Minggu, 30 Maret 2014

STUDI KASUS PROFESI



STUDI KASUS PROFESI

Studi kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang individu, satu kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuannya untuk memperoleh diskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah identitas.Studi kasus dapat juga digunakan untuk meneliti bagaimana aspek psikologis siswa yang bermasalah. Studi kasus menjadi berguna apabila seseorang/peneliti ingin memahami suatu permasalahan atau situasi tertentu dengan  amat mendalam dan dimana orang dapat mengidentifikasi kasus yang  kaya dengan informasi , kaya dalam pengertian bahwa suatu persoalan besar dapat dipelajari dari beberapa contoh fenomena dan biasanya dalam bentuk pertanyaan. Studi kasus pada umumnya berupaya untuk menggambarkan perbedaan individual atau variasi “unik” dari suatu permasalahan. Suatu kasus dapat berupa orang, peristiwa, program, insiden kritis/unik atau suatu komunitas dengan berupaya menggambarkan unit dengan mendalam, detail, dalam konteks dan secaraholistik. Untuk itu dapat dikatakan bahwa secara umum, studi kasus lebih tepat digunakan untuk penelitian yang berkenaan dengan how atau why.
 Penekanan studi kasus adalah pada  kedalaman dan  kerincian: wawancara mendalam, penggambaran secara rinci dan pengungkapkan kasus dengan sungguh-sungguh melalui penerapan teori dalam cara yang berbeda, yakni  tidak memposisikan studi di dalam dasar teori tertentu  sebelum pengumpulan data, tetapi setelah pengumpulan data sehingga acapkali dikenal dengan  teori-setelah. Demikian pun dalam pengumpulan datanya yang diambil dari berbagai sumber informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Analisis datanya memerlukan banyak sumber data untuk menentukan bukti pada setiap fase dalam evolusi kasusnya. Terlebih lagi untuk setting kasus yang “unik”, kita hendaknya menganalisa informasi untuk menentukan bagaimana peristiwa itu terjadi sesuai dengan settingnya. Sedangkan dalam penulisan laporannya, studi kasus membentuk struktur yang “lebih besar” dalam bentuk naratif tertulis. Hal ini disebabkan suatu studi kasus menggunakan teori dalam deskripsikan kasus atau beberapa analisis untuk menampilkan perbandingan kasus silang atau antar tempat. Untuk itu disarankan bahwa untuk menyusun laporan studi kasus  menyusun laporan studi kasus seorang peneliti hendaknya menyusun rancangan beberapa bagian laporan (misalnya bagian metodologi) daripada menunggu sampai akhir proses analisis data. Studi kasus juga memerlukan verifikasi yang ekstensif melalui triangulasi dan member chek sehingga dapat membantu peneliti untuk memeriksa keabsahan data melalui pengecekan dan pembandingan terhadap data ( Kusmarni, 2014: 11-12).
Creswell memulai pemaparan studi kasus dengan gambar tentang kedudukan studi kasus dalam lima tradisi penelitian kualitatif (dalam Kusmarni, 2014: 2) berikut ini:
Dari gambar di atas dapat diungkapkan bahwa fokus sebuah biografi adalah kehidupan seorang individu, fokus fenomenologi adalah memahami sebuah konsep atau fenomena, fokus suatu teori dasar adalah seseorang yang mengembangkan sebuah teori, fokus etnografi adalah sebuah potret budaya dari suatu kelompok budaya atau suatu individu, dan  fokus studi kasus adalah spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup individu, kelompok budaya ataupun suatu potret kehidupan.
Secara tradisional, studi kasus merupakan alat utama untuk riset dan pembentukan teori dalam pendekatan  psikodinamik untuk konseling dan psikoterapi. Banyak kasus yang dipublikasikan oleh Freud misalnya, diperdebatkan secara luas dan diinterpretasikan ulang oleh terapis dan teoritikus lain dan merepresentasikan landasan pengetahuan dan pendidikan psikoanalitik (McLeod, 2008: 524-525). Dilema yang muncul dalam perdebatan seputar studi kasus adalah, di satu sisi, bahwa pengujian kasus individual adalah bermanfaat untuk perkembangan teori dan praktik. Tetapi di sisi lain, sangatlah sulit untuk menemukan cara yang teliti dan tidak bias (unbiased) untuk mengobservasi dan menganalisis kasus individual.
Studi kasus behavioral berkonsentrasi pada pelacakan perubahan dalam jumlah variabel kunci terbatas yang di prediksi berubah sebagai akibat dari konseling: misalnya, jumlah waktu yang dipakai untuk mempelajari, atau nilai inventori depresi. Tujuan prinsip studi ini adalah untuk mendemonstrasikan  efektivitas jenis intervensi tertentu dengan kategori klien tertentu, dan isu proses yang lebih luas biasanya tidak diperhatikan. Riset studi kasus psikoanalitik atau psikodinamik agak berbeda dalam tujuan dan metodenya. Tujuan dari tipe studi kasus ini adalah mereplikasi kapasitas terapis atau konselor untuk merumuskan dinamika bawah sadar dari sebuah kasus, tetapi dengan cara menggunakan tim periset dalam rangka menghindari bias atau distorsi yang dapat timbul dari ketergantungan tunggal kepada penilaian teraps sendiri. Contoh dari jenis studi kasus ini diberikan dalam bagian riset proses berorientasi psikodinamik. Dalam Mappiare ( 2009: 99) tipe riset kualitatif yang bernama ‘Studi Kasus’ keilmuan sosial, sebagai misal, meskipun pada dasarnya lebih bersifat deskriptif-interpretif, sudah terbukti daripadanya muncul teori besar (ingat Psikoanalisis yang dibangun oleh Freud).
“Studi Kasus Profesi” berbeda dengan “Studi Kasus Sosial”, “Studi Kasus Profesi” adalah suatu tipe studi yang memiliki maksud utama untuk memahami secara komprehensif dan mendalam subjek dan permasalahan subjek yang sedang dalam proses bantuan (helping) guna menemukan sebab-sebab masalah dan tindakan bantuan secara lebih tepat, atau cara justifikasi kemanfaatan teknik dalam membantu seseorang, atau untuk mendukung pembelajaran. “Studi Kasus Profesi” adalah salah satu bagian penting dari pekerjaan pada profesi konselor, guru, pengacara, dokter, dan sejenisnya (Mappiare, 2013:134-135). Dalam tipe riset yang disebut Studi Kasus Profesi tampak pula adanya ciri ( dalam Mappiare, 2013:134-135) yaitu para peneliti kualitatif akan dituntut menjadi terbiasa untuk mengabaikan faktor-faktor filosofis dan politis yang ‘memasung’ pilihan-pilihan metodologis. (“Komentar” di sini  sedikit berbeda dari keterangan pada butir-butir lainnya: Faktor filosofis dan politis bisa terkandung di dalam suatu tipe riset kualitatif dan dapat pula terkandung di dalam teori yang dianut peneliti; bahwa pilihan-pilihan teori justru dapat lebih memasung peneliti).


Ciri-ciri studi kasus
Ciri-ciri studi kasus (dalam Ichal: 2013) adalah sebagai berikut:
1)      Studi kasus bukan suatu metodologi penelitian, tetapi suatu bentuk studi (penelitian) tentang masalah yang khusus (particular).
2)      Sasaran studi kasus dapat bersifat tunggal (ditujukan perorangan /individual) atau suatu kelompok, misalnya suatu kelas, kelompok profesional, dan lain-lain.
3)      Masalah yang dipelajari atau diteliti dapat bersifat sederhana atau kompleks. Masalah yang sederhana misalnya anak yang mengalami penyimpangan perilaku. Masalah yang kompleks misalnya suatu periode (masa) kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, hal-hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, hal-hal yang menyebabkan skizofrenia, dll.
4)      Tujuan yang ingin dicapai adalah pemahaman yang mendalam tentang suatu kasus, atau dapat dikatakan untuk mendapatkan verstehen bukan sekedar erklaren (deskripsi suatu fenomena).
5)      Studi kasus tidak bertujuan untuk melakukan generalisasi, walaupun studi dapat dilakukan terhadap beberapa kasus. Studi yang dilakukan terhadap beberapa kasus bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap, sehingga pemahaman yang dihasilkan terhadap satu kasus yang dipelajari lebih mendalam.
6)      Terdapat 3 (tiga) macam tipe studi kasus, yaitu:
a.       Studi kasus intrinsik (intrinsic case study), apabila kasus yang dipelajari secara mendalam mengandung hal-hal yang menarik untuk dipelajari berasal dari kasus itu sendiri, atau dapat dikatakan mengandung minat intrinsik (intrinsic interest).
b.      Studi kasus intrumental (intrumental case study), apabila kasus yang dipelajari secara mendalam karena hasilnya akan dipergunakan untuk memperbaiki atau menyempurnakan teori yang telah ada atau untuk menyusun teori baru. Hal ini dapat dikatakan studi kasus instrumental, minat untuk mempelajarinya berada di luar kasusnya atau minat eksternal (external interest).
c.       Studi kasus kolektif (collective case study), apabila kasus yang dipelajari secara mendalam merupakan beberapa (kelompok) kasus, walaupun masing-masing kasus individual dalam kelompok itu dipelajari, dengan maksud untuk mendapatkan karakteristik umum, karena setiap kasus mempunyai ciri tersendiri yang bervariasi.
7)      Hal-hal umum juga dipelajari dalam studi kasus, tetapi fokusnya terarah pada hal yang khusus atau unik. Untuk mendapatkan hal-hal yang unik dari data-data sebagaimana tersebut di bawah ini, harus dikumpulkan dan dianalisis, yaitu:
a.       Hakikat (the nature) kasus
b.      Latar belakang sejarah kasus
c.       Latar (setting) fisik
d.      Konteks dengan bidang lain; ekonomi, politik, hukum, dan estetika
e.       Mempelajari kasus-kasus lain yang berkaitan dengan kasus yang dipelajari
f.         Informan-informan yang dipilih adalah orang-orang yang mengetahui kasus ini.

Kelebihan dan Kelemahan Studi Kasus
1)      Kelebihan Studi Kasus
a.       Studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang spesifik, unik dan hal-hal yang amat mendetail yang tidak dapat diungkap oleh studi yang lain. Studi kasus mampu mengungkap makna di balik fenomena dalam kondisi apa adanya atau natural.
b.      Studi kasus tidak sekedar memberi laporan faktual, tetapi juga memberi nuansa, suasana kebatinan dan pikiran-pikiran yang berkembang dalam kasus yang menjadi bahan studi yang tidak dapat ditangkap oleh penelitian kuantitatif yang sangat ketat.
2)      Kelemahan Studi Kasus
            Dari kacamata penelitian kuantitatif, studi kasus dipersoalkan dari segi validitas, reliabilitas dan generalisasi. Namun studi kasus yang sifatnya unik dan kualitatif tidak dapat diukur dengan parameter yang digunakan dalam penelitian kuantitatif, yang bertujuan untuk mencari generalisasi.

Implikasi Studi Kasus dalam Profesi BK.
Ada beberapa argumentasi atau alasan mengapa setiap guru BK/konselor harus memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian studi kasus, antara lain:
1)      Kemampuan guru BK/konselor melakukan CS dapat meningkatkan kualitas akademik dan non akademik secara terus menerus, serta mempunyai kemampuan mengambil keputusan sesuai dengan profesinya (profesional judgment)
2)      Penelitian studi kasus (CS), dapat mengembalikan rasa percaya diri (self confidence) guru BK/konselor, sehingga mampu mengemban tugas-tugas profesionalnya. Melalui CS, guru BK/konselor melatih diri mengamati secara jeli beragam problema peserta didik di sekolah, apa yang menjadi sebab terjadinya problem, dan bagaimana cara mencari jalan keluar yang terbaik dalam menyelesaikan problem bagi peserta didik.
3)      Penelitian studi kasus (CS), dapat menumbuhkan semangat membebaskan (liberating) dan menyetarakan (emancipating) dalam konteks profesi guru BK/konselor. Artinya ketika guru BK/konselor mempunyai rasa kepercayaan diri dan harga diri (self esteem) sebagai guru BK/konselor yang profesional, dia akan mandiri, tidak tergantung pada pihak lain, punya semangat inovatif dalam proses layanan pembimbingan siswa.
4)      Penelitian studi kasus (CS), dapat memberikan masukan (input) bagi guru BK/konselor dalam hal: (a) penyusunan program layanan pembimbingan di kelas (sekolah); (b) strategi memecahkan beragam problema peserta didik untuk kemudian dicari solusi yang terbaik dalam mencapai kualitas prestasi belajar siswa; (c) upaya guru BK/konselor dalam melakukan inovasi layanan pembimbingan pesrta didik di sekolah; dan (d) membangun iklim hubungan yang persuasif, komunikatif antara peserta didik dengan guru BK/konselor, sehingga siswa tidak merasa takut atau enggan bertemu dengan guru BK (Ansyah, 2013).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar