
2
|
Penetapan permasalahan melalui konfirmasi temuan awal dengan suara teori
dan hasil-hasil penelitian terdahulu
|
4.
|
Menyusun pertanyaan penelitian
|
5.
|
Mengelola sesuatu ‘jurnal’ pribadi atau catatan-catatan atau memo
|
||
3
|
Penegasan definisi konseptual dan batasan penelitian
|
6.
|
Mengembangkan kesadaran akan metode
|
7.
|
Memilih suatu pendekatan, yaitu menetapkan alur pasti filosofi riset.
|
||
8.
|
Menentukan teknik pengumpulan data dan analisis
|
||
9.
|
Finalisasi rencana penelitian
|
||
4
|
Pengumpulan data melalui interviu, observasi, atau analisis dokumen
|
10.
|
Periode menceburkan diri dalam fenomena penelitian
|
11.
|
Mengumpulkan teks/ data penelitian
|
||
5
|
Analisis data melalui suatu proses identifikasi pola dan keteraturan
tematik yang terbentuk
|
12.
|
Memperhalus atau menyaring metode analisis
|
13.
|
Memadatkan teks riset, klarifikasi bakal temuan
|
||
14.
|
Menganalisis: analisis komprehensif dan utuh teks riset
|
||
6
|
Penyajian kesimpulan dalam peristilahan yang menggunakan konsep-konsep
dari kerja-kerja awal
|
15.
|
Pengujian kembali, ceking
|
16.
|
Menulis laporan lengkap secara cermat, memadatkan dan mengedit
|
||
17.
|
Menteorikan (theorizing)
|
B.
RISET FEMINIS/JENDER
1.
Landasan Filosofi dan Pengertian
Riset feminis/jender adalah salah satu riset yang
menantang dan menarik karena, seperti juga teori yang dibangun kemudian menjadi
orientasi risetnya, adalah kompleks, dinamis, dan banyak ragam (banyak
pilihan). Itu terjadi karena maksud khusus Riset Feminis/Jender (RF/J)
merupakan sebuah “agenda besar”. “Agenda besar” itu sedemikian luas beragam,
aneka sisi kehidupan. Namun, “agenda besar” itu secara tipikal adalah merupakan
perubahan sosial~terutama karakter masyarakat dari ‘patriarki’ menjadi
‘matriarki’. Didalam “agenda besar” itu gayut upaya-upaya penegasan posisi dan
identitas perempuan diantara masyarakat laki-laki baik dalam bangunan teori
(ilmu dan pengetahuan) maupun dalam praksisnya (peluang-peluang kiprah sosial).
Secara khusus, ada beberapa variasi penekanan agenda perubahan sesuai dengan
aliran teorinya, yang secara umum bertolak pada kesadaran diri feminis akan
posisi perempuan.
Gambaran besarnya tampak dalam bangun teori feminis.
Dalam bangunan teori feminis sosial, ada empat deskripsi pokok posisi sosial
perempuan: (1) ada perbedaan dari kaum lelaki; (2) ada ketidaksetaraan dengan
kaum lelaki; (3) merupakan suatu kelompok tertindas dan penindasnya adalah kaum
lelaki atau sistem sosial patriarkal kontruksi lelaki; dan (4) terdapat
penstrakifikasian lebih lanjut oleh vektor-vektor penindasan dan hak istimewa
yang menandai perbedaan diantara kaum perempuan (Ritzer, 1996: 348-349).
Deskripsi pokok posisi sosial perempuan pernah pula dirangkumkan oleh Waters
dengan penonjolan ciri posisi sosial diferensiasi, distingsi, ketidakseteraan,
dan patriarki (Waters, M., 1994: 250-251).
Secara umum, tujuan tipikal riset feminis, menurut
naskah lainnya, adalah riset bagi perempuan untuk mendapatkan emansipasi
perempuan dan meningkatkan kehidupan mereka. Lebih lanjut dikatakan: “Feminist research includes research onwomen
and research for women. The aim of research on women is to elucidate bias and
inequaty in the way women are treated in various social setting and
institutions and to fill-in the gaps in our knowledge about women” (Robert
Wood Johnson Foundation, 2008). Maksudnya: Riset feminis meliputi riset
mengenai perempuan dan riset untuk perempuan. Tujuan riset mengenai perempuan
adalah mengurangi bias dan ‘ketidakadilan’ dalam mana perempuan diperlakukan dalam
aneka seting sosial dan lembaga dan memasukkannya ke dalam senjang pengetahuan
kita mengenai perempuan.
Mary F. Rogers (2001) dalam sebuah telusuran
historis mengkaji teori feminis dalam tema-tema “the Liberal Continuum”, “Anti-Liberal
Feminist Theory”, “Postmodernist
Feminist Theory and Feminist Standpoint Theory”, dan”Materialist Feminisms and and Feminist State Theory”. Di dalam
empat tema kajian itu, diidentifikasi adanya “tiga gelombang” besar teori
feminis yang berangkat dari Feminisme Liberal. Feminis Liberal adalah berbasis
nilai-nilai parohan akhir abad Pencerahan (Enlightenment),
seperti kebebasan dan hak-hak azasi. Ini kemudian menjadi landasan liberalisme
Amerika Utara dan Eropa Barat. Selama abad 18 setra ideologi terbagi dua
sosialisme disebut “kir” dan konservatisme disebut”kanan”; dan liberalisme
terbagi dalam kontinum “tiga gelombang” kajian feminisme (Periksa lebih dalam
pada Ritzer, G., 1996: 80-82; Rogers, M.F., 2001: 285-296). Namun, diakui
bahwa, adaptasi keterangan dalam ringkasan “tiga gelombang” feminis yang
ditampilkan di bawah ini adalah penyerdehanaan atas yang kompleks:
a.
Feminisme
gelombang-pertama (first-wafe feminism)
~ mulai dekade awal 1900 dan puncaknya 1920 ~ ditandai memenangkan perjuangan
hak-pilih, menyebar-luasnya (franchise)
suara “Perempuan Barat” yang bercirikan liberalisme, namun disertai ambivalensi
seperti yang disebut “highly productive
for feminisme”, sementara masih mengeritik Pencerahan, yang bersifat
produktif, maka muncul resistensi terhadap teori feminis liberal.
b.
Feminsme
gelombang-kedua (second-wafe feminism)
~ gelora pergerakan perempuan mencapai kesetaraan dan gencar pada 1960-an ~
semakin memperkuat gaung lebralisme dengan gema hak-hak azasi. Dalam “Gelombang
kedua” ini bermunculan berbagai penekanan agenda sehingga membentuk aneka
varian teori-teori feminis, misalnya “radical
liberal” dan “status-quo liberal”,
serta antara keduanya muncul “progressive
liberal”; namun masih bercirikan “kebebasan memilih”, individualisme, dan
“kesamaan peluang”; sampai mencapai puncak narasi dengan munculnya
konsepsi-konsepsi seperti “ecofeminist”,
“cultural feminist”, “multicultural feminist”, dan “postfeminist”.
c.
Feminisme
gelombang-ketiga (third-wafe feminism)
~ samapai memengaruhi teori sosiologi dalam tahun 1990-an~muncul atas kesadaran
bahwa suara “postfeminist” memilki
agenda sosiopolitik untuk meredam perjuangan jender. Ini menyertai menggemakan
suara posmodern dengan menegaskan postfeminist
sebagai mitos, dan memperkokoh perjuangan dengan agenda “Being feminist, doing feminist” ditandai kebebasan dalam gaya
hidup. Kajiannya juga menjangkau kultur remaja dan kiprah perempuan muda-belia.
Tidak terlalu jauh bedanya dari kajian Mary F.
Rogers di atas, Robert Wood Johnson Foundation (2008) menyajikan tiga model
riset feminis yaitu: (1) Empirisme Feminis (Feminist
Empirism) dengan pendirian ontologis dan epistimologis sama dengan
interpretivis (subjektif) ataupun yang realis (objektif). (2) Riset
Sudut-pandang Feminis (Feminist
Standpoint Research) dengan ciri kritik dalam keyakinan ontologi historis
dan epistemologi transaksional atau subjektivis yang dimodifikasi. (3)
Feminisme Posmodern (Postmodern Feminism)
dengan fokus ontologi yang meyakini bahwa realitas merupakan suatu ‘seri cerita
tanpa akhir’ dan suatu teks yang tetap menyuarakan penindasan perempuan.
2.
Hakikat Riset Feminis/Jender
Di sini diyakini bahwa seorang peneliti feminis
tidak harus dibingungkan oleh aneka pendapat yang menunjukkan ciri kompleks dan
dinamis, dan banyak ragam riset feminis. Untuk mencegah kebingungan, ada dua
cara yang ditempuh. Cara pertama adalah mengenali sifat umum riset feminis.
Sifat umum dari segi agenda dan pendekatan riset dinyatakan oleh Ann
Monroe-Baillargeon dan Sherry Lutzen (2004): Ada lima sosok riset feminis yang
telah diidentifikasi oleh McHugh dan
Cosgrove (1998) untuk dipertimbangkan: (1) pemberian suara pada pengalaman
perempuan; (2) bergerak meninggalkan pemikiran dikotomis dan bentuk-bentuk
berpikir penyederhanaan lainnya; (3) pemaduan atau penerapan terpadu refleksivitas;
(4) pengadopsian pendekatan kolaborasif; (5) penggunaan riset sebagai alat
untuk emansipasi.
Oleh karena sosok agenda dan pendekatannya
sedemikiannya itu, kebanyakan riset feminis dilakukan oleh perempuan. Perempuan
sebagai peneliti membawa pengalaman pribadi dan sejarah mereka ke dalam peran
sebagai peneliti dan proses riset. Periset feminis bisa “insider” (orang dalam) dan/atau “outsider” (orang luar) bagi lingkungan dan topik yang mereka kaji.
Sebagai insider mereka memiliki
pemahaman yang kuat mengenai dinamika dan ‘mainnya’ hubungan sosial yang
terkandung di dalam situasi yang diteliti. Isu mengenai ketidaksadaran dapat
dikelola melalui afiliasi peneliti dengan konteks, di mana para partisipan
dapat merasa lebih nyaman berbagi informasi dengan seseorang yang berasal dari
situasi itu. Sebaliknya, peneliti feminis sebagai outsider, yang tinggal di luar situasi yang diteliti mungkin pula
dapat mengubah ketidakseimbangan relasi-power dengan para partisipan.
Pengalaman dan perasaan pribadi dengan outsider
memberikan ruang bagi perempuan untuk menafsirkan secara kritis realitas
kehidupan mereka sendiri. Ini mendukung peran mereka sebagai penulis dan pakar
pada situasi itu. Ini secara potensial juga memberikan perempuan itu peluang
untuk secara aman mengeritik komunitasnya, organisasi atau situasi tanpa
mengalami ketakutan penjajakan. Melalui penonjolan keseimbangan dan kesetaraan
antara peneliti dan partisipan sering dapat menyamarkan hubungan insider/ outsider bagi keuda pihak (Brayton, J., 1997, 2009).
Monroe-Baillargeon
dan Lutzen (2004) mengingatkan bahwa dalam merefleksikan unsur-unsur riset
feminis, entah perempuan peneliti itu insider
ataukah outsider, adalah penting
diketahui bahwa tidak semua riset oleh dan mengenai perempuan adalah dengan sendirinya
feminis. Sebagaimana sudah dinyatakan diatas, lanjut mereka, para peneliti
feminis mempertimbangkan banyak unsur termasuk berbuat refleksif (reflexive) dalam karya mereka; hal mana
memerlukan pengatahuan mengenai pengaruh nilai kontekstual yang mencakup
nilai-nilai dan asumsi-asumsi yang mereka yakini. Melekat dalam riset feminis,
kata mereka selanjutnya, adalah pemahaman bahwa pengetahuan dan kesadaran
tidaklah tetap kaku dalam nama para periset feminis perlu untuk kontinyu dalam
kerja menganalisis pengetahua baru yang diperoleh melalui riset mereka.
Paragraf ini mereka tutup dengan peringatan: “Inherent in this continual regeneration of knowledge are emerging
complexities” (Monroe-Baillargeon, A., dan Lutzen, S., 2004).
Sifat
umum metologik riset feminis yang membedakannya dari riset tradisional, ada
tiga alasan: (a) secara aktif berusaha menanggalkan ketidakseimbangan kekuatan
antara riset dengan subjek; (b) secara politik termotivasi dan memiliki peran
dalam mengubah ketidaksetaraan; (c) memulai dari sudat/padang pengalaman
perempuan (Brayton, J., 1997, 2009).
Dapat
dimasukkan sebagai sifat umum riset feminis hal yang disebut sebagai
sifat-sifat “the second wave of feminist
research” dalam mana para sarjana diminta untuk mempertimbangkan dalam kerja
risetnya: (1) Batasan riset yang sedang dikerjakan. (2) Hubungan dengan
orang-orang yang dengan mereka riset dilakukan. (3) Karakteristik dan lokasi
(posisi diri, status, bidang, dll) sang peneliti. (4) Kreasi dan presentasi
pengetahuan yang dihasilkan dalam riset. (5) Identifikasi mengenai pengetahuan
siapa, oleh siapa, untuk siapa, dan untuk maksud apa pengetahuan yang sudah
diperoleh itu (dalam Monroe-Baillargeon, A., dan Lutzen, S., 2004).
Cara
kedua mengatasi kebingungan dalam belajar riset feminis adalah dengan memahami
variasi atau variannya ~ ciri-ciri khas pada ontologisnya, epistemologisnya,
dan agenda teoretiknya ~ serta memilih
salah satu atau dua diantaranya untuk dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu
proyek riset. Dalam penjelasan agenda teoretik berbagai aliran teori feminis,
dalam kajian dibawah ini bukanlah ditampilkan batasan prinsip-prinsipnya
masing-masing, alih-alih pada pengkajian keyakinan dan tindakan ahli feminis
dan praktik dari riset feminis.
Dengan
pendirian tersebut, dapat diaplikasikan tiga model riset feminis yang
dikerangkakan oleh Robert Wood Johnson Foundation (2008) dengan memasukkan
informasi-informasi dari sumber lain sebagai perluasan penjelasan untuk
menunjukkan sifat khusus riset feminis.
a.
Empirisme
Feminis (Feminist Empirism) memiliki
dua pendirian ontologis dan epistemologis berlainnan yaitu ada yang
interpretivis (subjektif) ada pula yang realis (objektif).
b.
Riset
Sudut-pandang feminis (Feminist
Standpoint Research) memiliki ciri kritik. Mereka memilki keyakinan ontologi
historis dan epistimologi transaksional atau subjektivis yang sudah
dimodifikasi.
c.
Feminisme Posmodern
(Postmodern Feminism) memiliki fokus ontologi bahwa realitas merupakan suatu 'seri cerita tanpa
akhir' dan suatu teks
yang tetap menyuarakan penindasan perempuan (Robert Wood Johnson Foundation (2008).
3.
Seting Pelaksanaan dan Bidang Masalah
Riset
Seting penerapan riset feminis adalah sangat luas
terentang antara ranah privat/domestik dan ranah publik;
atau di manapun terjadi hubungan a-simetris dari segi power (kekuasaan)
terutama mengenai posisi perempuan di antara lelaki. Kajian
pengalaman-pengalaman subjektif pribadi
perempuan secara orang-seorang sering dilaporkan dalam penelitian perspektif feminis. Riset demikian ini
mencakup pengalaman pribadi pembantu rumah-tangga di hadapan
majikan laki-laki khususnya, pengalaman anak
perempuan di antara saudara laki-laki dalam keluarga, pengalaman isteri di
antara keluarga suami, dan pengalaman isteri di hadapan
suaminya sendiri.
Riset feminis dalam seting atau ranah
publik umumnya adalah dalam dunia kerja, instansi pemerintah
ataupun swasta, misalnya dalam lembaga
pendidikan, perusahaan dan dunia usaha, serta lembaga lainnya. Ada banyak contoh laporan riset feminis dalam ranah
publik, namun sentralnya tetaplah pada relasi-power,
peluang berkiprah, pembedayaan, dan,
lebih banyak, soal-soal opressi.
Dalam
bidang kepemimpinan (pendidikan) telah berkali-kali dikaji oleh Brigid Limerick secara longitudinal antara 1993 s/d
1999 dengan anggota tim yang berbeda-beda. Fokusnya
adalah pada promosi karir kelompok perempuan
ke tingkat senior dalam kepemimpinan bidang pendidikan,
dan identifikasi cara-cara mereka sampai sukses mencapai level pemimpin (kepala
sekolah) dalam konteks perubahan waktu dalam pengelolaan
pendidikan (Periksa, Limerick, B., dan O'Leary, J., 2006).
Riset perspektif feminis dapat pula dilakukan
dalam bidang ekonomi dengan fokus isu relasi-power. Suatu
contoh adalah penelitian perspektif feminis terhadap wanita dan ibu-ibu
kelas bawah di wilayah Maggarai Jakarta, yang laporannya sudah
berbentuk buku oleh Alison J. Murray pada 1961.
Riset
bidang etika dalam ranah publik juga dapat dilakukan baik untuk menemukan konsepsi etika, pemahaman perempuan
terhadap etika, maupun penerapan etika bagi perempuan di
ranah publik. Pernah dilakukan, sebagai contoh, riset dengan isu
"etika dalam sektor publik dengan
mendengarkan suara eksekutif perempuan" (dalam Limerick, B., dan O'Leary,
J., 2006). Di sini digunakan hubungan-hubungan resiprokal kolaboratif
yang dikembangkan dalam jangka waktu cukup lama.
Riset feminis dalam bidang seni dengan fokus
relasi-power (kekuasaan) pernah pula dilakukan. Ada satu
riset dalam bidang ini, sebagai contoh, yang memberikan analisis
dengan hasil cukup menarik, yaitu analisis Denise Farran terhadap foto Marilyn
Monroe,
Sebagai tambahan,
dapat ditampilkan contoh-contoh riset pengalaman pribadi perempuan dalam beberapa seting. Sue
Wise (1990) mengkaji
hubungan dirinya dengan Elvis Presley dengan metode biografi dan otobiografi. Clara Greed (1990) meneliti
pengalaman pribadinya dalam keterlibatan
profesional, namun tidak menentukan nama metode, entah biografi, etnografi, ataukah riset akademik(?)
diserahkannya kepada para pembaca
(151).
4.
Langkah-langkah
dan Spesifikasi
Prosedur
pelaksanaan riset feminis adalah beragam, ada yang khas sejalan dengan metode
paduan yang dipilih peneliti, ada pula yang umum. Prosedur umum yang lazim ditempuh adalah
langkah-langkah: 1) Penyiapan,
meliputi penentuan rancangan (disain) dan penetapan sudut-pandang ("stand-point"). 2)
Penetapan situs dan fokus pertanyaan. 3) Pengumpulan data. 4) Analisis data. 5) Penyimpulan,
refleksi teoretik, dan kemanfaatan
(sesuai agenda).
a.
Penyiapan
~ rancangan dan penetapan sudut-pandang ("stand-point"). Pada penetapan rancangan, riset feminis
sangat peduli dan tegas pada yang
disebut "Criteria for 'Good' Research", yaitu: (a) Riset
haruslah atas landasan
kesepakatan komunitas (yang diteliti) dan peneliti mempunyai tanggungjawab untuk menyesuaikan
pekerjaan risetnya dan
diarahkan untuk menjawab berbagai tegangan yang muncul dengan sendirinya dalam usaha riset. (b)
Meskipun pada umumnya landasan
filosofis lengkap bagi keputusan riset belum dapat diartikulasikan dalam manuskrip selama riset,
namun beberapa upaya harus
diartikulasikan secara singkat atau garis-garis besar. Ini mencakup deskripsi perspektif atau
sudut-pandang ("stand-point") peneliti sembari terlibat dalam
proses riset. (c) Sejumlah deskripsi umum
pilihan-pilihan orientasi riset,
pendekatan atau cara-cara pengamatan
atau menyoroti realm kajian, harus didiskusikan untuk mengedepankan
akuntabilitas (Robert Wood Johnson Foundation, 2008).
b.
Penetapan situs dan fokus pertanyaan. Situs
riset feminis dapat dipilih sesuai dengan
sudut-pandang atau perspektif, rancangan (disain), dan peluang akses. Situs yang tersedia berada dalam rentangan
luas antara ranah-ranah privat/domestik dan publik;
bidang-bidang bersifat informal, nonformal, dan formal; latar
penelitian keluarga (misal, dalam rumah-tangga), dunia kerja (misal instansi
pendidikan dan instansi lain), dan lingkungan sosial umum
(restoran dan pusat-pusat pembelanjaan);
atau sumber-sumber (data) material aksi, narasi, teks, atau pengalaman(-pribadi). Meskipun beberapa dari antara
situs tadi dapat implisit dalam suatu tema riset feminis, namun beberapa kategori situs perlu ditegaskan secara singkat
sebelum pelaksanaan penelitian, misalnya
pada ranah-ranah privat/domestik dan publik, latar
penelitian, dan sumber (data). Penetapan situs manapun, periset feminis perlu
mempertimbangkan 'lokasi sosial' subjek terteliti dan 'lokasi sosial' peneliti itu sendiri. "The
social location of the researcher (e.g. age,
race, orientation, class) plays a role in shaping the research process. It is important for the researcher to identify their own
location in order to address biases
that may result from their own location in the social world" (Brayton, J.,
1997; 2006).
c.
Pengumpulan data pada riset feminis mutakhir
dilakukan dengan kombinasi berbagai metode. Teknik-teknik
seperti observasi berpartisipasi dilengkapi catatan lapangan dan
interviu mendalam adalah sering dilakukan (Monroe-Baillargeon,
dan Lutzen, 2004). Kombinasi teknik-teknik penuturan
kisah-diri (life history) dengan
interviu mendalam (tidak berstruktur) atau "in-depth semi-structured interviews" (Limerick dan O'Leary, 2006) juga sering dilakukan dalam mengungkap dan mengorganisasikan
pengalaman pribadi perempuan subjek penelitian. Diakui
memang bahwa "... conducting
informal, semi-structured interviews is a way to provide a more relaxed
atmosphere, one which facilitates a closer relationship between researcher and subject" (Monroe-Baillargeon, A., dan Lutzen, S., 2004).
d.
Analisis data
riset feminis yang kualitatif pada umumnya adalah analisis kritik. Analisis
kritik biasanya dilakukan dengan melihat fenomena secara negasi yaitu cara lain
dari yang umum dipahami orang. Kerangka pikir feminis menyediakan perspektif
baru yang segar terhadap fenomena. Analisis kritik ~ tesis-antitesis-sintesis ~
dapat dilakukan sebagaimana upaya Joice Outshoorn (2001). Di sini dilakukan
analisis kritik dari debat antara pandangan yang disebut "a traditional
moral view" dan pandangan "the sex-work frame" melalui kajian
diskursus atau wacana lagalisasi dan anti-legalisasi pelacuran sejak tahun 1980
sampai dengan 1990-an di Eropah, khususnya Negeri Belanda. Debat itu pada
akhirnya menelorkan sebuah keputusan pertama di dunia dalam mana suatu parlemen
melegalkan pelacuran (umumnya
perempuan) sebagai kebijakan
yang didukung oleh Feminis Belanda pada tahun 2000
(Outshoorn, ]., 2001).
e.
Penyimpulan,
refleksi teoretik, dan kemanfaatan (sesuai agenda). Sebagaimana semua riset
kualitatif, riset feminis yang dibicarakan di sini tidaklah bermaksud melakukan
generalisasi-berlebihan atas kesimpulan-kesimpulannya di luar sifat-sifat
subjek yang diteliti sebagaimana dinyatakan oleh Monroe-Baillargeon dan Lutzen
(2004). Dalam refleksi teoretik bisa terjadi proses dinamis yang melibatkan
kajian teoretik berpadu pengalaman peneliti dalam menyoroti suara lapangan.
Klarifikasi yang dapat menampakkan
sepesifikasi riset feminis diturunkan di bawah ini.
a.
Riset feminis memiliki "agenda
besar", dengan ciri luas, beragam, aneka-sisi kehidupan. "Agenda besar" itu
secara tipikal adalah perubahan sosial ~ terutama karakter
masyarakat dari 'patriarki' menjadi 'matriarki'. Di dalam "agenda
besar" itu gayut upaya-upaya penegasan posisi dan identitas perempuan di antara
masyarakat laki-laki baik dalam bangunan teori (ilmu dan pengetahuan) maupun
dalam praksisnya (peluang-peluang kiprah sosial).
b.
Secara khusus, ada beberapa variasi
penekanan agenda perubahan sesuai dengan aliran teorinya, yang secara umum
bertolak pada kesadaran diri feminis akan posisi perempuan. Salah
satu cara identifikasi agenda
khususnya adalah pemilahan atas tiga gelombang feminisme: (1) Feminisme
gelombang-pertama (first-wafe feminism) ~ pemenangan hak-pilih,
bercirikan liberalisme, namun
disertai ambivalensi. (2) Feminisme gelombang-kedua (second-wafe
feminism) ~ gelora pergerakan perempuan
mencapai kesetaraan semakin memperkuat gaung leberalisme dengan
gema hak-hak azasi. Ini membentuk aneka varian teori-teori feminis: "radical liberal" dan
"status-quo liberal", serta antara keduanya muncul "progressive
liberal"; puncaknya adalah konsepsi-konsepsi "ecofeminist",
"cultural feminist", "multicultural feminist", dan
"postfeminist". (3) Feminisme gelombang-ketiga (third-wafe feminism)
~ muncul atas kesadaran bahwa suara "postfeminst" memiliki
agenda sosiopolitik untuk
meredam perjuangan jender, sehingga
gelombang ketiga memperkokoh perjuangan dengan agenda
"Being feminist, doing feminist" ditandai kebebasan dalam gaya hidup.
Selain itu, dalam riset terdapat tiga model riset feminis: (1) Empirisme
Feminis atau Feminst Empirism; (2) Riset Sudut-pandang Feminis atau Feminist
Standpoint Research; dan (3) Feminisme Posmodern atau Postmodern Feminism).
c.
Seting riset
feminis adalah sangat luas
terentang antara ranah privat/ domestik dan ranah publik,
dalam mana terjadi hubungan a-simetris dari segi power (kekuasaan). Seting
keluarga (pengalaman subjektif pribadi perempuan) sering dilaporkan dalam penelitian perspektif
feminis. Riset feminis dalam seting atau ranah publik umumnya adalah dalam
dunia kerja, instansi pemerintah ataupun swasta, misalnya dalam lembaga pendidikan,
perusahaan dan dunia usaha, serta lembaga lainnya. Sentralnya adalah pada
relasi-power, peluang berkiprah, pembedayaan, dan, lebih banyak, soal-soal
opressi.
d.
Prosedur umum
yang lazim ditempuh adalah langkah-langkah: (1) Penyiapan, meliputi penentuan
rancangan (disain) dan penetapan sudut-pandang
("stand-point"). Pada penetapan
rancangan, riset feminis sangat
peduli dan tegas pada yang disebut "Criteria for 'Good' Research".
(2) Penetapan situs dan fokus pertanyaan dalam mana situs riset feminis
dapat dipilih sesuai
dengan sudut-pandang atau perspektif, rancangan (disain), dan
peluang akses. Fokus pertanyaan riset
feminis kualitatif adalah
berangkat dari paduan
data empirik/lapangan (awal) dan kajian teoretik/perspektif. (3)
Pengumpulan data pada riset feminis mutakhir dilakukan dengan kombinasi
berbagai metode. Teknik-teknik yang
sering digunakan adalah observasi berpartisipasi dilengkapi
catatan lapangan dan interviu mendalam;
kombinasi teknik-teknik penuturan kisah-diri (life history) dengan
interviu mendalam (tidak berstruktur) atau "in-depth semi-structured interviews"; atau pengumpulan data melalui permainan
Drama. (4) Analisis data riset feminis yang kualitatif pada umumnya adalah
analisis kritik; prosedur 'hipotesis bercabang-ranting'; analisis naratif, baik
melalui "the constant comparative method" dan "conceptual
specification". (5) Penyimpulan, refleksi teoretik, dan kemanfaatan
(sesuai agenda).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar