PROGRAM
BIMBINGAN dan KONSELING KOMPREHENSIF: EVOLUSI AKUNTABILITAS KONSELOR
Makalah
Disusun
untuk memenuhi tugas matakuliah
Evaluasi
dan Supervisi dalam BK
Dibina
oleh Dr. Nur Hidayah, M.Pd
Oleh
Akhmad Sugianto (130111809299)
Nur Fadhilah Umar (130111809297)
The
Learning University
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING
Februari
2014
PROGRAM
BIMBINGAN dan KONSELING KOMPREHENSIF: EVOLUSI AKUNTABILITAS KONSELOR
A.
Pendahuluan
Artikel ini menyajikan
tentang evolusi akuntabilitas dari 1920 hingga 2003. Isu akuntabilitas
merupakan sebuah dialog professional yang urgent (Dahir, & Stone 2003). Konselor sekolah
dalam kerangka bimbingan
konseling komprehensif
diminta untuk menunjukkan kinerja mereka dan kontribusinya
terhadap keberhasilan
siswa, terutama prestasi akademik
siswa.
Selain itukonselor
sekolahdimintauntuk menceritakanapa yang mereka lakukan, dan menunjukkan bagaimanahasil
kinerja mereka terhadap perubahan siswa.
Tujuan artikel ini adalah untuk menelusuri evolusi akuntabilitas yang
didokumentasikan dalam literatur professional. Isu
akuntabilitas pada Bimbingan konseling konperhensif diperkenalkan
disekolah-sekolah pada tahun 1920an sampai dengan tahun 2003.Isu ini
menjelaskan tentang pentingnya akuntabilitas, dimana setiap konselor sekolah
harus ikut bertanggung jawab terhadapa akuntabilitas tersebut. Konselor sekolah
harus menunjukkan hasil studi empiris bahwa program BK komperhensif telah
berdampak pada kehidupan siswa.Selanjutnya artikel ini menjelaskan kondisi dan
prasyarat akuntabilitas terjadi.
B.
Pengertian
Akuntabilitas
Apa sebenarnya makna substansial dari akuntabilitas?
Pertanyaan ini sebenarnya sulit untuk dijawab dengan terminologi sederhana.
Definisi akuntabilitas dapat berada pada rentang yang luas di antara
berbagai ekstrem pandangan. Dari tradisional ke modern, konservatif ke liberal,
atau bahkan kapitalis ke sosialis. Tema ini sungguh bergantung pada kondisi
sosio-historik dimana konsep akuntabilitas itu digunakan. Tapi definisi ini
kemudian menjadi seragam mengikuti arus besar demokrasi liberal, baik dilihat
dari sisi ide, prinsip maupun institusi yang diperlukan di dalam membangun
akuntabilitas publik.
Akuntabilitas berasal dari bahasa inggris “accountability”
berasal dari dua kata, yaitu “account” (rekening, laporan atau catatan) dan
“ability” (kemampuan). Akuntabilitas bisa diartikan sebagai kemampuan
menunjukkan laporan atau catatan yang dapat dipertanggungjawabkan.
J.B. Ghartey menyatakan bahwa akuntabilitas ditujukan untuk
mencari jawaban atas pertanyaan yang berhubungan dengan stewardship yaitu apa,
mengapa, siapa, ke mana, yang mana, dan bagaimana suatu pertanggungjawaban
harus dilaksanakan. Sementara itu Ledvina V. Carino mengatakan bahwa
akuntabilitas merupakan suatu evolusi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh
seorang petugas yang berada pada jalur otoritasnya. Setiap orang harus
benar-benar menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan memberi
pengaruh pada dirinya sendiri saja. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa
tindakannya juga akan membawa dampak yang tidak kecil pada orang lain.
Sebagai Tenaga Profesional konselor adalah penyandang
profesi pendidik yang menguasai dan mewujudkan praktik keprofesionalannya.
Realisasi dari berbagai hal tersebut di atas terwujud di dalam kegiatan
konselor dalam rangka memberikan pelayanan kepada sasaran layanan. Pelayanan
yang dimaksudkan itu tentulah tidak dilakukan secara acak dan insidental,
melainkan memenuhi berbagai ketentuan standar profesional dalam bidang
bimbingan dan konseling.
Dari beberapa pengertian di atas, maka yang di maksud dengan
akuntabilitas dalam bimbingan dan konseling adalah perwujudan kewajiban
konselor/guru BK/guru pembimbing atau unit organisasi (bimbingan dan konseling)
untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan
yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas
kinerja secara periodik. Dalam hal ini konselor/guru BK/guru pembimbing
berkewajiban untuk menjawab dan menjelaskan kinerja dari tindakannya atau badan
yang membawahinya kepada pihak-pihak yang memiliki hak untuk meminta jawaban
atas kewenangan yang telah diberikan untuk mengelola sumber daya tertentu.
Sumber daya yang dimaksud di atas adalah terfokus kepada
prestasi akademik, perkembangan pribadi/sosial, dan karir klien. Prinsip ini
mengandung arti bahwa rumusan perilaku yang hendak dicapai, sistem intervensi
psikoedukatif dan assessment merupakan komponen yang terkait dalam akuntabilitas
bimbingan dan konseling
C.
Manfaat Akuntabilitas
Akuntabilitas itu sangat penting dilakukan untuk melihat
sejauhmana program yang kita jlankan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, adapun manfaatnya adalah:
1. Menentukan dampak
program BK pada siswa , orangtua , jurusan , dan iklim sekolah.
2. Mengetahui apakah para
klien telah berhasil mencapai tujuan program.
3. Identifikasi terhadap
hal-hal apa saja yang masih belum dicapai dalam program.
4. Identifikasi terhadap komponen-komponen
yang efektif di dalam program.
5. Menghapus atau
meningkatkan komponen-komponen program yang kurang efektif.
6. Mengadaptasi serta
menyaring proses program BK dan implementasinya.
7. Mengidentifikasi
berbagai konsekuensi yang tidak diharapkan muncul dari program (baik
konsekuensi positif maupun negatif);
8. Mengidentifikasi
berbagai bahasan yang perlu diangkat;
9. Membangun tujuan bagi
perkembangan profesionalisme konselor;
10. Menentukan kebutuhan
para staff dan penyesuaian beban kerja;
11. Menentukan berbagai sumber
daya tambahan lainnya yang diperlukan agar program dapat terlaksana secara
cermat; dan
12. Memberikan informasi
secara akuntabel kepada para pendidik dan masyarakat sekitar.
D.
MASALAH
DAN REKOMENDASI TENTANG AKUNTABILITAS
1.
Tahun
1920-an
Sebelum tahun 1920, pekerjaan profesional
berfokus pada membangun
bimbingan dan konseling
yang kemudian disebut bimbingan kejuruan
di
sekolah-sekolah. Pada1920-an, kekhawatiran tentang akuntabilitas
mulai diekspresikan, Payne(1924) bahwa “metode apa yang dapat memeriksa
hasil bimbingan?. Untuk kelompok-kelompok tertentu apakah bimbingan memeberikan kontribusi? Metode apa yang dapat digunakan
untuk melihat kinerja BK?”
Sebagian
besar akuntabilitas pada tahun 1920
difokuskan untuk
menetapkan
standar dan
menilai apakah suatu
program
bimbingan dan konseling telah
dilaksanakan. Myers(1926) orang pertama yang menunjukkan
standar akuntabilitas dengan mengidentifikasi
empat
standar, yaitu distribusi waktu yang dipakai
pada setiap
kegiatan, ketelitian dan kualitas
pekerjaan yang
telah diselesaikan, dan konsistensi
organisasi. Kemudian
Edgerton(1929) mempresentasikan data yang
menunjukkan
bahwa program bimbingan kejuruan
yang
dibutuhkan mengandung
tujuh kegiatan bimbingan
yang diklaim
lengkap.
2.
Tahun
1930-an
Tahun 1930-an
berfokus pada kinerja
intensif pada masalah akuntabilitas. Myers(1926) dan
Edgerton(1929) menetapkan standar untuk menilai bimbingan dan
kegiatan
konseling, sebagai
sebuah program
yang lengkap. Kebutuhan terhadap pengembangan standar dalam menilai kelengkapan
program muncul
dari beragam kegiatan
yang dilakukan di bawah bimbingan dan konseling.
Menurut Proctor(1930):
Salah satu kebutuhan
yang besardi bidang bimbingan adalah beberapa
carayang cukup
obyektif membandingkan kegiatan bimbingan dalam satu sistem sekolah
menengah dengan yang lain. Hanya dengan cara
ini bahwa kita
akan sampai pada perkiraan apa yang
merupakan setup standar
untuk melaksanakan program bimbingan.(hal. 58)
Sehingga,
menanggapi Proctor(1930). Kemudian sistem
kartu skor yang dirancang untuk
menilai apakah atau tidak
kegiatan bimbingan dan konseling
berfungsi dan
berjalan yang seharusnya. Sistem ini diambil
dari konsep evaluasi program
(program audit). Akuntabilitas
ini pekerjaan
penting karena kebutuhan untuk mengembangkan
gagasan yang berlaku umum
tentang
program lengkap bimbingan dan konseling
di sekolah.Upaya menetapkan standar untuk mengukur
kelengkapan bimbingan danprogram konseling, dimulai dengan mengekspresikan kebutuhan yang
berfokus
pada hasil.
Evaluasi
yang berfokus pada hasil dikembangkan dengan mengidehntifikasi hasil apa yang
diharapkan dari program bimbingan dan konseling. Menurut Christy, Stewart, danRosecrance(1930),
Hinderman(1930), dan Rosecrance(1930) mengidentifikasi
hasil siswa sebagai berikut:
·
Sedikit murid putus sekolah
·
Peningkatan standar beasiswa
·
Moral yang lebih baik yang
tumbuh pada setiap diri siswa
·
Hidup yang lebih
baik dari system persekolahan
·
Rendahnya kegagalans iswa
·
Memiliki informasi yang
lebih baik tentang karir
·
Penyesuaian lulusan yang memuaskan untuk kehidupan masyarakat
dan panggilan dan
ke perguruan
tinggi atau universitas
·
Rendahnya kasusdisiplin
·
Rendahnya jumlah siswa
yang absen
·
Pilihan yang lebih
cerdas mata pelajaran
·
Kebiasaan belajaryang lebih baik
Treacy ( 1937) menawarkan serangkaian pertanyaan untuk
administrator yang digunakan untuk meninjau program BK . Salah satu pertanyaan adalah
apakah ada upaya yang terus menerus untuk mengevaluasi efektivitas
program bimbingan ?, Selanjutnya, Becker (1937) tercatat sejumlah kriteria yang dapat
digunakan untuk menilai efektivitas bimbingan. Dia juga diidentifikasikan
sejumlah cara bahwa kriteria ini dapat diukur.
3.
Tahun
1940-an
Literatur
dari tahun 1940-an
terus
menekankan perlunya evaluasi
bimbingan. Wrenn(1940), menggantikan fase
kerja untuk bimbingan,mendesak agar
studi lebih
lanjut tentang hasil bimbingan lebih
diperlukan. Dia
merekomendasikan suatu studi
perkembangan dengan
menggunakan kelompok
kontrol yang
cocok pada aspek yang lebih
berwujud kepribadian
serta pada
ukuran
objektif seperti nilai ujian
dan nilai, yang akan mengevaluasi
keberhasilan pekerjaan yang dilakukan
dengan siswa dalam hal
bidang yang
lebih luas berupa penyesuaian hidup, untuk menunjukkan sejauh mana
bantuan yang diberikan pada
siswa efektif dalam lingkungannya.Sebuah dokumen landmark evaluasi muncul di tahun 1940-an
ditulis oleh Froehlich ( 1949) . Dia terakhir dan diklasifikasikan 173 studi
sesuai dengan sistem berikut :
1.
Kriteriaeksternal
:Apakah kamu menggunakan metode ini?
2. Tindak lanjut : Apa yang kemudian akan dilakukan setelah menggunakan metode ini
3. Pendapatklien :Bagaimana menurutmu metode ini?
4. Pendapat ahli :Informasi yang dibutukan tentang metode ini
5. Teknik-teknik khusus : metode yang lebih kecil
6. Dalamperubahankelompok : Bagimana metode ini sebelum dan seteah digunakan
7. Antara perubahankelompok :apa perbedaan yang terjadi setelah metode ini digunakan
2. Tindak lanjut : Apa yang kemudian akan dilakukan setelah menggunakan metode ini
3. Pendapatklien :Bagaimana menurutmu metode ini?
4. Pendapat ahli :Informasi yang dibutukan tentang metode ini
5. Teknik-teknik khusus : metode yang lebih kecil
6. Dalamperubahankelompok : Bagimana metode ini sebelum dan seteah digunakan
7. Antara perubahankelompok :apa perbedaan yang terjadi setelah metode ini digunakan
Kemudian di tahun 1940-an Wrenn (1947) , sekali
lagi berbicara kepada kebutuhan untuk mengevaluasi layanan personil.
Menurut Wrenn baik personil bimbingan maupun masyarakat telah menyadari kebutuhan untuk evaluasi, tetapi sebagai
masyarakat menjadi lebih cerdas tentang apa
yang
kita lakukan untuk menuntut
bukti nilai dari hasil evaluasi tersebut. Travers (1949) , dalam sebuah artikel panjang yang
terakhir sejumlah isu seputar evaluasi bimbingan , menyatakan bahwa kemajuan akan lambat
sampai pekerja
bimbingan datang untuk mengenali
bimbingan sebagai situasi
belajar yang dapat
diselidiki
oleh metode yang dikembangkan untuk
menyelidiki situasi belajar
lainnya. Metode ini melibatkan
spesifikasi tujuan
pembelajaran yang akan
dicapai, spesifikasi sarana untuk mencapai
tujuan
tersebut, pemilihan kriteria untuk
menentukan
apakah tujuan pembelajaran telah tercapai, dan penyediaan untuk mengontrol
variabel yang
relevan.
4.
Tahun
1950-an
Evaluasi bimbingan sekolah dan program konseling terus
berlanjut selama tahun 1950 .Evaluasi program bimbingan terus didengar ( Cottle 1957 ,
Jones , 1951; Mahoney , 1950) yang menekankan perlunya untuk menetapkan kriteria yang lebih
baik untuk mengukur hasil bimbingan di sekolah
Bimbingan dan kegiatan konseling pada 1950-an yang
terakhir tiga kali dalam Review Educaional Research. Wagner, Arbuckle , &Carnes
( 1951 ) mencatat bahwa telah terjadi peningkatan jumlah studi bimbingan selama
3 tahun periode kajian mereka, fokus dari studi ini telah terbatas pada
bagian-bagian tertentu dari bimbingan. Mereka menekankan perlunya untuk
mengevaluasi jumlah program serta tahap tertentu. Kemudian, McDaniel (1954) menunjukkan bahwa penelitian
yang dilakukan selama bebera periode yang telah menekankan aspek proses program bimbingan dan bahwa penelitian
lebih lanjut diperlukan pada efektivitas berbagai struktur organisasi untuk
bimbingan . Akhirnya Cottle ( 1957) melaporkan pada beberapa studi yang
menunjukkan jumlah program bimbingan di sekolah-sekolah telah berdampak pada
kehidupan siswa .
5.
Tahun
1960-an
Tahun 1960-an juga menyaksikan munculnya gerakan
akuntabilitas dalam pendidikan . Sebagai pendidikan yang bertanggung jawab atas
hasil-hasilnya, begitu juga bimbingan. Hal ini meperjelas
bahwa diperlukan konselor sekolah
dengan tujuan bimbingan dalam hal terukur dan kemudian menunjukkan bagaimana
tujuan tersebut terkait dengan tujuan pendidikan. Itu juga jelas bahwa nilai
dari program bimbingan yang semakin akan dinilai berdasarkan dampaknya terhadap
siswa.
Pada tahun 1961, Wellman dan Twiford mempersiapkan
buletin untuk Kantor Pendidikan Amerika Serikat ( USOE ) berjudul Bimbingan
Konseling dan Testing Evaluasi Program. Buletin ini merupakan tanggapan
terhadap kebutuhan di Judul VA dari NDEA yang dibutuhkan negara untuk meninjau
dan mengevaluasi setiap tahun, program lokal bimbingan dan konseling . Buletin
merangkum rekomendasi dari para peserta dari serangkaian lokakarya yang
diselenggarakan pada tahun 1959 tentang evaluasi program bimbingan sekolah . Hal
ini memberikan beberapa hasil
siswa yang diinginkan dari program bimbingan, menawarkan adanya
pengumpulan data , dan disajikan melalui
metode prosedural yang disarankan yang dapat digunakan
dalam studi mahasiswa . Hasil mahasiswa diidentifikasi adalah :
ü Apakahsiswa
mengembangkanpemahaman yang lebih besardarikemampuan mereka, bakat, dan minat?
ü Apakahsiswa, dan orang tua mereka, sepenuhnya menyadaripeluangdan persyaratanuntuk pendidikandan karir?
ü Apakahsiswamemilih program, dan mencapaidi dalamnya, sesuai dengankemampuan mereka, bakat, minat,dan kesempatan?
ü Apakahpara pelajar
yangmampumenyelesaikansekolah menengah?
ü Apakahpara siswa yangmampumelakukannyamelanjutkan
pendidikandi luarsekolah menengah?
ü Apakahpara pelajar
yangmelanjutkan pendidikandi luarsekolah menengahyang suksesdalam
kegiatanpendidikan mereka?
ü Apakahsejumlah
besarsiswaterutamamampumendapatkanlatar belakang yang lebihluas dalammatematika, sains, danbahasa
asing? (Wellman &Twiford,
1961,p. 26)
Neidt(1965) merekomendasikan bahwa tujuan dari National Study yang diusulkan Bimbingan harus mengidentifikasi
faktor-faktor
dari proses pembinaan yang unik terkait dengan perubahan perilaku siswa. Sebagaimana
dilaporkan dalam
Wellman dan Moore (1975) desain
penelitian
Neidt mengemukakan
ada empat fase:
1
Perkembangan taksonomi dan definisi
operasional variabel yang akan
dimasukkan
dalam masing-masing dari empat domain
variabel, yaitu, proses,
kriteria, mahasiswa, dan situasional.
2
Instrumentasi dan bidang
pengujian instrumen.
3
Pemilihan sampel.
4
Pengumpulan data dan analisis. (Wellman &Moore)
Dalam serangkaian review dari evaluasi
bimbingan dan konseling yang diterbitkan pada tahun 1960 dalam Review
Penelitian Pendidikan by Rothney dan Farwell (1960), Patterson (1963), Strowig dan Farwell (1966), dan
Gelatt (1969), diskusi berpusat tentang perlunya evaluasi layanan Bimbingan,
seperti banyak orang lain di bidang.
6.
Tahun
1970-an
Pada awal 1970-an gerakan akuntabilitas diintensifkan.
Bersamaan dengan itu, minat dalam pengembangan pendekatan sistematis yang
komprehensif untuk pengembangan dan pengelolaan program bimbingan terus
meningkat . Konvergensi dari gerakan ini di tahun 1970-an mendapat
stimulus untuk meneruskan tugas mendefinisikan bimbingan
perkembangan dalam hal hasil terukur individu sebagai program dalam dirinya
sendiri bukan sebagai layanan tambahan untuk program lain .
McDaniel (1970) mengusulkan sebuah model untuk bimbingan
yang disebut Youth Guidance Systems. Ini diselenggarakan sekitar tujuan,
sasaran , program , implementasi rencana, dan desain untuk evaluasi . Terkait
erat dengan model ini Komprehensif Bimbingan Karir System (CCGs) yang
dikembangkan oleh personil di Institut Amerika untuk Penelitian (Jones ,
Helliwell , Ganschow , & Hamilton , 1971; Jones , Hamilton , Ganschow ,
Helliwell , & Wolff , 1972) . The CCGs dirancang untuk secara sistematis
merencanakan, melaksanakan , dan mengevaluasi program bimbingan . Pada waktu
yang sama , personel di Pusat Nasional untuk Pendidikan Kejuruan dan Teknis
merancang model perilaku untuk bimbingan karir berdasarkan pendekatan sistem
yang berfokus pada evaluasi (Campbell, 1971) . Kemudian , American College Testing Program
(1976) menciptakan Bimbingan Model River City yang juga menekankan evaluasi
hasil program.
Selain pendekatan ini , pendekatan sistematis untuk
bimbingan sedang dianjurkan dalam PLAN ( Program Pembelajaran Sesuai dengan
Kebutuhan ) Sistem Pendidikan individual pada waktu yang sama (Dunn , 1972) .
Bimbingan dilihat sebagai komponen utama dari PLAN dan diperlakukan sebagai
bagian integral dari program pembelajaran reguler . Menurut Dunn program
bimbingan dalam PLAN " untuk menjadi efektif , harus didasarkan pada bukti
empiris”
Panduan ini
menggambarkan bagaimana untuk mengembangkan , melaksanakan , dan mengevaluasi
program bimbingan yang komprehensif . Konsep program digambarkan dalam manual yang berbasis evaluasi, dengan fokus
baik pada proses dan evaluasi hasil . Empat pertanyaan yang diajukan yaituapa yang ingin
kita capai?, apa jenis sistem
pengiriman yang dibutuhkan?,apa yang kami
berikan dan lakukan?,apa dampaknya?. Sebagai gerakan
menuju perencanaan dan pelaksanaan program bimbingan perkembangan dan akuntabel
sistematis pada awal tahun 1970 menjadi lebih canggih , model teoritis mulai
diterjemahkan ke dalam , model yang bisa diterapkan praktis untuk diterapkan di
sekolah-sekolah . Salah satu contoh dari hal ini terjadi di Mesa , Arizona .
Staf bimbingan di Sekolah Negeri Mesa merasa perlu reorientasi program
pembinaan mereka agar lebih akuntabel .
Selain upaya-upaya lokal, negara bagian
amerika, dan nasional
untuk menetapkan bimbingan sebagai sebuah program dan membuatnya akuntabel, ada
diskusi besar isu-isu ini dalam literatur profesional. Sebagai contoh, dalam
sebuah buku berjudul Penelitian dan Sekolah Konselor , Cramer , Herr , Morris ,
dan Frantz (1970 ) dikhususkan bab untuk evaluasi program bimbingan . Mereka
menunjuk ke " meningkatkan tekanan pada konselor sekolah untuk
mendokumentasikan dan membenarkan efektivitas layanan mereka " ( hal. 87 )
. Mereka menggambarkan metodologi mungkin untuk menyelesaikan tugas apakah
fokusnya adalah pada evaluasi program bimbingan keseluruhan atau hanya pada
aspek-aspek tertentu dari program ini
Pine (1975) melanjutkan dalam artikelnya untuk
mengidentifikasi kriteria yang digunakan untuk menetapkan bahwa perubahan
perilaku pada siswa telah terjadi di tingkat sekolah dasar sebagai hasil dari
terlibat dalam konseling, yaitu : Prestasi
akademik, kenaikan nilai rata-rata, peningkatan dalam membaca, hubungan rekan,
penyesuaian Pribadi, kehadiran di sekolah, penyesuaian sekolah, sikap terhadap sekolah, kecemasan di
sekolah, konsep diri, Harga diri, pemahaman diri, hubungan guru-murid, pengurangan
perilaku yang tidak pantas, nilai tes intelligence, menetapkan tujuan yang
realistis.
Campbell (1978), Herr (1978), dan Mitchell (1978) menulis
dalam Imperatif Baru untuk Bimbingan semua menekankan perlunya dan pentingnya pertanggungjawaban
terhadap hasil bimbingan.Campbell menunjukkan bahwa program bimbingan yang
diperlukan tidak cukup, dalam mengambil keputusan berdasar dokumentasi hasil.Penelitian,
evaluasi, dan akuntabilitas memusatkan perhatiannya terutama memeriksa kebutuhan
untuk penelitian dan bagaimana bentuk penelitian yang dasar
akuntabilitas.Mitchell menekankan pentingnya memprioritaskan kebutuhan siswa
dan menjadi bertanggung jawab atas hasil siswa berdasarkan kebutuhan
tersebut.Dalam diskusi nya evaluasi bimbingan dia membuat pengamatan yang
menarik tentang sifat studi tersebut.
7.
Tahun
1980-an
Kekhawatiran tentang akuntabilitas tidak
mengurang pada tahun 1980, melainkan meningkat. Karena pemotongan anggaran di
tingkat federal, negara bagian, dan lokal, tema yang konselor sekolah
kelangsungan hidup bergantung pada akuntabilitas lazim (Hayden & Pohlmann,
1981.Sebagai akibat dari kondisi ini banyak artikel yang ditulis tentang
perlunya akuntabilitas dalam bimbingan dan kurangnya pekerjaan yang sedang
dilakukan untuk membuat program akuntabel (Froehle & Fuqua, 1981; Wilson
& Rotter, 1982; Wilson, 1985).
Fairchild dan Zins (1986) melaporkan pada survei nasional praktek
akuntabilitas. Dari 239 responden (239 dari 500), 55 persen mengindikasikan
mereka mengumpulkan data akuntabilitas. Sisanya menyatakan mereka tidak
memiliki pengetahuan tentang prosedur akuntabilitas dan waktu adalah masalah
besar bagi mereka.
8. Tahun 1990-an
Pada dekade 1990-an dimulai dengan kurangnya
penelitian mengenai dampak bimbingan dan konseling, misalnya :
1. Lee
dan Workman (1992)
Mencatat bahwa “Konseling di sekolah mempunyai
sedikit bukti empiris untuk mendukung bahwa bimbingan dan konseling memiliki
dampak signifikan terhadap perkembangan anak dan remaja”.
2. Fairchild
(1993)
Menyatakan bahwa meskipun telah terjadi peningkatan
bekerja pada akuntabilitas oleh konselor sekolah sejak survey Fairchild dan
Zins (1986) yang telah dilakukan sebelumnya, tetapi masih banyak konselor yang
tidak mengumpulkan data akuntabilitas tersebut.
3. Johnson
dan Whitfield (1991)
Berencana mempresentasikan untuk mengevaluasi
keseluruhan program bimbingan di sekolah, karena evaluasi dianggap bagian yang
integral dari setiap program.
4. Gysbers,
Hughey, Starr dan Lapan (1992)
Menjelaskan bahwa kerangka evaluasi secara
menyeluruh merupakan sebuah upaya untuk mengevaluasi program bimbingan secara
komprehensif di sekolah. Selama periode yang sama Drury (1992) menjelaskan
komponen program yang efektif, salah satunya adalah evaluasi. Dalam komponen
ini disarankan bahwa evaluasi harus fokus pada hasil program terlebih dahulu
baru layanan program.
5. Wishton
dan Sixton (1998)
Menyajikan tinjauan hasil penelitian konseling
sekolah yang menghadapi peningkatan tekanan untuk bertanggung jawab
9. Tahun 2000
1. Hubert
(2000)
Hubert menegaskan kembali pernyataan yang dibuat
selama 20 tahun terakhir mengenai pentingnya evaluasi program untuk memperoleh
data akuntabilitas mengenai hasil siswa.
2. Foster,
Watson, Meeks dan Young (2002)
Juga menegaskan perlunya akuntabilitas konselor di
sekolah.
3. Lapan
(2001)
Menekankan pentingnya program bimbingan dan
konseling komprehensif “dikonsep sebagai
system berbasis hasil”.
4. Hughes
dan Jomes (2001)
Mencatat pentingnya akuntabilitas konselor di
sekolah.Hal ini juga didukung oleh Johnsohn dan Johnsohn (2003), Dahir dan Batu
(2003) bulan februari bahwa konseling sekolah yang professional menekankan
kepada akuntabilitas.
C. Study Empiris
Mengingat 80 tahun diskusi tentang pentingnya akuntabilitas
untuk bimbingan dan konseling, menimbulkan pertanyaan “Apakah terdapat studi empiris yang dilakukan untuk
mengevaluasi dampak dari bimbingan dan konseling pada siswa? Jawabannya adalah
Ya”. Studi empiris mengambil dua bentuk yaitu mengevaluasi dampak bimbingan
lebih spesifik dari kegiatan konseling dan mengevaluasi dampak dari program
bimbingan dan konseling.Kedua jenis evaluasi ini penting untuk melihat tujuan.
1
Kefauver
dan Hand :Kefauver dan Hand (1941) melakukan studi yang
melibatkan siswa SMP selama periode 3 tahun. Untuk penelitian ini dua SMP dari
Oakland, California dan SMP Pasadena, California. Salah satu sekolah terpilih
sebagai kelompok eksperimen (kelompok siswa mendapatkan layanan bimbingan) dan
salah satu seolah sebagai control (kelompok siswa yang
tidak mendapatkan bimbingan). Hasil temuannya bahwa sekolah yang eksperimen
membawa dampak yang menguntungkan karena mendapatkan berbagai informasi dai
kegiatan bimbingan sedangkan sekolah control tidak.
2
Rothney
:Studi
utama tahun 1950 mengenai efek bimbingan di sekolah di Negara bagian Wisconsin,
hal ini dikenal sebagai Konseling Wisconsin Study. Rincian lengkap dari hasil
study diterbitkan dalam buku Praktek dan Hasil Bimbingan. Dia mengambil sampel
870 mahasiswa dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan
kelompok control, dimana hasil temua dari Rothney ini juga memperkuat hasi
temuan dari Kefauver dan Hand bahwa kelompok eksperimen lah yang banyak
mendapatkan keuntungan dibandingkan kelompok control.
D. Akuntabilitas
Menjalankan Tanggung Jawab
Mengapa akuntabilitas menjadi topic lama yang
menjadi kekhawatiran?. Pada saat ini orang mungkin berpikir bahwa ini topic
tidak lagi memerlukan perhatian yang professional karena studi empiris telkah
menunjukkan bahwa bimbingan dan
konseling tidak membuat perbedaan dalam kehidupan siswa. Topic terus muncul
kembali karena akuntabilitas terus muncul. Akuntabilitas merupakan tanggung
jawab profesi yang berlanjut. Jika
akuntabilitas tidak pernah berakhir , apa yang bisa dipelajari dari literature
yang luas tentang akuntabilitas yang dapat membantu konselor sekolah memenuhi
kewajiban akuntabilitas mereka?. Ada beberapa tema dominan yang memiliki dalam
literature akuntabilitas sebagai kondisi prasyarat yang harus dicapai dalam
akuntabilitas.
1. Tema
pertama berhubungan dengan pola pikir bahwa individu memiliki akuntabilitas.
Banyak orang yang menggapnya sebagai
ancaman.Literature menjelaskan bahwa penting untuk menyingkirkan pikiran dari
fobia akuntabilitas dari ketakutan terus menerus.Apa yang diperlukan adalah
pola pikir bahwa menjadi akuntabel hanyalah sebuah bagian dari bimbingan dan
konseling yang dilakukan di sekolah. Ini adalah cara bahwa pekerjaaan ini bisa
ditingkatkan dan efektivitas ditunjukkan.
2. Tema
kedua berfokus kepada hasil bimbingan dan koseling di sekolah.
Kebanyakan rencana berisi hasil dari program
bimbngan dan konseling dapat berkuntribusi kepada evelauasi dalam program dan
efektivitas kepada sebuah program.
3. Tema
bahwa berbicara akuntabilitas saja tidak cukup.
Penting untuk dingat bahwa mengekspresikan tentang
akuntabilitas itu tidak cukup tetapi juga harus bertindak.ini adalah waktu
untuk konselor sekolah menerima tantangan dan bagaimana menjawab tantangan dengan menggunakan kebijaksanaan.
DAFTAR RUJUKAN
Gysbers,
Norman C. 2003. Comprehensive Guidance
and Counseling Programs:The Evolution of Accountability. St. Louis, MO :
ACES/ASCA School Counseling Research Summit on June 28–29
Diltz , Dilani M Perera& Kimberly L Mason:
2010. “Exploration of Accountability Practices of School Counselor : A National Study”:Journal of Professional Counseling, Practice, Theory, &
Research. Austin: 38 Spring .1st ed; pg. 52, 19.
Erford, Bradley T(ed).
2010. Orientation To The Counseling Profession Advocacy,
Ethics, and essential Profession Foundation.New Jersey: Pearson
Education Ltd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar