Minggu, 30 Maret 2014

EVOLUSI AKUNTABILITAS KONSELOR



PROGRAM BIMBINGAN dan KONSELING KOMPREHENSIF: EVOLUSI AKUNTABILITAS KONSELOR

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Evaluasi dan Supervisi dalam BK
Dibina oleh Dr. Nur Hidayah, M.Pd



Oleh
Akhmad Sugianto (130111809299)
Nur Fadhilah Umar (130111809297)




The Learning University




PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING
Februari 2014




PROGRAM BIMBINGAN dan KONSELING KOMPREHENSIF: EVOLUSI AKUNTABILITAS KONSELOR

A.    Pendahuluan
Artikel ini menyajikan tentang evolusi akuntabilitas dari 1920 hingga 2003. Isu akuntabilitas merupakan sebuah dialog professional yang urgent (Dahir, & Stone 2003). Konselor sekolah dalam kerangka bimbingan konseling komprehensif diminta untuk menunjukkan kinerja mereka dan kontribusinya terhadap keberhasilan siswa, terutama prestasi akademik siswa. Selain itukonselor sekolahdimintauntuk menceritakanapa yang mereka lakukan, dan menunjukkan bagaimanahasil kinerja mereka terhadap perubahan siswa.
Tujuan artikel ini adalah untuk menelusuri evolusi akuntabilitas yang didokumentasikan dalam literatur professional. Isu akuntabilitas pada Bimbingan konseling konperhensif diperkenalkan disekolah-sekolah pada tahun 1920an sampai dengan tahun 2003.Isu ini menjelaskan tentang pentingnya akuntabilitas, dimana setiap konselor sekolah harus ikut bertanggung jawab terhadapa akuntabilitas tersebut. Konselor sekolah harus menunjukkan hasil studi empiris bahwa program BK komperhensif telah berdampak pada kehidupan siswa.Selanjutnya artikel ini menjelaskan kondisi dan prasyarat akuntabilitas terjadi.

B.     Pengertian Akuntabilitas
Apa sebenarnya makna substansial dari akuntabilitas? Pertanyaan ini sebenarnya sulit untuk dijawab dengan terminologi sederhana. Definisi akuntabilitas dapat berada pada  rentang yang luas di antara berbagai ekstrem pandangan. Dari tradisional ke modern, konservatif ke liberal, atau bahkan kapitalis ke sosialis. Tema ini sungguh bergantung pada kondisi sosio-historik dimana konsep akuntabilitas itu digunakan. Tapi definisi ini kemudian menjadi seragam mengikuti arus besar demokrasi liberal, baik dilihat dari sisi ide, prinsip maupun institusi yang diperlukan di dalam membangun akuntabilitas publik.
Akuntabilitas berasal dari bahasa inggris “accountability” berasal dari dua kata, yaitu “account” (rekening, laporan atau catatan) dan “ability” (kemampuan). Akuntabilitas bisa diartikan sebagai kemampuan menunjukkan laporan atau catatan yang dapat dipertanggungjawabkan.
J.B. Ghartey menyatakan bahwa akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang berhubungan dengan stewardship yaitu apa, mengapa, siapa, ke mana, yang mana, dan bagaimana suatu pertanggungjawaban harus dilaksanakan. Sementara itu Ledvina V. Carino mengatakan bahwa akuntabilitas merupakan suatu evolusi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas yang berada pada jalur otoritasnya. Setiap orang harus benar-benar menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan memberi pengaruh pada dirinya sendiri saja. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa tindakannya juga akan membawa dampak yang tidak kecil pada orang lain.
Sebagai Tenaga Profesional konselor adalah penyandang profesi pendidik yang menguasai dan mewujudkan praktik keprofesionalannya. Realisasi  dari berbagai hal tersebut di atas terwujud di dalam kegiatan konselor dalam rangka memberikan pelayanan kepada sasaran layanan. Pelayanan yang dimaksudkan itu tentulah tidak dilakukan secara acak dan insidental, melainkan memenuhi berbagai ketentuan standar profesional dalam bidang bimbingan dan konseling.
Dari beberapa pengertian di atas, maka yang di maksud dengan akuntabilitas dalam bimbingan dan konseling adalah perwujudan kewajiban konselor/guru BK/guru pembimbing atau unit organisasi (bimbingan dan konseling) untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik.  Dalam hal ini konselor/guru BK/guru pembimbing berkewajiban untuk menjawab dan menjelaskan kinerja dari tindakannya atau badan yang membawahinya kepada pihak-pihak yang memiliki hak untuk meminta jawaban atas kewenangan yang telah diberikan untuk mengelola sumber daya tertentu.
Sumber daya yang dimaksud di atas adalah terfokus kepada prestasi akademik, perkembangan pribadi/sosial, dan karir klien. Prinsip ini mengandung arti bahwa rumusan perilaku yang hendak dicapai, sistem intervensi psikoedukatif dan assessment merupakan komponen yang terkait dalam akuntabilitas bimbingan dan konseling

C.      Manfaat Akuntabilitas
Akuntabilitas itu sangat penting dilakukan untuk melihat sejauhmana program yang kita jlankan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, adapun manfaatnya adalah:
1.       Menentukan dampak program BK pada siswa , orangtua , jurusan , dan iklim sekolah.
2.         Mengetahui apakah para klien telah berhasil mencapai tujuan program.
3.       Identifikasi terhadap hal-hal apa saja yang masih belum dicapai dalam program.
4.       Identifikasi terhadap komponen-komponen yang efektif di dalam program.
5.       Menghapus atau meningkatkan komponen-komponen program yang kurang efektif.
6.       Mengadaptasi serta menyaring proses program BK dan implementasinya.
7.       Mengidentifikasi berbagai konsekuensi yang tidak diharapkan muncul dari program (baik konsekuensi positif maupun negatif);
8.       Mengidentifikasi berbagai bahasan yang perlu diangkat;
9.       Membangun tujuan bagi perkembangan profesionalisme konselor;
10.    Menentukan kebutuhan para staff dan penyesuaian beban kerja;
11.    Menentukan berbagai sumber daya tambahan lainnya yang diperlukan agar program dapat terlaksana secara cermat; dan
12.  Memberikan informasi secara akuntabel  kepada para pendidik dan masyarakat sekitar.

D.    MASALAH DAN REKOMENDASI TENTANG AKUNTABILITAS
1.      Tahun 1920-an
Sebelum tahun 1920, pekerjaan profesional berfokus pada membangun bimbingan dan konseling yang kemudian disebut bimbingan kejuruan di sekolah-sekolah. Pada1920-an, kekhawatiran tentang akuntabilitas mulai diekspresikan, Payne(1924) bahwa “metode apa yang dapat memeriksa hasil bimbingan?. Untuk kelompok-kelompok tertentu apakah bimbingan memeberikan kontribusi? Metode apa yang dapat digunakan untuk melihat kinerja BK?”
Sebagian besar akuntabilitas pada tahun 1920 difokuskan untuk menetapkan standar dan menilai apakah suatu program bimbingan dan konseling telah dilaksanakan. Myers(1926) orang pertama yang menunjukkan standar akuntabilitas dengan mengidentifikasi empat standar, yaitu distribusi waktu yang dipakai pada setiap kegiatan, ketelitian dan kualitas pekerjaan yang telah diselesaikan, dan konsistensi organisasi. Kemudian Edgerton(1929) mempresentasikan data yang menunjukkan bahwa program bimbingan kejuruan yang dibutuhkan mengandung tujuh kegiatan bimbingan yang diklaim lengkap.


2.      Tahun 1930-an
Tahun 1930-an berfokus pada kinerja intensif pada masalah akuntabilitas. Myers(1926) dan Edgerton(1929) menetapkan standar untuk menilai bimbingan dan kegiatan konseling, sebagai sebuah program yang lengkap. Kebutuhan terhadap pengembangan standar dalam menilai kelengkapan program muncul dari beragam kegiatan yang dilakukan di bawah bimbingan dan konseling. Menurut Proctor(1930):
Salah satu kebutuhan yang besardi bidang bimbingan adalah beberapa carayang cukup obyektif membandingkan kegiatan bimbingan dalam satu sistem sekolah menengah dengan yang lain. Hanya dengan cara ini bahwa kita akan sampai pada perkiraan apa yang merupakan setup standar untuk melaksanakan program bimbingan.(hal. 58)
Sehingga, menanggapi Proctor(1930). Kemudian sistem kartu skor yang dirancang untuk menilai apakah atau tidak kegiatan bimbingan dan konseling berfungsi dan berjalan yang  seharusnya. Sistem ini diambil dari konsep evaluasi program (program audit). Akuntabilitas ini pekerjaan penting karena kebutuhan untuk mengembangkan gagasan yang berlaku umum tentang program lengkap bimbingan dan konseling di sekolah.Upaya menetapkan standar untuk mengukur kelengkapan bimbingan danprogram konseling, dimulai dengan mengekspresikan kebutuhan yang berfokus pada hasil.
Evaluasi yang berfokus pada hasil dikembangkan dengan mengidehntifikasi hasil apa yang diharapkan dari program bimbingan dan konseling. Menurut Christy, Stewart, danRosecrance(1930), Hinderman(1930), dan Rosecrance(1930) mengidentifikasi hasil siswa sebagai berikut:
·         Sedikit murid putus sekolah
·         Peningkatan standar beasiswa
·         Moral yang lebih baik yang tumbuh pada setiap diri siswa
·         Hidup yang lebih baik dari system persekolahan
·         Rendahnya kegagalans iswa
·         Memiliki informasi yang lebih baik tentang karir
·         Penyesuaian lulusan yang memuaskan untuk kehidupan masyarakat dan panggilan dan ke perguruan tinggi atau universitas
·         Rendahnya kasusdisiplin
·         Rendahnya jumlah siswa yang absen
·         Pilihan yang lebih cerdas mata pelajaran
·         Kebiasaan belajaryang lebih baik
Treacy ( 1937) menawarkan serangkaian pertanyaan untuk administrator yang digunakan untuk meninjau program BK . Salah satu pertanyaan adalah apakah ada upaya yang terus menerus untuk mengevaluasi efektivitas program bimbingan ?, Selanjutnya, Becker (1937) tercatat sejumlah kriteria yang dapat digunakan untuk menilai efektivitas bimbingan. Dia juga diidentifikasikan sejumlah cara bahwa kriteria ini dapat diukur.
3.      Tahun 1940-an
Literatur dari tahun 1940-an terus menekankan perlunya evaluasi bimbingan. Wrenn(1940), menggantikan fase kerja untuk bimbingan,mendesak agar studi lebih lanjut tentang hasil bimbingan lebih diperlukan. Dia merekomendasikan suatu studi perkembangan dengan menggunakan kelompok kontrol yang cocok pada aspek yang lebih berwujud kepribadian serta pada ukuran objektif seperti nilai ujian dan nilai, yang akan mengevaluasi keberhasilan pekerjaan yang dilakukan dengan siswa dalam hal bidang yang lebih luas berupa penyesuaian hidup, untuk menunjukkan sejauh mana bantuan yang diberikan pada siswa efektif dalam lingkungannya.Sebuah dokumen landmark evaluasi muncul di tahun 1940-an ditulis oleh Froehlich ( 1949) . Dia terakhir dan diklasifikasikan 173 studi sesuai dengan sistem berikut :
1. Kriteriaeksternal :Apakah kamu menggunakan metode ini?
2. Tindak lanjut
: Apa yang kemudian akan dilakukan setelah menggunakan metode ini
3. Pendapatklien
:Bagaimana menurutmu metode ini?
4. Pendapat ahli :
Informasi yang dibutukan tentang metode ini
5. Teknik-teknik khusus
: metode yang lebih kecil
6. Dalamperubahankelompok
: Bagimana metode ini sebelum dan seteah digunakan
7. Antara perubahankelompo
k :apa perbedaan yang terjadi setelah metode ini digunakan
 Kemudian di tahun 1940-an Wrenn (1947) , sekali lagi berbicara kepada kebutuhan untuk mengevaluasi layanan personil. Menurut Wrenn baik personil bimbingan maupun masyarakat telah menyadari kebutuhan untuk evaluasi, tetapi sebagai masyarakat menjadi lebih cerdas tentang apa yang kita lakukan untuk menuntut bukti nilai dari hasil evaluasi tersebut. Travers (1949) , dalam sebuah artikel panjang yang terakhir sejumlah isu seputar evaluasi bimbingan , menyatakan bahwa kemajuan akan lambat sampai pekerja bimbingan datang untuk mengenali bimbingan sebagai situasi belajar yang dapat diselidiki oleh metode yang dikembangkan untuk menyelidiki situasi belajar lainnya. Metode ini melibatkan spesifikasi tujuan pembelajaran yang akan dicapai, spesifikasi sarana untuk mencapai tujuan tersebut, pemilihan kriteria untuk menentukan apakah tujuan pembelajaran telah tercapai, dan penyediaan untuk mengontrol variabel yang relevan.
4.      Tahun 1950-an
Evaluasi bimbingan sekolah dan program konseling terus berlanjut selama tahun 1950 .Evaluasi program bimbingan terus didengar ( Cottle 1957 , Jones , 1951; Mahoney , 1950) yang menekankan perlunya untuk menetapkan kriteria yang lebih baik untuk mengukur hasil bimbingan di sekolah
Bimbingan dan kegiatan konseling pada 1950-an yang terakhir tiga kali dalam Review Educaional Research. Wagner, Arbuckle , &Carnes ( 1951 ) mencatat bahwa telah terjadi peningkatan jumlah studi bimbingan selama 3 tahun periode kajian mereka, fokus dari studi ini telah terbatas pada bagian-bagian tertentu dari bimbingan. Mereka menekankan perlunya untuk mengevaluasi jumlah program serta tahap tertentu. Kemudian, McDaniel (1954) menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan selama bebera periode yang telah menekankan aspek proses program bimbingan dan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan pada efektivitas berbagai struktur organisasi untuk bimbingan . Akhirnya Cottle ( 1957) melaporkan pada beberapa studi yang menunjukkan jumlah program bimbingan di sekolah-sekolah telah berdampak pada kehidupan siswa .
5.      Tahun 1960-an
Tahun 1960-an juga menyaksikan munculnya gerakan akuntabilitas dalam pendidikan . Sebagai pendidikan yang bertanggung jawab atas hasil-hasilnya, begitu juga bimbingan. Hal ini meperjelas bahwa diperlukan konselor sekolah dengan tujuan bimbingan dalam hal terukur dan kemudian menunjukkan bagaimana tujuan tersebut terkait dengan tujuan pendidikan. Itu juga jelas bahwa nilai dari program bimbingan yang semakin akan dinilai berdasarkan dampaknya terhadap siswa.

Pada tahun 1961, Wellman dan Twiford mempersiapkan buletin untuk Kantor Pendidikan Amerika Serikat ( USOE ) berjudul Bimbingan Konseling dan Testing Evaluasi Program. Buletin ini merupakan tanggapan terhadap kebutuhan di Judul VA dari NDEA yang dibutuhkan negara untuk meninjau dan mengevaluasi setiap tahun, program lokal bimbingan dan konseling . Buletin merangkum rekomendasi dari para peserta dari serangkaian lokakarya yang diselenggarakan pada tahun 1959 tentang evaluasi program bimbingan sekolah . Hal ini memberikan beberapa hasil siswa yang diinginkan dari program bimbingan, menawarkan adanya pengumpulan data , dan disajikan melalui metode prosedural yang disarankan yang dapat digunakan dalam studi mahasiswa . Hasil mahasiswa diidentifikasi adalah :
ü  Apakahsiswa mengembangkanpemahaman yang lebih besardarikemampuan mereka, bakat, dan minat?
ü  Apakahsiswa, dan orang tua mereka, sepenuhnya menyadaripeluangdan persyaratanuntuk pendidikandan karir?
ü  Apakahsiswamemilih program, dan mencapaidi dalamnya, sesuai dengankemampuan mereka, bakat, minat,dan kesempatan?
ü  Apakahpara pelajar yangmampumenyelesaikansekolah menengah?
ü  Apakahpara siswa yangmampumelakukannyamelanjutkan pendidikandi luarsekolah menengah?
ü  Apakahpara pelajar yangmelanjutkan pendidikandi luarsekolah menengahyang suksesdalam kegiatanpendidikan mereka?
ü  Apakahsejumlah besarsiswaterutamamampumendapatkanlatar belakang yang lebihluas dalammatematika, sains, danbahasa asing? (Wellman &Twiford, 1961,p. 26)
Neidt(1965) merekomendasikan bahwa tujuan dari National Study yang diusulkan Bimbingan harus mengidentifikasi faktor-faktor dari proses pembinaan yang unik terkait dengan perubahan perilaku siswa. Sebagaimana dilaporkan dalam Wellman dan Moore (1975) desain penelitian Neidt mengemukakan ada empat fase:
1        Perkembangan taksonomi dan definisi operasional variabel yang akan dimasukkan dalam masing-masing dari empat domain variabel, yaitu, proses, kriteria, mahasiswa, dan situasional.
2        Instrumentasi dan bidang pengujian instrumen.
3        Pemilihan sampel.
4        Pengumpulan data dan analisis. (Wellman &Moore)
Dalam serangkaian review dari evaluasi bimbingan dan konseling yang diterbitkan pada tahun 1960 dalam Review Penelitian Pendidikan by Rothney dan Farwell (1960), Patterson (1963), Strowig dan Farwell (1966), dan Gelatt (1969), diskusi berpusat tentang perlunya evaluasi layanan Bimbingan, seperti banyak orang lain di bidang.
6.      Tahun 1970-an
Pada awal 1970-an gerakan akuntabilitas diintensifkan. Bersamaan dengan itu, minat dalam pengembangan pendekatan sistematis yang komprehensif untuk pengembangan dan pengelolaan program bimbingan terus meningkat . Konvergensi dari gerakan ini di tahun 1970-an mendapat stimulus untuk meneruskan tugas mendefinisikan bimbingan perkembangan dalam hal hasil terukur individu sebagai program dalam dirinya sendiri bukan sebagai layanan tambahan untuk program lain .
McDaniel (1970) mengusulkan sebuah model untuk bimbingan yang disebut Youth Guidance Systems. Ini diselenggarakan sekitar tujuan, sasaran , program , implementasi rencana, dan desain untuk evaluasi . Terkait erat dengan model ini Komprehensif Bimbingan Karir System (CCGs) yang dikembangkan oleh personil di Institut Amerika untuk Penelitian (Jones , Helliwell , Ganschow , & Hamilton , 1971; Jones , Hamilton , Ganschow , Helliwell , & Wolff , 1972) . The CCGs dirancang untuk secara sistematis merencanakan, melaksanakan , dan mengevaluasi program bimbingan . Pada waktu yang sama , personel di Pusat Nasional untuk Pendidikan Kejuruan dan Teknis merancang model perilaku untuk bimbingan karir berdasarkan pendekatan sistem yang berfokus pada evaluasi (Campbell, 1971) . Kemudian , American College Testing Program (1976) menciptakan Bimbingan Model River City yang juga menekankan evaluasi hasil program.
Selain pendekatan ini , pendekatan sistematis untuk bimbingan sedang dianjurkan dalam PLAN ( Program Pembelajaran Sesuai dengan Kebutuhan ) Sistem Pendidikan individual pada waktu yang sama (Dunn , 1972) . Bimbingan dilihat sebagai komponen utama dari PLAN dan diperlakukan sebagai bagian integral dari program pembelajaran reguler . Menurut Dunn program bimbingan dalam PLAN " untuk menjadi efektif , harus didasarkan pada bukti empiris
Panduan ini menggambarkan bagaimana untuk mengembangkan , melaksanakan , dan mengevaluasi program bimbingan yang komprehensif . Konsep program digambarkan dalam manual yang berbasis evaluasi, dengan fokus baik pada proses dan evaluasi hasil . Empat pertanyaan yang diajukan yaituapa yang ingin kita capai?, apa jenis sistem pengiriman yang dibutuhkan?,apa yang kami berikan dan lakukan?,apa dampaknya?. Sebagai gerakan menuju perencanaan dan pelaksanaan program bimbingan perkembangan dan akuntabel sistematis pada awal tahun 1970 menjadi lebih canggih , model teoritis mulai diterjemahkan ke dalam , model yang bisa diterapkan praktis untuk diterapkan di sekolah-sekolah . Salah satu contoh dari hal ini terjadi di Mesa , Arizona . Staf bimbingan di Sekolah Negeri Mesa merasa perlu reorientasi program pembinaan mereka agar lebih akuntabel .
Selain upaya-upaya lokal, negara bagian amerika, dan nasional untuk menetapkan bimbingan sebagai sebuah program dan membuatnya akuntabel, ada diskusi besar isu-isu ini dalam literatur profesional. Sebagai contoh, dalam sebuah buku berjudul Penelitian dan Sekolah Konselor , Cramer , Herr , Morris , dan Frantz (1970 ) dikhususkan bab untuk evaluasi program bimbingan . Mereka menunjuk ke " meningkatkan tekanan pada konselor sekolah untuk mendokumentasikan dan membenarkan efektivitas layanan mereka " ( hal. 87 ) . Mereka menggambarkan metodologi mungkin untuk menyelesaikan tugas apakah fokusnya adalah pada evaluasi program bimbingan keseluruhan atau hanya pada aspek-aspek tertentu dari program ini
Pine (1975) melanjutkan dalam artikelnya untuk mengidentifikasi kriteria yang digunakan untuk menetapkan bahwa perubahan perilaku pada siswa telah terjadi di tingkat sekolah dasar sebagai hasil dari terlibat dalam konseling, yaitu : Prestasi akademik, kenaikan nilai rata-rata, peningkatan dalam membaca, hubungan rekan, penyesuaian Pribadi, kehadiran di sekolah, penyesuaian sekolah, sikap terhadap sekolah, kecemasan di sekolah, konsep diri, Harga diri, pemahaman diri, hubungan guru-murid, pengurangan perilaku yang tidak pantas, nilai tes intelligence, menetapkan tujuan yang realistis.
Campbell (1978), Herr (1978), dan Mitchell (1978) menulis dalam Imperatif Baru untuk Bimbingan semua menekankan perlunya dan pentingnya pertanggungjawaban terhadap hasil bimbingan.Campbell menunjukkan bahwa program bimbingan yang diperlukan tidak cukup, dalam mengambil keputusan berdasar dokumentasi hasil.Penelitian, evaluasi, dan akuntabilitas memusatkan perhatiannya terutama memeriksa kebutuhan untuk penelitian dan bagaimana bentuk penelitian yang dasar akuntabilitas.Mitchell menekankan pentingnya memprioritaskan kebutuhan siswa dan menjadi bertanggung jawab atas hasil siswa berdasarkan kebutuhan tersebut.Dalam diskusi nya evaluasi bimbingan dia membuat pengamatan yang menarik tentang sifat studi tersebut.

Top of Form
7.      Tahun 1980-an
Kekhawatiran tentang akuntabilitas tidak mengurang pada tahun 1980, melainkan meningkat. Karena pemotongan anggaran di tingkat federal, negara bagian, dan lokal, tema yang konselor sekolah kelangsungan hidup bergantung pada akuntabilitas lazim (Hayden & Pohlmann, 1981.Sebagai akibat dari kondisi ini banyak artikel yang ditulis tentang perlunya akuntabilitas dalam bimbingan dan kurangnya pekerjaan yang sedang dilakukan untuk membuat program akuntabel (Froehle & Fuqua, 1981; Wilson & Rotter, 1982; Wilson, 1985).  Fairchild dan Zins (1986) melaporkan pada survei nasional praktek akuntabilitas. Dari 239 responden (239 dari 500), 55 persen mengindikasikan mereka mengumpulkan data akuntabilitas. Sisanya menyatakan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang prosedur akuntabilitas dan waktu adalah masalah besar bagi mereka.
8.  Tahun 1990-an
Pada dekade 1990-an dimulai dengan kurangnya penelitian mengenai dampak bimbingan dan konseling, misalnya :
1.    Lee dan Workman (1992)
Mencatat bahwa “Konseling di sekolah mempunyai sedikit bukti empiris untuk mendukung bahwa bimbingan dan konseling memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan anak dan remaja”.
2.    Fairchild (1993)
Menyatakan bahwa meskipun telah terjadi peningkatan bekerja pada akuntabilitas oleh konselor sekolah sejak survey Fairchild dan Zins (1986) yang telah dilakukan sebelumnya, tetapi masih banyak konselor yang tidak mengumpulkan data akuntabilitas tersebut.
3.    Johnson dan Whitfield (1991)
Berencana mempresentasikan untuk mengevaluasi keseluruhan program bimbingan di sekolah, karena evaluasi dianggap bagian yang integral dari setiap program.
4.    Gysbers, Hughey, Starr dan Lapan (1992)
Menjelaskan bahwa kerangka evaluasi secara menyeluruh merupakan sebuah upaya untuk mengevaluasi program bimbingan secara komprehensif di sekolah. Selama periode yang sama Drury (1992) menjelaskan komponen program yang efektif, salah satunya adalah evaluasi. Dalam komponen ini disarankan bahwa evaluasi harus fokus pada hasil program terlebih dahulu baru layanan program.
5.    Wishton dan Sixton (1998)
Menyajikan tinjauan hasil penelitian konseling sekolah yang menghadapi peningkatan tekanan untuk bertanggung jawab
9.  Tahun 2000
1.    Hubert (2000)
Hubert menegaskan kembali pernyataan yang dibuat selama 20 tahun terakhir mengenai pentingnya evaluasi program untuk memperoleh data akuntabilitas mengenai hasil siswa.
2.    Foster, Watson, Meeks dan Young (2002)
Juga menegaskan perlunya akuntabilitas konselor di sekolah.
3.    Lapan (2001)
Menekankan pentingnya program bimbingan dan konseling komprehensif  “dikonsep sebagai system berbasis hasil”.
4.    Hughes dan Jomes (2001)
Mencatat pentingnya akuntabilitas konselor di sekolah.Hal ini juga didukung oleh Johnsohn dan Johnsohn (2003), Dahir dan Batu (2003) bulan februari bahwa konseling sekolah yang professional menekankan kepada akuntabilitas.

C. Study Empiris
Mengingat 80 tahun diskusi tentang pentingnya akuntabilitas untuk bimbingan dan konseling, menimbulkan pertanyaan “Apakah  terdapat studi empiris yang dilakukan untuk mengevaluasi dampak dari bimbingan dan konseling pada siswa? Jawabannya adalah Ya”. Studi empiris mengambil dua bentuk yaitu mengevaluasi dampak bimbingan lebih spesifik dari kegiatan konseling dan mengevaluasi dampak dari program bimbingan dan konseling.Kedua jenis evaluasi ini penting untuk melihat tujuan.
1        Kefauver dan Hand :Kefauver dan Hand (1941) melakukan studi yang melibatkan siswa SMP selama periode 3 tahun. Untuk penelitian ini dua SMP dari Oakland, California dan SMP Pasadena, California. Salah satu sekolah terpilih sebagai kelompok eksperimen (kelompok siswa mendapatkan layanan bimbingan) dan salah satu seolah sebagai control (kelompok siswa yang tidak mendapatkan bimbingan). Hasil temuannya bahwa sekolah yang eksperimen membawa dampak yang menguntungkan karena mendapatkan berbagai informasi dai kegiatan bimbingan sedangkan sekolah control tidak.
2        Rothney :Studi utama tahun 1950 mengenai efek bimbingan di sekolah di Negara bagian Wisconsin, hal ini dikenal sebagai Konseling Wisconsin Study. Rincian lengkap dari hasil study diterbitkan dalam buku Praktek dan Hasil Bimbingan. Dia mengambil sampel 870 mahasiswa dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control, dimana hasil temua dari Rothney ini juga memperkuat hasi temuan dari Kefauver dan Hand bahwa kelompok eksperimen lah yang banyak mendapatkan keuntungan dibandingkan kelompok control.

D. Akuntabilitas Menjalankan Tanggung Jawab
Mengapa akuntabilitas menjadi topic lama yang menjadi kekhawatiran?. Pada saat ini orang mungkin berpikir bahwa ini topic tidak lagi memerlukan perhatian yang professional karena studi empiris telkah menunjukkan bahwa bimbingan  dan konseling tidak membuat perbedaan dalam kehidupan siswa. Topic terus muncul kembali karena akuntabilitas terus muncul. Akuntabilitas merupakan tanggung jawab profesi  yang berlanjut. Jika akuntabilitas tidak pernah berakhir , apa yang bisa dipelajari dari literature yang luas tentang akuntabilitas yang dapat membantu konselor sekolah memenuhi kewajiban akuntabilitas mereka?. Ada beberapa tema dominan yang memiliki dalam literature akuntabilitas sebagai kondisi prasyarat yang harus dicapai dalam akuntabilitas.
1.    Tema pertama berhubungan dengan pola pikir bahwa individu memiliki akuntabilitas.
Banyak orang yang menggapnya sebagai ancaman.Literature menjelaskan bahwa penting untuk menyingkirkan pikiran dari fobia akuntabilitas dari ketakutan terus menerus.Apa yang diperlukan adalah pola pikir bahwa menjadi akuntabel hanyalah sebuah bagian dari bimbingan dan konseling yang dilakukan di sekolah. Ini adalah cara bahwa pekerjaaan ini bisa ditingkatkan dan efektivitas ditunjukkan.
2.    Tema kedua berfokus kepada hasil bimbingan dan koseling di sekolah.
Kebanyakan rencana berisi hasil dari program bimbngan dan konseling dapat berkuntribusi kepada evelauasi dalam program dan efektivitas kepada sebuah program.
3.    Tema bahwa berbicara akuntabilitas saja tidak cukup.
Penting untuk dingat bahwa mengekspresikan tentang akuntabilitas itu tidak cukup tetapi juga harus bertindak.ini adalah waktu untuk konselor sekolah menerima tantangan dan bagaimana menjawab tantangan  dengan menggunakan kebijaksanaan.

DAFTAR RUJUKAN

Gysbers, Norman C. 2003. Comprehensive Guidance and Counseling Programs:The Evolution of Accountability. St. Louis, MO : ACES/ASCA School Counseling Research Summit on June 28–29
Diltz , Dilani M Perera&  Kimberly L Mason: 2010. “Exploration of Accountability Practices of School Counselor : A National Study”:Journal of Professional Counseling, Practice, Theory, & Research. Austin: 38 Spring .1st ed; pg. 52, 19.
Erford, Bradley T(ed). 2010. Orientation To The Counseling Profession Advocacy, Ethics, and essential Profession Foundation.New Jersey: Pearson Education Ltd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar