STUDI
KASUS PROFESI
Studi
kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang individu, satu kelompok, satu
organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu.
Tujuannya untuk memperoleh diskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah identitas.Studi
kasus dapat juga digunakan untuk meneliti bagaimana aspek psikologis siswa yang
bermasalah. Studi kasus menjadi berguna apabila seseorang/peneliti ingin
memahami suatu permasalahan atau situasi tertentu dengan amat mendalam dan dimana orang dapat
mengidentifikasi kasus yang kaya dengan
informasi , kaya dalam pengertian bahwa suatu persoalan besar dapat dipelajari
dari beberapa contoh fenomena dan biasanya dalam bentuk pertanyaan. Studi kasus
pada umumnya berupaya untuk menggambarkan perbedaan individual atau variasi
“unik” dari suatu permasalahan. Suatu kasus dapat berupa orang, peristiwa,
program, insiden kritis/unik atau suatu komunitas dengan berupaya menggambarkan
unit dengan mendalam, detail, dalam konteks dan secaraholistik. Untuk itu dapat
dikatakan bahwa secara umum, studi kasus lebih tepat digunakan untuk penelitian
yang berkenaan dengan how atau why.
Penekanan studi kasus adalah pada kedalaman dan
kerincian: wawancara mendalam, penggambaran secara rinci dan
pengungkapkan kasus dengan sungguh-sungguh melalui penerapan teori dalam cara
yang berbeda, yakni tidak memposisikan
studi di dalam dasar teori tertentu
sebelum pengumpulan data, tetapi setelah pengumpulan data sehingga acapkali
dikenal dengan teori-setelah. Demikian
pun dalam pengumpulan datanya yang diambil dari berbagai sumber informasi,
karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun
gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Analisis datanya memerlukan banyak
sumber data untuk menentukan bukti pada setiap fase dalam evolusi kasusnya.
Terlebih lagi untuk setting kasus yang “unik”, kita hendaknya menganalisa
informasi untuk menentukan bagaimana peristiwa itu terjadi sesuai dengan
settingnya. Sedangkan dalam penulisan laporannya, studi kasus membentuk
struktur yang “lebih besar” dalam bentuk naratif tertulis. Hal ini disebabkan
suatu studi kasus menggunakan teori dalam deskripsikan kasus atau beberapa
analisis untuk menampilkan perbandingan kasus silang atau antar tempat. Untuk
itu disarankan bahwa untuk menyusun laporan studi kasus menyusun laporan studi kasus seorang peneliti
hendaknya menyusun rancangan beberapa bagian laporan (misalnya bagian
metodologi) daripada menunggu sampai akhir proses analisis data. Studi kasus
juga memerlukan verifikasi yang ekstensif melalui triangulasi dan member chek
sehingga dapat membantu peneliti untuk memeriksa keabsahan data melalui
pengecekan dan pembandingan terhadap data ( Kusmarni, 2014: 11-12).
Creswell
memulai pemaparan studi kasus dengan gambar tentang kedudukan studi kasus dalam
lima tradisi penelitian kualitatif (dalam Kusmarni, 2014: 2) berikut ini:
Dari
gambar di atas dapat diungkapkan bahwa fokus sebuah biografi adalah kehidupan
seorang individu, fokus fenomenologi adalah memahami sebuah konsep atau
fenomena, fokus suatu teori dasar adalah seseorang yang mengembangkan sebuah
teori, fokus etnografi adalah sebuah potret budaya dari suatu kelompok budaya
atau suatu individu, dan fokus studi
kasus adalah spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup
individu, kelompok budaya ataupun suatu potret kehidupan.
Secara
tradisional, studi kasus merupakan alat utama untuk riset dan pembentukan teori
dalam pendekatan psikodinamik untuk
konseling dan psikoterapi. Banyak kasus yang dipublikasikan oleh Freud
misalnya, diperdebatkan secara luas dan diinterpretasikan ulang oleh terapis
dan teoritikus lain dan merepresentasikan landasan pengetahuan dan pendidikan
psikoanalitik (McLeod, 2008: 524-525). Dilema yang muncul dalam perdebatan
seputar studi kasus adalah, di satu sisi, bahwa pengujian kasus individual
adalah bermanfaat untuk perkembangan teori dan praktik. Tetapi di sisi lain,
sangatlah sulit untuk menemukan cara yang teliti dan tidak bias (unbiased)
untuk mengobservasi dan menganalisis kasus individual.
Studi
kasus behavioral berkonsentrasi pada pelacakan perubahan dalam jumlah variabel
kunci terbatas yang di prediksi berubah sebagai akibat dari konseling:
misalnya, jumlah waktu yang dipakai untuk mempelajari, atau nilai inventori
depresi. Tujuan prinsip studi ini adalah untuk mendemonstrasikan efektivitas jenis intervensi tertentu dengan
kategori klien tertentu, dan isu proses yang lebih luas biasanya tidak
diperhatikan. Riset studi kasus psikoanalitik atau psikodinamik agak berbeda
dalam tujuan dan metodenya. Tujuan dari tipe studi kasus ini adalah mereplikasi
kapasitas terapis atau konselor untuk merumuskan dinamika bawah sadar dari
sebuah kasus, tetapi dengan cara menggunakan tim periset dalam rangka
menghindari bias atau distorsi yang dapat timbul dari ketergantungan tunggal
kepada penilaian teraps sendiri. Contoh dari jenis studi kasus ini diberikan
dalam bagian riset proses berorientasi psikodinamik. Dalam Mappiare ( 2009: 99)
tipe riset kualitatif yang bernama ‘Studi Kasus’ keilmuan sosial, sebagai
misal, meskipun pada dasarnya lebih bersifat deskriptif-interpretif, sudah
terbukti daripadanya muncul teori besar (ingat Psikoanalisis yang dibangun oleh
Freud).
“Studi
Kasus Profesi” berbeda dengan “Studi Kasus Sosial”, “Studi Kasus Profesi”
adalah suatu tipe studi yang memiliki maksud utama untuk memahami secara
komprehensif dan mendalam subjek dan permasalahan subjek yang sedang dalam
proses bantuan (helping) guna menemukan sebab-sebab masalah dan tindakan
bantuan secara lebih tepat, atau cara justifikasi kemanfaatan teknik dalam
membantu seseorang, atau untuk mendukung pembelajaran. “Studi Kasus Profesi”
adalah salah satu bagian penting dari pekerjaan pada profesi konselor, guru,
pengacara, dokter, dan sejenisnya (Mappiare, 2013:134-135). Dalam tipe riset
yang disebut Studi Kasus Profesi tampak pula adanya ciri ( dalam Mappiare,
2013:134-135) yaitu para peneliti kualitatif akan dituntut menjadi terbiasa
untuk mengabaikan faktor-faktor filosofis dan politis yang ‘memasung’
pilihan-pilihan metodologis. (“Komentar” di sini sedikit berbeda dari keterangan pada
butir-butir lainnya: Faktor filosofis dan politis bisa terkandung di dalam
suatu tipe riset kualitatif dan dapat pula terkandung di dalam teori yang
dianut peneliti; bahwa pilihan-pilihan teori justru dapat lebih memasung
peneliti).
Ciri-ciri
studi kasus
Ciri-ciri studi
kasus (dalam Ichal: 2013) adalah sebagai berikut:
1)
Studi kasus bukan suatu metodologi penelitian, tetapi suatu bentuk studi
(penelitian) tentang masalah yang khusus (particular).
2)
Sasaran studi kasus dapat bersifat tunggal (ditujukan perorangan /individual)
atau suatu kelompok, misalnya suatu kelas, kelompok profesional, dan lain-lain.
3)
Masalah yang dipelajari atau diteliti dapat bersifat sederhana atau kompleks.
Masalah yang sederhana misalnya anak yang mengalami penyimpangan perilaku.
Masalah yang kompleks misalnya suatu periode (masa) kanak-kanak, masa remaja,
masa dewasa, hal-hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, hal-hal yang
menyebabkan skizofrenia, dll.
4)
Tujuan yang ingin dicapai adalah pemahaman yang mendalam tentang suatu kasus,
atau dapat dikatakan untuk mendapatkan verstehen bukan sekedar erklaren
(deskripsi suatu fenomena).
5)
Studi kasus tidak bertujuan untuk melakukan generalisasi,
walaupun studi dapat dilakukan terhadap beberapa kasus. Studi yang dilakukan
terhadap beberapa kasus bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih
lengkap, sehingga pemahaman yang dihasilkan terhadap satu kasus yang dipelajari
lebih mendalam.
6)
Terdapat 3 (tiga) macam tipe studi kasus, yaitu:
a. Studi
kasus intrinsik (intrinsic case study), apabila kasus yang dipelajari
secara mendalam mengandung hal-hal yang menarik untuk dipelajari berasal dari
kasus itu sendiri, atau dapat dikatakan mengandung minat intrinsik (intrinsic
interest).
b. Studi
kasus intrumental (intrumental case study), apabila kasus yang
dipelajari secara mendalam karena hasilnya akan dipergunakan untuk memperbaiki
atau menyempurnakan teori yang telah ada atau untuk menyusun teori baru. Hal
ini dapat dikatakan studi kasus instrumental, minat untuk mempelajarinya berada
di luar kasusnya atau minat eksternal (external interest).
c. Studi
kasus kolektif (collective case study), apabila kasus yang dipelajari
secara mendalam merupakan beberapa (kelompok) kasus, walaupun masing-masing
kasus individual dalam kelompok itu dipelajari, dengan maksud untuk mendapatkan
karakteristik umum, karena setiap kasus mempunyai ciri tersendiri yang
bervariasi.
7)
Hal-hal umum juga dipelajari dalam studi kasus, tetapi fokusnya terarah pada
hal yang khusus atau unik. Untuk mendapatkan hal-hal yang unik dari data-data
sebagaimana tersebut di bawah ini, harus dikumpulkan dan dianalisis, yaitu:
a. Hakikat
(the nature) kasus
b. Latar
belakang sejarah kasus
c. Latar
(setting) fisik
d. Konteks
dengan bidang lain; ekonomi, politik, hukum, dan estetika
e. Mempelajari
kasus-kasus lain yang berkaitan dengan kasus yang dipelajari
f.
Informan-informan yang dipilih adalah orang-orang
yang mengetahui kasus ini.
Kelebihan
dan Kelemahan Studi Kasus
1)
Kelebihan Studi Kasus
a. Studi
kasus mampu mengungkap hal-hal yang spesifik, unik dan hal-hal yang amat
mendetail yang tidak dapat diungkap oleh studi yang lain. Studi kasus mampu
mengungkap makna di balik fenomena dalam kondisi apa adanya atau natural.
b. Studi
kasus tidak sekedar memberi laporan faktual, tetapi juga memberi nuansa,
suasana kebatinan dan pikiran-pikiran yang berkembang dalam kasus yang menjadi
bahan studi yang tidak dapat ditangkap oleh penelitian kuantitatif yang sangat
ketat.
2)
Kelemahan Studi Kasus
Dari kacamata penelitian
kuantitatif, studi kasus dipersoalkan dari segi validitas, reliabilitas dan
generalisasi. Namun studi kasus yang sifatnya unik dan kualitatif tidak dapat
diukur dengan parameter yang digunakan dalam penelitian kuantitatif, yang
bertujuan untuk mencari generalisasi.
Implikasi Studi Kasus
dalam Profesi BK.
Ada beberapa argumentasi atau alasan
mengapa setiap guru BK/konselor harus memiliki kemampuan untuk melakukan
penelitian studi kasus, antara lain:
1) Kemampuan guru BK/konselor melakukan
CS dapat meningkatkan kualitas akademik dan non akademik secara terus menerus,
serta mempunyai kemampuan mengambil keputusan sesuai dengan profesinya (profesional
judgment)
2) Penelitian studi kasus (CS), dapat
mengembalikan rasa percaya diri (self confidence) guru BK/konselor,
sehingga mampu mengemban tugas-tugas profesionalnya. Melalui CS, guru BK/konselor
melatih diri mengamati secara jeli beragam problema peserta didik di sekolah,
apa yang menjadi sebab terjadinya problem, dan bagaimana cara mencari jalan
keluar yang terbaik dalam menyelesaikan problem bagi peserta didik.
3) Penelitian studi kasus (CS), dapat
menumbuhkan semangat membebaskan (liberating) dan menyetarakan (emancipating)
dalam konteks profesi guru BK/konselor. Artinya ketika guru BK/konselor
mempunyai rasa kepercayaan diri dan harga diri (self esteem) sebagai
guru BK/konselor yang profesional, dia akan mandiri, tidak tergantung pada
pihak lain, punya semangat inovatif dalam proses layanan pembimbingan siswa.
4) Penelitian studi kasus (CS), dapat
memberikan masukan (input) bagi guru BK/konselor dalam hal: (a)
penyusunan program layanan pembimbingan di kelas (sekolah); (b) strategi
memecahkan beragam problema peserta didik untuk kemudian dicari solusi yang
terbaik dalam mencapai kualitas prestasi belajar siswa; (c) upaya guru BK/konselor
dalam melakukan inovasi layanan pembimbingan pesrta didik di sekolah; dan (d)
membangun iklim hubungan yang persuasif, komunikatif antara peserta didik
dengan guru BK/konselor, sehingga siswa tidak merasa takut atau enggan bertemu
dengan guru BK (Ansyah, 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar