Senin, 31 Maret 2014

TEORI PENDEKATAN SOLUTION FOCUSED BRIEF THERAPY (SFBT)



TEORI PENDEKATAN SOLUTION FOCUSED BRIEF THERAPY (SFBT)


RESUME
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Teori dan Pendekatan Konseling
Yang dibina oleh Bapak Dr. Triyono, M.Pd dan Dr. M. Ramili, M.A



Oleh
Akhmad Sugianto
130111809209











PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
DESEMBER 2013
A.      Nama Pendekatan
Konseling Berfokus Solusi biasanya dikenal dengan nama (SFBT). Terapi singkat berfokus solusi adalah suatau fenomena barat pertengahan, dan tetap original dalam bentuknya sejak tahun 1980-an oleh Stave deShazer dan Bill O’Hanlon, dimana keduanya dipenagruhi secara langsung oleh Milton Erickson, pencipta terapi singkat di tahun 1940-an. Para praktisioner dan teoris-teoris terkenal lainnya  yang berhubungan dengan konseling berfokus soluusi adalah Michele Weiner-Davis dan Insoo Kim Berg.
B.       Sejarah Perkembangan
Salah satu pendekatan konseling dan psikoterapi yang dipengaruhi oleh pemikiran postmodern adalah pendekatan Solution Focused Brief Therapy (SFBT). Dalam beberapa literatur pendekatan SFBT juga disebut sebagai Terapi Konstruktivis (Constructivist Therapy), ada pula yang menyebutnya dengan Terapi Berfokus Solusi (Solution Focused Therapy), selain itu juga disebut Konseling Singkat Berfokus Solusi (Solution Focused Brief Counseling) dari semua sebutan untuk SFBT sejatinya semuanya merupakan pendekatan yang didasari oleh filosofi postmodern sebagai landasan konseptual pendekatan-pendekatan tersebut.
Banyak tokoh yang memberikan konstribusi terhadap perkembangan SFBT sejak tahun 1970an seperti  Steve de Shazer, Bill O'Hanlon, Michele Weiner-Davis, dan Insoo Kim Berg. Pertama kali tulisan tentang brief therapy ada pada tahun 1970an dan awal 1980an dan yang memberikan konstribusi penting adalah Richard Fisch, John Weakland, Paul Watzlawick, dan Gregory Bateson yang bekerja pada Mental Research Institute di Palo Alto, California (Fisch, Weakland, & r Se gal, 1982 dalam Seligman,L. 2006).
Banyak pendekatan-pendekatan konseling lain juga memberikan konstribusi penting terhadap SFBT seperti Brief psychodynamic psychotherapy, Behavioral dan terapi cognitive-behavioral, Single Session Therapy serta Family therapy. Pendekatan-pendekatan ini lebih memfokuskan bagaimana masalah klien bisa diatasi dan kurang memperhatikan sejarah masa lalu klien.
Pada tahun 1980-an dan 1990-an, Steve de Shazer (1985, 1988), Insoo Kim Berg (Dejong & Berg, 2002), O'Hanlon Bill, dan Michele Weiner-Davis (O'Hanlon &-Weiner Davis, 1989; Weiner-Davis , 1992) juga memberikan kontribusi penting untuk SFBT. Namun Solution Focused Brief Therapy (SFBT) pertama kali dipelopori oleh Insoo Kim Berg dan Steve De Shazer. Keduanya adalah direktur eksekutif dan peneliti senior di lembaga nirlaba yang disebut Brief Family Therapy Center (BFTC) di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat pada akhir tahun 1982.
Secara filosofis, pendekatan SFBT didasari oleh suatu pandangan bahwa sejatinya kebenaran dan realitas bukanlah suatu yang bersifat absolute namun realitas dan kebenaran itu dapat dikonstruksikan. Pada dasarnya semua pengetahuan bersifat relatif karena ia selalu ditentukan oleh konstruk, budaya, bahasa atau teori yang kita terapkan pada suatu fenomen tertentu. Dengan demikian, realitas dan kebenaran yang kita bangun (realitas yang kita konstruksikan) adalah hasil dari budaya dan bahasa kita. Apa yang dikemukakan tersebut merupakan beberapa pandangan yang dilontarkan oleh para penganut konstruktivisme sosial yang mengembangkan paradigmanya berdasarkan filosofis postmodern. Pemikiran postmodern tersebut memberikan dampak terhadap perkembangan teori konseling dan psikoterapi serta mempengaruhi praktik konseling dan psikoterapi kontemporer.
C.      Hakikat Manusia
Prinsip dasar dari terapi singkat berfokus solusi sebagai berikut :
1.    Manusia pada dasarnya sehat, memiliki kekuatan atau kelebihan. Insoo Kim Berg dan Steve de Shazer mengatakan bahwa kekuatan-kekuatan tersebut aktif dalam membantu klien/manusia menangani situasi mereka. Masalahnya bukan pada klien tidak dapat menyelesaikan masalahnya tanpa pelatihan tambahan atau kepatuhan terhadap pandangan/nasihat konselor tentang masalah tersebut. Melainkan kekuatan yang melekat pada mereka lah yang pada akhirnya akan mereka gunakan dalam memecahkan masalah.
2.    Manusia memiliki kemampuan (kompetensi)
3.    Manusia memiliki keberdayaan (kapasitas) untuk membangun (mengkontruksi) solusi.
4.    Manusia tidak terpaku pada masalah tetapi berfokus pada solusi.
5.    Perubahan terjadi sepanjang waktu.
6.    Manusia tidak bisa mengubah masa lalunya.
D.      Perkembangan Perilaku
1.    Struktur Kepribadian
Struktur  kepribadian manusia berdasarkan teori SFBC adalah sebagai berikut:
a.    SFBC tidak menggunakan teori kepribadian dan psikopatologi yang ada saat ini
b.    Konselor tidak bisa memahami secara pasti tentang penyebab masalah individu
c.    Konselor perlu tahu apa yang membuat orang memasuki masa depan yang lebih baik dan sehat, yaitu tujuan yang lebih baik dan sehat
d.   Individu tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi bisa mengubah tujuannya
e.    Tujuan yang lebih baik dapat mengatasi masalah dan mengantarkan masa depan yang lebih produktif
f.     Konselor perlu mengetahui karakteristik tujuan konseling yang baik dan produktif, proses positif, saat ini, praktis, spesifik, kendali konseli dan bahasa konseli
g.    Sebagai ganti teori kepribadian dan psikopatologi, masalah dan masa lalu, SFBC berfokus pada saat ini yang dipandu oleh tujuan positif  yang spesifik yang dibangun berdasarkan bahasa konseli dan dibawah kendalinya.
2.    Pribadi Sehat dan Bermasalah
a.    Pribadi Sehat
1)   Manusia pada dasarnya kompeten, memiliki kapasitas untuk membangun, merancang/ merekonstruksikan solusi-solusi sehingga mampu menyelesaikan masalahnya
2)   Tidak berkutat pada masalah, tetapi fokus pada solusi dan bertindak mewujudkan solusi yang diinginkan
b.    Pribadi Bermasalah
1)   Mengkonstruk kelemahan diri. Dengan cara mengkonstruk cerita yang diberi label “masalah” dan meyakini bahwa ketidakbahagiaan berpangkal pada dirinya.
2)   Berkutat pada masalah dan merasa tidak mampu  menggunakan solusi yang dibuatnya.
E.       Hakikat Konseling
Walter dan Peller berpikir mengenai konseling berfokus solusi sebagai model yang menerangkan bagaimana orang berubah dan bagaimana mereka dapat meraih tujuan mereka. Berikut ini beberapa asumsi dasar SFBC:
1.    Individu-individu yang datang konseling telah mempunyai kemampuan berperilaku efektif, meskipun keefektifan tersebut mungkin untuk sementara terhambat oleh pikiran negatif. Pikiran berfokus masalah mencegah orang dari mengenali cara efektif mereka dalam menangani masalah
2.    Ada  keuntungan untuk fokus positif pada solusi dan di masa depan. Jika konseli dapat mereorientasi diri mereka dengan mengarahkan kekuatan mereka menggunakan “solution –talk”, merupakan suatu kesempatan bagus dalam konseling singkat
3.    Proses konseling diorientasikan pada peningkatan kesadaran eksepsi (harapan-harapan yang  menyenangkan) terhadap pola masalah yang dialami dan pemilihan proses perubahan
4.    Konseli sering mengatakan satu sisi dari diri mereka. SFBC mengajak konseli untuk memerika sisi lain dari cerita hidupnya yang disampaikan.
5.    Perubahan kecil membuka jalan bagi perubahan besar. Seringkali, perubahan kecil adalah semua yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dibawa konseli ke konseling
6.    Konseli ingin berubah, memiliki kemampuan untuk berubah, dan melakukan yang terbaik untuk membuat perubahan terjadi. Konseli harus mengambil sikap kooperatif dengan konseli daripada merancang strategi sendiri untuk mengendalikan  hambatan. Ketika konselo mencari cara untuk kooperatif dengan konseli, maka perlawanan/ resistensi tidak akan terjadi.
7.    Konseli bisa percaya pada niat mereka untuk menyelesaikan masalah mereka. Tidak ada solusi yang “benar” untuk masalah spesifik yang dapat diaplikasikan pada semua orang. Setiap individu unik dan begitu juga pada setiap penyelesaian masalahnya.
F.       Kondisi Pengubahan
1.    Tujuan
Tujuan dari terapi singkat berfokus solusi sebagai berikut :
a.    Mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat.
b.    Mengantar klien/manusia meraih kehidupan yang lebih sehat dan lebih bahagia baik masa kini maupun ke masa depan.
c.    Membantu klien mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diinginkan klien, terjadi di dalam kehidupan mereka dan terus terjadi.
d.   Membantu klien membangun visi yang dipilih untuk masa depan mereka.
e.    Membantu klien mengidentifikasi hal-hal yang baik untuk kehidupan mereka saat ini dan ke masa depan.
f.     Membantu klien membawa kesuksesan sekecil apapun ke dalam kesadaran mereka.
g.    Membantu klien untuk mengulang keberhasilan yang pernah mereka lakukan.
h.    Pengubahan pandangan mengenai situasi atau kerangka berpikir, pengubahan cara menghadapi situasi problematik, dan merekam sumber-sumber dan kekuatan klien.
i.      Adanya keterlibatan dalam pemberian bantuan klien untuk menerima pergantian bahasa dan penyikapan dari bicara tentang masalah ke bicara tentang solusi. Klien didorong untuk terlibat dalam perubahan atau bicara solusi daripada bicara masalah/problem, dengan asumsi bahwa apa yang kita katakana kebanyakan akan menjadi apa yang kita hasilkan. Bicara tentang masalah akan menghasilkan masalah berikutnya. Bicara tentang perubahan akan menghasilkan perubahan. Begitu individu/klien itu belajar berbicara dalam pengertian apa yang mereka mampu untuk lakukan secara baik, sumber-sumber dan kekuatan apa yang mereka punyai, dan apa yang mereka telah lakukan dan bisa terlaksana, mereka telah mencapai tujuan utama terapi (Nicholas dan Schwartz).
2.    Sikap, Peran, dan Tugas Konselor
a.    Klien sepenuhnya mengambil bagian dalam proses terapeutik jika mereka berkeinginan untuk menentukan arah dan tujuan percakapan (Walter & Peller, 1996).
b.    Terapis berusaha untuk menciptakan hubungan kolaboratif untuk membuka berbagai kemungkinan sekarang dan perubahan masa depan (Bertolipo & O’Hanlon, 2002).
c.    Terapis menciptakan iklim saling menghormati, dialog, pertanyaan, dan penegasan di mana klien bebas untuk menciptakan, mengeksplorasi, dan co-penulis cerita-cerita mereka yang berkembang (Walter & Peller, 1996).
d.   Tugas utama terapeutik terdiri dari membantu klien membayangkan bagaimana mereka akan menyukai hal-hal yang berbeda dan apa yang diperlukan untuk membawa perubahan-perubahan ini (Gingericli & Eisengart, 2000).
e.    Beberapa pertanyaan Walter dan Peller (2000) yang berguna adalah;
Ø “Apa yang Anda inginkan datang ke sini?”
Ø “Bagaimana hal itu membuat perbedaan bagi Anda?” dan
Ø “Apa yang menjadi tanda-tanda bagi Anda bahwa perubahan yang Anda inginkan terjadi?”
3.    Sikap, Peran, dan Tugas Konseli
Konseli mampu berkolaborasi dengan konselor, berpartisipasi secara aktif, mempunyai motivasi dan keterlibatannya dalam konseling
4.    Situasi Hubungan
De Shazer (1988) menggambarkan tiga jenis hubungan yang dapat dikembangkan antara terapis dan klien untuk membangun SFBT:
a.    Klien dan terapis secara bersama-sama mengidentifikasi masalah dan solusi.
b.    Klien menyadari bahwa untuk mencapai tujuan nya, usaha pribadi akan diperlukan.
c.    Klien menggambarkan masalah tetapi tidak mampu berperan dalam membangun sebuah solusi. Dalam situasi ini, mantan klien umumnya respects pada terapis untuk mengubah orang lain kepada siapa klien masalah atribut.
d.   Konselor memposisikan dirinya pada posisi tidak tahu tentang klien bahwa klienlah yang ahli dalam kehidupannya sendiri.
e.    Konselor menggunakan teknik empati, summarization, parafrase, pertanyaan terbuka, dan keterampilan mendengarkan secara aktif untuk memahami situasi klien secara jelas dan spesifik.
G.      Mekanisme Pengubahan
1.    Tahap-Tahap Konseling
a.    Establishing rapport. Yaitu pembentukan hubungan baik agar proses konseling berjalan lancar seperti yang diharapkan. Agar tercipta iklim yang kolaboratif antara konselor dengan konseli.
b.    Identifying a solvable complaint. Yaitu mengidentifikasi keluhan-keluhan yang akan dipecahkan.
c.    Establishing goals atau menetapkan tujuan yang akan dicapai dalam proses konseling.
d.   Deigning an intervention atau merancang intervensi
e.    Strategic task  that promote change. Yaitu tugas tertentu yang diberikan oleh konselor untuk mendorong perubahan. Misalnya dengan meminta konseli untuk mengamati  dengan mengatakan:” antara sekarang dan waktu mendatang kita bertemu, saya meminta anda untuk mengamati, sehingga Anda dapat menggambarkan pada saya pada pertemuan mendatang, apa yang terjadi di kehidupan Anda yang Anda inginkan terjadi secara berkelanjutan”.  Penugasan tersebut mendorong konseli bahwa perubahan yang diinginkan pasti terjadi dan tidak terelakkan. Hal tersebut sangat penting dipahami sebelum mereka memulai merancang perubahan.
f.     Identifying & emphazing new behavior & changes. Yaitu mengidentifikasi dan menguatkan perilaku baru dan perubahan.
g.    Stabilization atau stabilisasi
h.    Termination. Pada tahap terminasi, ciri-ciri pertanyaan yang diajukan konselor untuk mengidentifikasi keberhasilan knseling yaitu: “apa hal berbeda yang diperlukan dalam hidup Anda yang dihasilkan dengan datang kemari sehingga Anda mengatakan bahwa pertemuan kita bermanfaat?”, dan “ketika masalah Anda teratasi, hal berbeda apa yang akan Anda lakukan?”.
2.    Teknik-Teknik Konseling
a.    Exeption-Finding Questions: Pertanyaan tentang saat-saat dimana konseli bebas dari masalah. SFBT didasarkan pada gagasan dimana ada saat-saat dalam hidup konseli ketika masalah yang mereka identifikasi tidak bermasalah. Waktu tersebut disebut pengecualian dan disebut “news of difference”. Konselor SFBC mengajukan ask exeption question untuk menempatkan konseli pada waktu-waktu ketika tidak ada masalah, atau ketika masalah yang ada tidak kuat. Pengecualian merupakan pengalaman hidup konseli di masa lalu ketika dimungkinkan  masalah tersebut masuk akal terjadi, tetapi entah bagaimana hal itu tidak terjadi. Dengan membantu konseli mengidentifikasi dan memeriksa pengecualian tersebut kemungkinan meningkatkan mereka dalam bekerja menuju solusi. Eksplorasi ini mengingatkan konseli bahwa masalah tidak selalu kuat dan  ada selamanya; juga menyediakan kesempatan untuk meningkatkan sumberdaya, melibatkan kekuatan, dan  menempatkan solusi yang mungkin. Konselor menanyakan pada konseli apa yang harus dilakukan agar pengecualian ini lebih sering terjadi. Dalam istilah SFBC, hal ini disebut “change-talk”.
b.    Miracle Questions: Pertanyaan yang mengarahkan konseli berimajinasi apa yang akan terjadi jika suatu masalah dialami secara ajaib terselesaikan. Konselor menanyakan “ jika suatu keajaiban terjadi dan masalah Anda terpecahkan dalam waktu semalam, bagaimana Anda tahu bahwa masalah tersebut terselesaikan, dan apa yang akan berbeda?”. Konseli kemudian terdorong untuk menegaskan apa yang mereka inginkan agar merasa lebih percaya diri dan aman, konselor bisa mengatakan: “ biarkan dirimu berimajinasi bahwa kamu meninggalkan kantor hari ini dan kamu dalam  rel untuk bertindak lebih percaya diri dan aman. Hal berbeda apa yang akan kamu lakukan?”. Mengubah hal yang dilakukann dan cara pandang terhadap masalah  mengubah masalah tersebut. Meminta konseli untuk mempertimbangkan keajaiban tersebut dapat membuka celah kemungkinan di masa depan. Konseli didorong untuk mengikuti mimpinya sebagai cara dalam mengidentifikasi perubahan apa saja yang paling ingin mereka lihat. Pertanyaan ini memiliki fokus masa depan bahwa konseli dapat mulai  mempertimbangkan hal yang berbeda dalam hidupnya yang tidak didominasi oleh masalah tertentu. Intervensi ini menggeser penekanan  dari masa lalu dan masalah saat ini menuju kehidupan yang lebih memuaskan di masa depan.
c.    Scaling Questions: Pertanyaan yang meminta konseli menilai kondisi dirinya (masalah, pencapaian tujuan) berdasarkan skala 1-10. Konselor SFBC juga menggunakan teknik ini ketika mengubah pengalaman konseli yang tidak mudah diobservasi, seperti perasaan, keinginan atau komunikasi. Sebagai contoh, seorang perempuan mengatakan bahwa dia merasa panik atau cemas, bisa ditanyakan:” pada skala 0-10, dengan 0 adalah apa yang Anda rasakan ketika Anda pertama kali datang konseling dan 10 sebagai perasaan Anda hari ini setelah keajaiban terjadi dan  masalah Anda teratasi, bagaimana Anda menyatakan  skala kecemasan Anda sekarang?”. Bahkan jika konseli hanya berkembang dari 0 ke 1, dia telah berkembang. Bagaimana dia melakukan itu? Apa yang dia perlukan untuk meningkatkan skala? Pertanyaan skala memungkinkan konseli untuk lebih memperhatikan apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka dapat mengambil langkah yang akan memandu perubahan yang mereka inginkan.
d.   Coping Questions: Pertanyaan yang meminta konseli mengemukakan pengalaman sukses dalam menangani masalah yang dihadapi.
e.    Compliments: Pesan tertulis yang dirancang untuk memuji konseli atas kelebihan, kemajuan, dan karakteristik positif bagi pencapaian tujuannya. 
H.      Hasil-Hasil Penelitian
Penelitian SFBC telah dilakukan oleh Mulawarman dengan judul Penerapan SFBT untuk meningkatkan harga diri siswa (self esteem) suatu embedded experimental design. Hasil penelitian dilihat dari hasil secara kuantitatif ditemukan perbedaan tingkat self esteem siswa sebelum mendapatkan intervensi SFBT dengan menggunakan Wilcoxon signed rank test, dimana nilai tersebut adalah 2, 207. Pada sisi kualitatif dengan berdasarkan pada hasil analisis percakapan ditemukan bahwa harga diri rendah berubah menjadi harga diri tinggi.
I.         Kelebihan dan Kelemahan
1.    Kelebihan
a.    Berfokus pada solusi
b.    Fokus treatment pada hal yang spesifik dan jelas
c.    Penggunaan waktu yang efektif
d.   Berorientasi pada waktu sekarang (here and now)
e.    Bersifat fleksibel dan praktis dalam penggunaan teknik-teknik intervensi
2.    Kelemahan
a.    Pendekatan ini hampir tidak memperhatikan riwayat konseli
b.    Pendekatan ini kurang memfokuskan pencerahan
c.    Pendekatan  ini menggunakan tim, setidaknya beberapa praktisi, sehingga membuat perawatan ini mahal
d.   Terapi bertujuan tidak secara tuntas menyelesaikan masalah klien
e.    Keterbatasan waktu yang menjadi orientasi penggunaannya
f.     Dalam penerapannya menuntut keterampilan konselor dalam penggunaan bahasa
g.    Menggunakan teknis-teknis keterampilan berfikir (Mind Skills)

J.        Sumber Rujukan
Corey,Gerald. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont,CA: Brooks/Cole
Kelly, Michael. S. Kim, Johnnya. S. Franklin Cynthia. 2008. Solution-Focused Brief Therapy In Schools. Oxford: University Press.
Bannink, F.P. 2007. Solution-Focused Brief Therapy. Amsterdam: Springer Science & Business Media
Gillon, Ewan.2007. Person Centered Counseling Psychology An Introduction. London: Sage Publications
Jackson, Paul. & Mc.Kergow, Mark. 2007. The Solusion Focus (Second Edition). London: Nicholas Brealey International
Seligman,L. 2006. Theories of Counseling and Psychotherapy. Columbus, Ohio: Pearson Merril Prentice Hall


1 komentar: