Minggu, 30 Maret 2014

TEORI PENDEKATAN FEMINIST THERAPY



TEORI PENDEKATAN FEMINIST THERAPY


RESUME
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Teori dan Pendekatan Konseling
Yang dibina oleh Bapak Dr. Triyono, M.Pd dan Dr. M. Ramili, M.A



Oleh
Akhmad Sugianto
130111809209











PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
DESEMBER 2013


A.  Nama Pendekatan
Nama pendekatan ini adalah Feminst Therapy. Feminist terapi pendekatan feminis memperhatikan faktor-faktor psikologis sekaligus pengaruh sosiologis terhadap konseli. Konseling feminis berfokus pada isu gender dan kekuatan (power) sebagai inti dari proses terapi. Terapi feminis dibangun dari premis bahwa untuk dapat memahami masalah konseli dengan benar, kita juga perlu memahami konteks sosial, budaya, dan politik yang berkontribusi pada masalah tersebut.
B.  Sejarah Perkembangan
1.    Perkembangan sejarah
Terapi Feminis dikembangkan untuk menanggapi tantangan dan kebutuhan yang muncul dari wanita (Brabeck & Brown, 1997). Terapi Feminis berawal dari paham feminis sekitar akhir 1800-an. Para psikolog mulai sadar akan kepentingan perempuan. Pada tahun 1876 Mary Putman Jacobi menyatakan bahwa perempuan membutuhkan istirahat fisik dan mental secara khusus saat menstruasi. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan mulai diperhatikan.  
Pada tahun 1960-an terapi feminis mulai berkembang. Perempuan mulai sadar untuk membentuk kelompok-kelompok untuk memperjuangkan keinginan mereka. Perempuan-perempuan menyatukan suara mereka untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka dalam pembatasan peran perempuan tradisional. Mereka berkumpul bersama untuk berbagi pengalaman dan persepsi serta membantu wanita lain menjadi sadar bahwa mereka tidak sendirian. Suatu persaudaraan dikembangkan dan beberapa layanan berkembang untuk meningkatkan kualitas masyarakat seperti tempat penampungan bagi perempuan korban kekerasan, pusat palayanan korban perkosaan, pusat kesehatan perempuan. Perubahan dalam psikoterapi muncul ketika terapis perempuan berpartisipasi dalam kelompok dan membantu perempuan-perempuan lain dari pengalaman mereka sebagai terapis.
Pada 1970-an adanya penelitian tentang gender yang membantu masa depan terapi feminis dan organisasi formal mulai mendorong perkembangan dan pengesahan terapi feminis. Diantaranya adalah Asosiasi for Women in Psychologi (AWP) dan American Psychological Association (APA). Tahun 1980-an, adanya upaya untuk mengesahkan terapi feminis sebagai model terapi yang berdiri sendiri sehingga hal ini membuat terapi feminis berubah drastis, menjadi lebih beragam karena terfokus pada masalah yang semakin spesifik dan isu-isu seperti body image, hubungan yang salah, gangguan makan, inses, dan kekerasan seksual lainnya (Enns, 1993).
Enns (1993, 2004, Enns & Sinacore, 2001) mengidentifikasi empat filosofi feminis yang disebut "gelombang kedua". Dapat diuraikan sebagai berikut:
a.   Liberal Feminists
Feminis Liberal berfokus pada membantu perempuan mengatasi batas-batas dan kendala peran gender tradisional. Feminis Liberal berusaha untuk mentransformasi peran gender tradisional agar perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama. Tujuan utama dari terapi feminis liberal ialah memberdayakanperempuan, meningkatkan martabat perempuan, meningkatkan kepuasan diri perempuan, laki-laki dan perempuan berbagi kekuasaan dalam pengambilan keputusan dalam hubungan dan kesetaraan. Tujuan lain adalah untuk menghilangkan praktek psikoterapi yang telah mendukung sosialisasi tradisional dan didasarkan pada pandangan bias tentang perempuan dan laki-laki (Enns, 2004).
b.   Cultural Feminists
Feminis budaya percaya penindasan berasal dari rendahnya nilai masyarakat  terhadap kemampuan, nilai-nilai dan peran perempuan. Mereka percaya bahwa untuk menghilangkan kekerasan terhadap perempuan maka harus dilakukannya feminisasi budaya atau dengan kata lain dengan melakukan transformasi nilai-nilai feminis ke dalam budaya.
c.   Radical Feminists
Feminis radikal menyatakan penindasan terhadap perempuan terdapat dalam sistem patriarki(sistem masyarakat yang menyatakan bahwa ayah sebagai kepala keluarga atau ayah yang memiliki kuasa) dan feminis radikal berusaha untuk mengubah masyarakat melalui aktivisme dan menyamakan kekuasaan. Mereka menantang pandangan bahwa perempuan tidak bisa berkuasa. Tujuan utama adalah mengubah relasi gender, mengubah pandangan lembaga-lembaga sosial terhadap kekuasan perempuan dan meningkatkan peran perempuan serta dengan kreatif mendukung perempuan untuk menentukan nasib sendiri.
d.   Socialist Feminists
Tujuan feminis sosialis sama dengan feminis radikal yaitu merubah sosial. Namun penekanan mereka berbeda dimana feminis sosialis lebih mengurusi banyak jenis masalah dan mengatakan bahwa solusi untuk masalah-masalah masyarakat harus mempertimbangkan golongan/kelas, ras, orientasi seksual, ekonomi, kebangsaan, dan sejarah. Tujuan utama dari terapi adalah untuk mengubah hubungan sosial dan lembaga-lembaga sosial.
Pada tahun 1993 para psikolog yang memeluk terapi feminis bertemu pada National Conference on Education and Training in Feminist Practice. Mereka menyapakati tema dasar yang mendasari praktik feminis dan mengambil langkah yang signifikan menuju integrasi dari sejumlah perspektif feminis. Enns (2004) menyatakan bahwa "gelombang ketiga" dari terapi feminis. Perkembangan terapi ini dijelaskan sebagai berikut:
a.   Postmodern Feminists
Feminis Postmodern memberikan model untuk mengkritisi nilai pendekatan tradisional dan feminis lainnya yaitu menangani masalah  yang merupakan realitas dan mengusulkan beberapa kebenaran yang bertentangan dengan kebenaran tunggal.
b.   Women of color feminists
Women of color feminists berjuang agar teori terapi feminis diperluas dan dibuat lebih inklusif yaitu dengan memasukkan analisis penindasan ganda, penilaian akses terhadap hak dan kekuasaan dan aktivisme. Mereka mengkritik beberapa feminis kulit putih yang lebih menggeneralisasi pengalaman perempuan Putih agar sesuai dengan pengalaman semua wanita.
c.   Lesbian Feminists
Feminis lesbian berjuang terhadap penindasan perempuan yang terkait dengan orientasi seksual. Perspektif ini berjuang agar teori feminis menyertakan analisis keragaman identitas dan hubungan mereka dengan penindasan serta mengakui keragaman yang ada dikalangan lesbian.
d.   Global International Feminists
Feminis internasional Global mengambil perspektif seluruh dunia dan berusaha untuk memahami cara-cara dimana rasisme, seksisme, ekonomi, dan classism mempengaruhi perempuan diberbagai negara. Feminis global berasumsi bahwa setiap wanita hidup dibawah system penindasan yang unik. Dan mereka juga mengatakan bahwa perbedaan budaya berkontribusi terhadap penindasan perempuan.
2.    Tokoh-Tokoh Terapi Feminst
Terapi feminis berbeda dari teori atau pendekatan konseling lainnya. Terapi ini didirikan atas usaha bersama oleh banyak orang sehingga tidak ada pendiri tunggal. Corey (2009) mengatakan bahwa ada beberapa pribadi yang telah memberikan kontribusi penting terhadap terapi feminis yaitu sebagai berikut:
a.   Jean Baker Miller, MD (1928-2006)
Jean Baker Miller adalah seorang Profesor Klinik Psikiatri di Boston University School of Medicine dan Direktur Institute Jean Baker Miller Training di Stone Center, Wellesley College. Miller memberikan kontribusi dengan memperluas teori ini dan mengeksplorasi aplikasi baru untuk masalah yang lebih kompleks seperti masalah-masalah keragaman, aksi sosial dan masalah penyesuaian pekerjaan.
b.   Carolyn Zerbe Enns, PhD
Carolyn Zerbe Enns adalah Profesor Psikologi dan berpartisipasi aktif dalam program Women’s Studies di Cornell College di Mt. Vernon, Iowa. Usahanya ialah mengartikulasikan pentingnya terapi feminis multikultural, memperkenalkan praktek terapi feminis diseluruh dunia (terutama di Jepang) dan menulis tentang pendidikan multikultural feminis.
c.   Oliva M. Espin, PhD
Oliva M. Espin adalah Profesor Women’s Studies di San Diego State University dan di Sekolah Psikologi Profesional California, San Diego. Dia adalah pelopor  teori dan praktek terapi feminis dengan perempuan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda-beda dan telah melakukan berbagai penelitian, pengajaran dan pelatihan tentang isu-isu multikultural dalam psikologi.
d.   Laura S. Brown, PhD
Laura S. Brown adalah anggota pendiri Institut Terapi feminis. Institut terapi feminis adalah suatu organisasi yang didedikasikan untuk mendukung teori dan praktek terapi feminis. Brown juga adalah anggota teori kelompok kerja pada National Conference on Education and Training in Feminist Practice. Brown menulis beberapa buku dan bukunya yang berjudul Theory in Feminist Therapy (1994) diangap sebagai buku dasar teori terapi feminis.  Brown memberikan kontribusi tentang bagaimana berpikir tentang etika dan pembatasan-pembatasan serta kompleksitas praktek etis dalam komunitas kecil. Dan saat ini ia berminat terhadap praktek feminis untuk masalah-masalah forensik dan penerapan prinsip-prinsip feminis untuk mengobati traumatik.
C.  Hakikat Manusia
Perspektif feminis didasari oleh sebuah keyakinan bahwa teori-teori tradisional mengenai hakikat dan perkembangan manusia, yang ditemukembangkan dengan perspektif pria-pria Barat, tidaklah dapat diterapkan secara universal. Kebanyakan teori-teori tersebut dikembangkan berdasarkan studi atas laki-laki (sementara perempuan dianggap sama). Para feminis menentang hal ini karena mereka memandang bahwa perempuan dan laki-laki bersosialisasi dengan cara yang berbeda. Ekspektasi peran gender berpengaruh sangat besar pada laki-laki dan perempuan, sehingga teori-teori tradisional tersebut tidak mengena secara tepat pada perempuan. Sosialisasi peran gender (gender-role socialization) merupakan proses multifase, terjadi selama rentang kehidupan, serta menguatkan keyakinankeyakinan dan perilaku-perilaku tertentu yang oleh masyarakat dianggap sebagai hal yang tepat berdasar jenis kelamin biologis (Remer, Rostosky & Wright, 2001).
Proses tersebut berdampak membatasi kepada perempuan dan laki-laki. Sebagai contoh, mitos dan cerita-cerita yang sering kita sampaikan pada anak-anak bahwa laki-laki adalah sosok yang kuat, cerdik, dan mampu dalam banyak hal, sementara wanita adalah sosok yang pasif, tergantung, dan tidak memiliki banyak harapan. Contoh-contoh cerita tersebut seperti: Oedipus yang memecahkan teka-teki Sphinx; Arthur yang mencabut pedang Excalibur dari batu untuk menunjukkan bahwa ia adalah sang raja; dan Jack yang memanjat batang pohon kacang raksasa untuk mendapatkan kekayaan dan keberuntungan. Sebaliknya, Rapunzel dipenjara di sebuah menara tanpa pintu, ditakdirkan menunggu pria penyelamat; nyawa Cinderella bergantung pada pangeran yang memakaikan sepatu kaca di kakinya; dan Putri Tidur yang baru dapat bangun jika dicium oleh laki-laki (Polster, 1992). Cerita-cerita dan hal sejenis demikian akan berdampak luas bagi wanita yang sedang bertumbuhkembang yang belajar bahwa femininitas adalah kebalikan dari kekuatan, asertivitas, kompeten, dan bagi laki-laki yang mempelajari bahwa maskulinitas merupakan kebalikan dari rasa takut, ketergantungan, emosionalitas, atau kelemahan (Lerner, 1988)
D.  Perkembangan Perilaku
1.    Struktur Kepribadian
Ada beberapa pandangan terapi feminis tentang perkembangan kepribadian yaitu sebagai berikut:
a.   Kepribadian seseorang dipengaruhi atau dibentuk oleh harapan peran gender dalam masyarakat
b.   Politik gender dari Amerika yang mengharapkan gadis-gadis menjadi manis, sensitif dan patuh sementara anak laki-laki diharapkan untuk menjadi kuat, tabah, dan berani
c.   Perkembangan identitas dan moralitas perempuan dalam konteks budaya yang didasarkan pada isu-isu tanggung jawab dan perawatan untuk orang lain
d.   Kepribadian seorang perempuan dipengaruhi interaksi dengan orang lain
e.   Kepribadian seorang perempuan dipengaruhi oleh maskulin dan patriarki  
2.    Pribadi Sehat dan Bermasalah
a.    Pribadi Sehat
Pribadi sehat menurut terapi feminis adalah individu yang mampu memiliki kesetaraan gender dan memiliki kekuasaan/control terhadap dirinya.
b.    Pribadi Bermasalah
Pribadi yang bermasalah menurut terapi feminis adalah individu yang mengalami penindasan dan ketidaksetaraan gender.
E.  Hakikat Konseling
Hakikat Konseling Feminis terapi ialah sebagai berikut :
1.    The Personal is political
Feminis terapi mengatakan bahwa masalah seseorang berasal konteks politik dan sosial. Hal ini ialah inti dari terapi feminis.
2.    Commitment to social change
Feminis bertujuan tidak hanya untuk perubahan individu tetapi untuk melakukan sebuah transformasi masyarakat
3.    Women’s and girl’s voices and ways of knowing are valued and their experiences
Perspektif perempuan dianggap sentral dalam memahami penderitaan mereka. Tujuan terapi feminis adalah untuk menggantikan sistem patriarchal dengan kesadaran feminis. Perempuan didorong untuk menghargai emosi dan intuisi mereka dan menggunakan pengalaman pribadi mereka sebagai batu ujian untuk menentukan suatu reality
4.    The counseling relationship is egalitarian
Perhatian terhadap kekuasaan adalah penting dalam terapi feminis dan hubungan terapeutik dianggap sebagai hubungan yang sederajat. Karena terapis beranggapan bahwa konseli adalah ahli bagi dirinya atau hidupnya dan juga karena tujuan terapi ini ialah untuk mengangkat derajat konseli maka dalam proses konseling kesetaraan ini mulai dibentuk
5.    A focus on strengths and a reformulated definition of psychological distress
Terapis feminis memfokuskan pada kekuatan atau kelebihan seseorang dan membingkai kembali tekanan psikologis seseorang. Menurut mereka tekanan psikologis terjadi karena komunikasi sistem masyarakat yang tidak adil. Mereka menolak pelabelan diagnostik dan "model penyakit" penyakit mental
6.    All types of oppression are recognized
Terapis feminis menyatakan bahwa untuk memahami konseli secara baik maka kita perlu memperhatikan kehidupan sosial budayanya. Mereka mengakui bahwa ketidakadilan sosial dan politik memiliki efek negatif pada semua orang. Terapis feminis membantu individu untuk berkembang dan juga melakukan perubahan sosial.
F.   Kondisi Pengubahan
1.    Tujuan
Menurut Enns (dalam Corey, 2009), tujuan konseling feminis berkisar
pada pemberdayaan, menghargai perbedaan, berusaha melakukan perubahan (daripada hanya sekedar penyesuaian), kesetaraan, menyeimbangkan independesi dan interdependensi, perubahan sosial, dan self-nurturance (peduli diri). Enns juga menambahkan bahwa tujuan kunci konseling adalah untuk membantu individu agar dapat memandang diri sebagai agen kepentingan dirinya dan kepentingan orang lain. Yang pasti, tujuan akhir dari konseling ini adalah untuk menghilangkan seksisme serta segala bentuk diskriminasi dan penindasan lainnya di masyarakat.
2.    Peran, Sikap, dan Tugas Konselor
Terapi ini menggunakan berbagai model peran terapis dari berbagai teori dan pendekatan konseling lainnya. Peran dan fungsi terapis akan bervariasi sampai batas tertentu tergantung pada teori apa yang dikombinasikan dengan prinsip-prinsip dan konsep feminis. Berikut ini ada beberapa peran terapis feminis yaitu sebagai berikut:
a.    Feminisme
b.    Memantau prasangka dan penyimpangan-penyimpangan mereka sendiri terutama dimensi sosial dan budaya dari pengalaman perempuan
c.    Terapis feminis memahami segala bentuk penindasan dan mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan psikologis
d.   Terapis feminis secara total hadir dalam konseling
e.    Self-disclosure
f.     Terapis Feminis berbagi diri selama jam terapi dan terapi sebagai sebuah perjalanan bersama
g.    Genuineness, empati dan proaktif
h.    Percayaan kemampuan klien untuk bergerak maju dengan cara yang positif dan konstruktif.
3.    Peran, Sikap, dan Tugas Konseli
Konseli merupakan partisipan aktif dalam proses konseling. Konselor feminis akan memastikan bahwa konseling tidak akan menjadi arena di mana konseli (terutama konseli wanita) tetap pasif dan menjadi dependen. Sangatlah penting agar konseli bercerita dan memberikan pendapat mengenai pengalamannya.
4.    Situasi Hubungan
Hubungan antara terapis dan klien dalam terapi feminis didasarkan pada pemberdayaan dan egalitarianisme. Terapis dan konseli mengembangkan model-model hubungan yang terstruktur yaitu mereka mengidentifikasi dan menggunakan kekuasaan secara bertanggung jawab. Terapis feminis menyatakan dengan jelas nilai-nilai mereka untuk mengurangi kemungkinan konseli mendapatkan kerugian dari hubungan mereka. Hal ini memungkinkan klien untuk membuat pilihan apakah melanjutkan konseling atau tidak. Ini merupakan langkah dalam proses demistifikasi.
Untuk melaksanakan egalitarianisme terapis feminis menggunakan sejumlah strategi (Thomas, 1977). Yaitu sebagai berikut :
Pertama,Para terapis sangat sensitif mempergunakan kekuasaan/jabatan mereka dalam hubungan konseling. Seperti mendiagnosis, menafsirkan atau memberikan nasihat, mampu menempatkan diri sebagai seorang ahli atau dengan mengurangi  dampak ketidakseimbangan dalam hubungan.
Kedua, Para terapis aktif berfokus pada kekuatan para konseli yang mereka miliki   dalam hubungan terapeutik dan memberikan ruang bagi konseli dalam proses konseling. Terapis mendorong konseli untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan mereka, untuk menyadari cara mereka melepaskan kekuasaan dalam hubungan dengan orang lain dan untuk membuat keputusan.
Ketiga, Terapis feminis berbagi persepsi dengan klien, menjadikan konseli sebagai mitra dalam menentukan diagnosis. Jika terapis menunjukkan teknik tertentu, ia akan menjelaskan mengapa dia menggunakan teknik itu dan dia menghormati sepenuhnya keputusan klien untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan konseling. Beberapa terapis feminis menggunakan kontrak sebagai cara untuk membuat tujuan dan proses terapi yang jelas.
Untuk membuat hubungan konselor  dengan konseli lebih efektif maka konselor menyertakan konseli dalam asesment dan proses pengobatan. Konselor menyertakan konseli dari sesi awal sampai sesi terakhir. Walden (2006) menekankan nilai mendidik dan memberdayakan klien. Ketika konselor memberikan informasi tentang sifat dari proses terapi maka konseli partisipasi aktif dalam terapi mereka. Jika konselor membuat keputusan untuk klien daripada dengan klien, maka sesungguhnya konselor telah merampok kekuasaan konseli dalam hubungan terapeutik. Kolaborasi dengan klien dalam semua aspek terapi mengarah ke kemitraan sejati dengan klien.
G.  Mekanisme Pengubahan
1.    Tahap-Tahap Konseling
a.    Peran Penilaian dan Diagnosis
Terapis feminis telah bersikap sangat kritis dari system klasifikasi dan penelitian menunjukkan nahwa jenis kelamin, budaya, dan ras dapat mempengaruhi penilaian gejala klien. Pada tingkatan penilaian penilaian dipengaruhioleh bentuk0bentuk halus dari seksisme, rasisme, etnosentrisme, heterosexisme, usia atau classisme, adalah sangat sulit untuk sampai pada penilaian yang bermakna.
Untuk menjadi sementara terapis dalam mendiagnosis orang dari berbagai latar belakang dan sebagai bagian dari hubungan lebih egaliter, membangun kembali pemahaman tentang masalah dengan klien, bukan memaksakan diagnosis pada konseli. Sesuai dengan fokus pada pemberdayaan konseli, diagnosis adalah proses bersama dimana konseli adalah ahli tentang makna penderitaan mereka. Penilaian dipandang sebagai proses yang berkelanjutan antara klien dan terapis dan terhubung ke intervensi pengobatan (Enns, 2000).
2.    Teknik-Teknik Konseling
Terapis feminis telah mengembangkan beberapa teknik dan beberapa telah dipinjam dari pendekatan tradisional dan disesuaikan dengan model terapi feminis. Teknik-teknik terapi feminis ialah sebagai berikut:
a.    Empowerment/Pemberdayaan
Strategi utama dari terapi feminis adalah memberdayakan klien. Terapis menjelaskan harapan, mengidentifikasi tujuan dan melakukan kontrak dengan konseli yang akan memandu proses terapi. Konselor juga menjelaskan cara kerja terapi sehingga tidak membingungkan dan menjadikan konseli sebagai mitra yang  aktif dalam proses terapi. Hal ini membuat konseli belajar bahwa dia bertanggung jawab atas arah, waktu dan prosedur terapinya
b.    Self-disclosure/Penyingkapan diri
Terapis feminis menggunakan terapi penyingkapan diri untuk menyamakan derajat terapis dan konseli dalam konseling, untuk memberikan contoh bagi konseli, berbagi pengalaman bersama dan memberdayakan konseli. Penyingkapan diri ini harus menunjukkan keaslian dan rasa kebersamaan dari terapis dan harus dilakukan dengan waktu dan sifat pengungkapan yang tepat 
c.    Gender-role Analysis
Analisis peran gender mengeksplorasi dan menilai dampak harapan peran gender pada kesejahteraan psikologis konseli dan menggunakan hasil analisis ini digunakan untuk membuat keputusan tentang perilaku peran gender dimasa yang akan datang. Analisis peran gender berperan untuk mendukung perubahan konseli
d.   Gender-role Intervention
Terapis menggunakan intervensi peran gender untuk memberikan wawasan bagi konseli tentang bagaimana harapan sosial telah mempengaruhi kondisi psikologisnya. Pernyataan terapis akan memberikan pencerahan bagi konseli untuk berpikir lebih positif tentang kaum perempuan dan bagaimana dia bisa berkontribusi untuk anak-anak perempuan muda dimasa depan.
e.    Power Analysis
Terapis dan konseli mengeksplorasikan ketidakadilan dan hambatan-hambatan dalam masyarakat tentang kekuasaan dan sumber daya perempuan serta mengidentifikasi alternative-alternatif untuk keluar dari ketidakadilan dan hambatan-hambatan itu. Hal ini membuat konseli akan belajar untuk menghargai dan menerima dirinya dan tidak bergantung kepada oranglain.  
f.     Bibliotherapy
Bibliotherapy dapat menggunakan buku nonfiksi, buku-buku psikologi dan konseling, otobiografi, buku-buku self-help, video-video pendidikan, film dan bahkan novel
g.    Assertiveness Training
Terapis mengajarkan dan mempromosikan perilaku yang tegas sehingga konseli menjadi sadar akan hak-hak mereka yang melampaui harapan-harapan sosial, mengubah keyakinan negatif dan melakukan perubahan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Terapis dan konseli mempertimbangkan perilaku tegas yang sesuai dengan budaya. Konseli membuat keputusan tentang kapan dan bagaimana menggunakan keterampilan baru itu dan terapis akan membantu konseli untuk mengevaluasi dan mengantisipasi konsekuensi dari sikap tegasnya itu.
h.    Reframing dan Relabeling
Reframing dilakukan dengan maksud agar terapis tidak menyalahkan konseli tetapi mempertimbangakan sumber masalah konseli dari faktor sosial masyarakat. Relabeling adalah memperbaiki label jelek yang melekat pada dirinya menjadi label yang baru yang baik.
i.      Social Action
Aktivitas sosial adalah kualitas yang penting dari terapi feminis. Terapis menyarankan kepada konseli untuk berpartisipasi dalam lembaga-lembaga sosial yang mengurusi kekerasan terhadap perempuan. Hal ini membuat konseli dapat memberdayakan dirinya sendiri.
j.      Group Work
Kelompok kerja adalah suatu teknik konselor untuk membuat kelompok ataupun menyarankan konseli untuk bergabung dalam suatu kelompok untuk mendiskusikan masalah-masalah atau pengalaman-pengalaman yang mereka alami dalam masyarakat. Kelompok-kelompok ini dapat menyediakan jejaring sosial bagi mereka, dapat mengurangi perasaan terisolasi, menciptakan lingkungan yang kondusif dan membantu perempuan menyadari bahwa mereka tidak sendirian.
H.  Hasil-Hasil Penelitian
Srebnik, Debra & Saltzberg, Elayne A. 2008. Dalam penelitiannya dengan tema Feminist Cognitive-Behavioral Therapy for Negative Body Image. Menunjukkan, Terapi feminis untuk citra tubuh negatif menyeimbangkan penekanan pada isu-isu sosial-budaya dan intrapsikis, sedangkan terapi perilaku-kognitif alamat pola pikir tertentu dan perilaku disfungsional. Tulisan ini membahas literatur tentang pendekatan ini dan memberikan saran spesifik untuk mengembangkan sebuah model yang terintegrasi.
1.    Enns & Hackett (1990)
College women preferred feminist counselors to non-feminist counselors when career planning, sexual harassment, or assault was the issue.
2.    Marecek et al. (1979)
67% of women in feminist therapy and 38% of women in traditional therapy found therapy to be helpful
3.    Schneider (1985)
Feminist therapists seen as most helpful for career issues versus marriage or parental concerns
I.     Kelebihan dan Kelemahan
1.    Kelebihan
a.    Praktik konseling feminis adalah yang praktik konseling yang pertama yang
sensitif gender. Orientasi sensitif gender ini kemudian memberikan pengaruh kepada teori konseling lain untuk memberikan perhatian pada perbedaan peran pria dan wanita di masyarakat.
b.    Konseling feminis adalah konseling yang mempertimbangkan dampak konteks budaya dan tekanan sosial terhadap masalah konseli. Dalam memandang masalah, sebagian besar konseling berfokus pada faktor-faktor intrapsikis. Tidak demikian halnya dengan konseling feminis; konseling ini memperhatikan faktor-faktor intrapsikis dan konteks sosial sebagai penyebab masalah.
c.    Konseling feminis mengusahakan kesetaraan posisi dan power antara konselor dan konseli. Sebagian besar teori konseling memposisikan konselor lebih tinggi dari konseli. Bagi konseling feminis, ketimpangan posisi tersebut akan semakin meningkatkan rasa ketidakberdayaan konseli yang muncul dalam sikap ketergantungan pada konselor, rendah self-esteem, dan sejenisnya.
2.    Kelemahan
a.    Konselor feminis tidak berposisi netral. Walaupun konselor menginformasikan orientasi konseling dan nilai yang dianutnya di awal konseling, bila tidak hati-hati, konselor dapat memaksakan orientasi dan nilainya tersebut pada konseli.
b.    Fokus konseling feminis pada konteks sosial sebagai penyebab masalah dapat membuat konseli tidak bertanggungjawab atas perilakunya sendiri.
c.    Terdapat banyak sekali aliran feminisme yang saling berseberangan satu sama lain sehingga juga berpengaruh pada sulitnya menemukan kata sepakat antara para pakar dan konselor feminis.

J.    Sumber Rujukan
Capuzzi, D. & Gross, D. R. 2007. Counseling and Psychotherapy: Theories and
Interventions. New Jersey: Pearson Merril Prentice Hall.
Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont:
Brooks/Cole.
Ivey, A. E., D’Andrea, M., Ivey, M. B., & Morgan, L. S. 2009. Theories of
Counseling & Psychotherapy: A Multicultural Perspective. Boston: Pearson Education, Inc.
Seligman, L. 2006. Theories of Counseling and Psychotherapy: Systems,
Strategies, and Skills. New Jersey: Pearson Merril Prentice Hall.
Sharf, R. S., 2004. Theories of Psychotherapy and Counseling: Concept and
Cases. Canada: Brooks/Cole.

2 komentar:

  1. Casino & Gaming in Council Bluffs - Mapyro
    Welcome to 제천 출장샵 Council Bluffs, a 안양 출장안마 premier destination 안산 출장안마 for gaming 청주 출장샵 and gaming in Council Bluffs. Visit the Casino.com website for gaming information and information  Rating: 3 · ‎10 대구광역 출장샵 votes

    BalasHapus