TEORI
PENDEKATAN REALITY THERAPY
RESUME
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Teori dan Pendekatan Konseling
Yang dibina oleh Bapak Dr. Triyono,
M.Pd dan Dr. M. Ramili, M.A
Oleh
Akhmad Sugianto
130111809209
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
PROGRAM
STUDI BIMBINGAN KONSELING
NOVEMBER
2013
A.
Nama
Pendekatan
Nama
pendekatan dalam konseling ini adalah pendekatan reality therapy (terapi realita). Terapi realitas adalah suatu
system yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Inti dari terapi realitas
adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan
mental. Terapi realitas adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku karena
dalam penerapan-penerapan institusionalnya merupakan tipe pengondisian operan
yang ketat.
B.
Sejarah
Perkembangan
William Glasser lahir pada tahun
1925 di Cleveland,ohio. Glasser belajar teknik kimia di Case Western
Reserve University di Cleveland, kemudian Glasser beralih ke
Psikologi (MA, Psikologi Klinis, 1948) dan kemudian ke psikiatri.
Glasser kemudian menyelesaikan pelatihan psikiatri di Veterans Administration
dan UCLA Los Angeles. Pada tahun 1946 Glasser menikahi Naomi Flasser. Pada
tahun 1992 Naomi meninggal dunia karena penyakit kanker. Glasser tidak
menganggap dirinya seorang bujangan yang baik dan pencariannya yang cukup sulit
untuk mendapatkan pengganti pasangan hidup akhirnya mempertemukannya dengan
Carleen Glasser,dan akhirnya menikahi dan mendapatkan kebahagiaan bersama istri
keduanya. Carleen Glasser merupakan seorang instruktur senior di William
Glasser Institute.
Glasser menolak model
Freudian, yang disebabkan psikiatri psikoanalitik. Terapi
realitas muncul dari ketidakpuasan Glasser dengan psikiatri psikoanalitik
seperti yang diajarkan selama pelatihannya. Glasser berfikir bahwa ada tekanan
yang terlalu besar pada perasaan dan riwayat masa lalu konseli dan tidak ada
penekanan yang cukup pada apa yang dilakukan konseli. Di awal kariernya,
Glassermerupakan seorang psikiater di Ventura sekolah untuk anak
perempuan, penjara dan sekolah yang dioperasikan oleh otoritas california
pemuda, Glasser menjadi yakin bahwa pelatihan psikoanalitik nya terbatas
kegunaan di penyuluhan anak-anak muda. Melalui pengamatan ini,
Glasser berpikir lebih baik untuk berbicara dengan bagian konseli
yang sehat, bukan sisi terganggu mereka. Glasser juga berpengaruh oleh G. L.
Harrington, seorang psikiater dan mentor. Harrington percaya mendapatkan pasien
yang terlibat dalam proyek-proyek di dunia nyata, dan pada akhir residensinya
Glasser mulai mengumpulkan semuanya dan pada tahun 1962 dikenal sebagai
realitas terapi.
Glasser menjadi yakin bahwa hal itu
sangat penting bahwa klien menerima tanggung jawab pribadi untuk perilaku
mereka. Pada awal 1980-an, Glasser sedang mencari sebuah teori yang bisa
menjelaskan semua karyanya. Glasser belajar tentang teori kontrol dari William
Powers, dan ia percaya teori ini memiliki potensi besar. Ia menghabiskan 10
tahun ke depan memperluas, merevisi, dan menjelaskan apa yang awalnya
diajarkan. Pada tahun 1996 Glasser telah menjadi yakin bahwa revisi ini jadi
telah berubah teori bahwa itu menyesatkan untuk terus menyebutnya teori
kontrol, dan ia berubah nama menjadi teori pilihan menggambarkan semua yang ia
kembangkan. Inti dari realitas terapi, sekarang diajarkan ke seluruh dunia,
adalah bahwa kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita pilih untuk
dilakukan. Asumsi dasar adalah bahwa kita semua dapat mengontrol
kehidupan kita sekarang.
C.
Hakekat
Manusia
Glasser
percaya bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara konstan
(terus-menerus) hadir sepanjang rentang kehidupan dan harus dipenuhi. Ketika
sesorang mengalami masalah, hal tersebut disebabkan oleh satu faktor, yaitu
terhambatnya seseorang dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya. Secara lebih
rinci Glasser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar psikologis manusia,
meliputi:
1. Cinta/rasa
memiliki (love/belonging)
Salah satu kebutuhan psikologis manusia adalah kebutuhannya
untuk merasa memiliki dan terlibat atau melibatkan diri dengan orang lain.
Beberapa aktivitas yang menunjukkan kebutuhan ini antara lain: persahabatan,
acara perkumpulan tertentu, dan keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan.
2. Kekuasaan
(Power)
Kebutuhan akan kekuasaan (power) meliputi kebutuhan
untuk berprestasi, merasa berharga, dan mendapatkan pengakuan. Kebutuhan ini
biasanya diekspresikan melalui kompetisi dengan orang-orang di sekitar kita,
memimpin, mengorganisir, meyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin, menjadi tempat bertanya
atau meminta pendapat bagi orang lain, melontarkan ide atau gagasan dan
sebagainya.
3. Kesenangan
(Fun)
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, dan bahagia. Pada
anak-anak, terlihat dalam aktivitas bermain. Kebutuhan ini muncul sejak dini,
kemudian terus berkembang hingga dewasa. Misalnya, berlibur untuk menghilangkan
kepenatan, bersantai, melucu, humor, dan sebagainya.
4. Kebebasan
(Freedom)
Kebebasan (freedom)
merupakan kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau kemerdekaan dan tidak
tergantung pada orang lain, misalnya membuat pilihan (aktif pada organisasi
kemahasiswaan), memutuskan akan melanjutkan studi pada jurusan apa, bergerak,
dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
5. Mempertahankan
Hidup
Semua
manusia akan cenderung untuk mempertahankan hidup demi keberlangsuangan.
D.
Perkembangan
Perilaku
1.
Struktur
Kepribadian
Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut
Glasser orang tersebut mencapai identitas sukses. Ini terkait dengan konsep
perkembangan kepribadian yang sehat, yang ditandai dengan berfungsinya individu
dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya secara tepat. Menurut Glasser ketika seseorang
berhasil memenuhi kebutuhannya, orang tersebut telah mencapai identitas sukses.
Pencapaian identitas sukses ini terkait pada konsep 3R, yaitu keadaan dimana
individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya, dicapai dengan menunjukkan total behavior (perilaku total), yakni tindakan (acting),
pikiran (thingking), perasaan (feeling), dan fisik (physiology)
secara bertanggungjawab (responsibility), sesuatu realita (reality),
dan benar (right), adapun konsep 3R yaitu:
a. Tanggung jawab (Responsibility)
Merupakan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya
tanpa harus merugikan orang lain.
b. Kenyataan (Reality)
Merupakan kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi individu
untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap individu harus memahami bahwa ada dunia
nyata, dimana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam rangka mengatasi
masalahnya. Realita yang dimaksud adalah sesuatu yang tersusun dari kenyataan
yang ada dan apa adanya.
c. Kebenaran (Right)
Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima secara umum,
sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan hal ini
mampu mengevaluasi diri sendiri bila melakukan sesuatu melalui perbandingan
tersebut ia merasa nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata cara yang
diterima secara umum.
2.
Pribadi
Sehat dan Bermasalah
a. Pribadi
Sehat
Seseorang dikatakan memiliki pribadi sehat yaitu ketika seseorang
berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut glasser orang tersebut mencapai
identitas sukses. Pencapaian identitas ini terkait pada konsep 3R, dimana
individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya.
b. Pribadi
Bermasalah
Pribadi bermasalah terjadi ketika seseorang gagal dalam
memenuhi kebutuhannya. Apabila kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak
terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana
memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain.
E.
Hakekat
Konseling
Proses
belajar yang menekankan dialog rasional (perilaku sekarang dan saat ini)
antara konselor dan konseli agar konseli
tersebut bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Artinya konseli
ditekankan untuk melihat perilakunya yang dapat diamati. Dengan demikian
konseli dapat mengevaluasi apakah perilakunya tersebut efektif dalam memenuhi
kebutuhannya atau tidak.
F.
Kondisi
Pengubahan
1.
Tujuan
Layanan konseling ini
bertujuan membantu konseli mencapai identitras yang berhasil. Konseli yang
mengetahui identitasnya, akan mengetahui langkah-langkah yang akan dia lakukan
di masa yang akan datang dengan segala konsekuensinya. Bersama-sama konselor,
konseli dihadapkan kembali pada kenyataan hidup, sehingga mampu memahami dan
menghadapi realitas.
2. Sikap, Peran, dan Tugas Konselor
Terapi
dapat dianggap sebagai proses mentoring di mana terapis sebagai guru dan
konseli sebagai siswa. Konselor realitas mengajarkan
konseli bagaimana untuk terlibat dalam evaluasi diri, yang dilakukan
dengan meningkatkan pertanyaan, “Apakah perilaku Anda dapat mendapatkan
apa yang Anda inginkan dan butuhkan?” peran konselor realitas adalah tidak
membuat evaluasi terhadap konseli tetapi untuk tantangan konseli untuk
memeriksa dan mengevaluasi perilaku mereka sendiri, dan kemudian membuat rencana
untuk perubahan. Menghasilkan hubungan yang lebih baik, meningkatkan
kebahagiaan dan kontrol dalam kehidupan mereka (Wubbolding, 2007b).
Tugas konselor untuk
menyampaikan gagasan bahwa tidak peduli seberapaburuk harapan. Jikakonselor mampu menanamkan rasa harapan ini, konseli merasa
bahwa mereka tidak lagi sendirian dan dimungkinkan adanya
perubahan. Fungsi
konselor sebagai advocat, atau seseorang yang di
sisi konseli. Bersama-sama mereka bisa kreatif mengatasi berbagaikekhawatiran.
3.
Sikap,
Peran, dan Tugas Konseli
Konseli bersikap terbuka terhadap konselor dan bersedia
menjalani proses konseling, konseli menceritakan masalahnya kepada konselor dan
memfokuskan pada apa yang diinginkannya. Konseli mengevaluasi tingkah lakunya
sendiri, membuat dan menyepakati rencana saat konseli memutuskan untuk berubah
dari tingkah laku gagal ke tingkah laku yang berhasil.
4.
Situasi
Hubungan
Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan
pribadi antara konselor dan konseli. Konselor dengan hangat, pengertian,
penerimaan, dan kepercayaanya atas kesanggupan konseli untuk mengembangkan
suatu identitas berhasil, harus mengkomunikasikan bahwa dia menaruh perhatian.
Melalui keterlibatan pribadi dengan konselor, konseli belajar bahwa lebih
banyak hal dalam hidup ini daripada hanya memusatkan perhatian kepada
kegagalan, kesusahan, dan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab. Konselor
juga menunjukkan perhatiannya dengan menolak penyalahan atau dalih-dalih dari
konseli. Konselor cukup menaruh perhatian untuk memandang konseli dari segi
akan menjadi apa konseli jika ia memutuskan untuk hidup dengan menghadapi
kenyataan.
G.
Mekanisme
Pengubahan
1.
Tahap-Tahap
Konseling
a. Konselor
menunjukan keterlibatan dengan konseli (Be-Friend)
Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan sikap
hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun. Konselor
harus dapat melibatkan diri kepada konseli dengan mempertlihatkan sikap hangat
dan ramah. Hubungan yang terbangun antara konselor dan konseli sangat penting,
sebab konseli akan terbuka dan bersedia menjalani proses konseling jika dia
merasa bahwa konselor terlibat, bersahabat, dan dapat dipercaya.
b. Want
Terapi realitas
membantu konseli dalam
menemukan keinginan dan harapan mereka. Konselor bertanya, "Apa yang
kau inginkan?", konseli dibantu dalammenemukan apa yang mereka inginkan dari proses konseling dan dari dunia di sekitar
mereka. Hal
ini berguna bagi konseli untuk menemukan apa yang mereka harapkan daninginkan dari konselor dan dari diri mereka sendiri. Bagian dari konseling terdiri darimenjelajahi atau eksplorasi "picture album"
(keinginan), kebutuhan, dan persepsi ataukualitas dunia konseli. Konseli
diberi kesempatan untuk mengeksplorasi setiap aspek kehidupan mereka, apa yang
mereka inginkan dari keluarga, teman, dan pekerjaan.
c. Doing
Di awal konseling penting untuk mendiskusikan dengan konseli
secara keseluruhan arah dari kehidupan mereka. Eksplorasi ini adalah awal untuk
evaluasi berikutnya apakah itu adalah arah yang diinginkan. Menanyakan apa yang
dilakukan konseli (doing), yaitu:konselor menanyakan secara spesifik apa saja
yang dilakukan konseli, cara pandang dalam konseling realita, akar permasalahan
konseli bersumber pada perilakunya (doing), bukan pada perasaannya. Misal,
konseli mengungkapkan setiap kali menghadapi ujian ia mengalami kecemasan yang
luar biasa. Dalam pandangan konseling realita, yang harus diatasi bukan
kecemasan konseli, tetapi hal-hal apa saja yang telah dilakukannya untuk
menghadapi ujian.
d. Evaluation
Respon-respon konselor diantaranya menanyakan apakah yang
dilakukan konseli dapat membantunya keluar dari permasalahan atau sebaliknya.
Konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakukanya itu didasari
oleh keyakinan bahwa hal tersebut baik baginya. Fungsi konselor tidak untuk
menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk
menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan kepada konseli untuk mngevaluasi,
apakah ia cukup terbantu dengan pilihanya tersebut. Kemudian bertanya kepada
konseli apakah pilihan perilakunya dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan
konseli saat ini, menanyakan apakah konseli akan tetap pada pilihannya, apakah
hal tersebut merupakan perilaku yang dapat diterima, apakah realistis, apakah
benar-benar dapat mengatasi masalahnya, apakah keinginan konseli realistis atau
dapat terjadi atau dicapai, bagaimana konseli memandang pilihan perilakunya,
sehingga konseli dapat menilai apakah hal tersebut cukup membantunya, dan
menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling.
e. Plans
Konseli berkonsentrasi membuat rencana untuk mengubah tingkah
laku. Rencana menekankan tindakan yang akan diambil, bukan tingkah laku yang
akan dihapuskan. Wubbolding
berpendapat bahwa rencana terbaik adalah yang sederhana, dapat dicapai, dapat
diukur, langsung, dan konsisten. Rencana juga dikendalikan oleh konseli dan
terkadang dituangkan dalam bentuk kontrak tertulis yang menyebutkan
alternatif-alternatif yang dapat dipertanggung jawabkan. Konseli kemudian
diminta untuk berkomitmen terhadap rencana tindakan tersebut.
f. Membuat
komitmen
Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang
telah disusunnya bersama konselor sesui dengan jangka waktu yang ditetapkan.
g. Tidak
menerima Permintaan maaf atau alasan konseli
Konseli akan bertemu kembali dengan
konselor pada batas waktu yang telah disepakati bersama. Pada tahap ini
konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli. Apabila konseli
tidak atau belum berhasil melakukan apa yang telah direncanakannya, permintaan
maaf konseli atas kegagalannya tidak untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya,
konselor mengajak konseli untuk melihat kembali rencana tersebut dan
mengevaluasinya mengapa konseli tidak berhasil. Konselor selanjutnya membantu
konseli merencanakan kembali hal-hal yang belum berhasil ia lakukan. Pada tahap
ini, konselor tidak memberikan hukuman, mengkritik, dan berdebat, tetapi
hadapkan konseli pada konsekuensi. Menurut Glasser, memberikan hukuman
akan mengurangi keterlibatan konseli dan meyebabkan ia merasa lebih gagal. Saat
konseli belum berhasil melakukan perubahan, hal itu merupakan pilihannya dan ia
akan merasakan konsekuensi dari tindakannya. Konselor memberikan pemahaman
kepada konseli, bahwa kondisinya akan membaik jika ia bersedia melakukan
perbaikan itu. Selain itu, konselor jangan mudah menyerah.
2.
Teknik-Teknik
Konseling
Dalam membantu konseli untuk menciptakan identitas
keberhasilan, konselor bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
a.
Permainan
Peran
b.
Penggunaan
humor
c.
Pengajuan
pertanyaan
d.
Tidak
menerima dalih kegagalan
e.
Berperan
sebagai model
f.
Pembuatan
kontrak
g.
Penekanan
pada tanggung jawab
h.
Debat
konstruktif
i.
Pemberian
dukungan
j.
Pengungkapan
diri konselor
k.
Penstrukturan
konseling
l.
Pelibatan
dalam perjuangan hidup yang efektif
m.
Konfrontasi
n.
Pekerjaan
rumah
H.
Hasil-Hasil
Penelitian
1.
William Glasser
Prinsip-prinsip
dan prosedur terapi realitas berhasil diterapkan pada sekolah, lembaga-lembaga
pemelihara pemuda kecanduan obat, dan pusat rehabilitasi.
2.
Wubbolding &
Brickell
Terapi Realitas telah berhasil digunakan dalam
pengobatan kecanduan dan program pemulihan selama lebih dari 30 tahun.
I.
Kelemahan
dan Kelebihan
1. Kelebihan
a.
Terapi realitas
ini fleksibel dapat diterapkan dalam konseling individu dan kelompok.
b.
Terapi realitas tepat
diterapkan dalam perawatan penyimpangan perilaku, penyalahgunaan obat, dan
penyimpangan kepribadian.
c.
Terapi realitas
meningkatkan tanggung jawab dan kebebasan dalam diri individu, tanpa
menyalahkan atau mengkritik seluruh kepribadiannya.
2. Kelemahan
a.
Terapi realitas
terlalu menekankan pada tingkah laku masa kini sehingga terkadang mengabaikan
konsep lain, seperti alam bawah sadar dan riwayat pribadi.
b.
Terapi realitas
bergantung pada terciptanya suatu hubungan yang baik antara konselor dan
konseli.
c.
Terapi realitas
bergantung pada interaksi verbal dan komunikasi dua arah. Pendekatan ini
mempunyai keterbatasan dalam membantu konseli yang dengan alasan apapun, tidak
dapat mgekspresikan kebutuhan, pilihan, dan rencana mereka dengan cukup baik.
J.
Rujukan
Corey, G. 2009. Theory and Practice of
Counseling and Psychotherapy.Belmont, CA:Brooks/Cole
Corey, G. 2012. Theory and Practice of
Group Counseling. Belmont, CA:Brooks/Cole
Gladding, Samuel. 2012. Konseling
Profesi yang Menyeluruh. Jakarta:PT. Indeks
Komalasari, Wahyuni, Karsih. 2011. Teori
dan Praktik Konseling. Jakarta:PT. Indek
Nelson, R.J. 2011. Teori Praktik
Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar