Senin, 31 Maret 2014

TEORI PENDEKATAN REALITY THERAPY



TEORI PENDEKATAN REALITY THERAPY


RESUME
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Teori dan Pendekatan Konseling
Yang dibina oleh Bapak Dr. Triyono, M.Pd dan Dr. M. Ramili, M.A



Oleh
Akhmad Sugianto
130111809209












PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
NOVEMBER 2013
A.      Nama Pendekatan
Nama pendekatan dalam konseling ini adalah pendekatan reality therapy (terapi realita). Terapi realitas adalah suatu system yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Inti dari terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Terapi realitas adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku karena dalam penerapan-penerapan institusionalnya merupakan tipe pengondisian operan yang ketat.

B.       Sejarah Perkembangan
William Glasser lahir pada tahun 1925 di Cleveland,ohio. Glasser belajar teknik kimia di Case Western Reserve University di Cleveland, kemudian Glasser beralih ke Psikologi (MA, Psikologi Klinis, 1948) dan kemudian ke psikiatri. Glasser kemudian menyelesaikan pelatihan psikiatri di Veterans Administration dan UCLA Los Angeles. Pada tahun 1946 Glasser menikahi Naomi Flasser. Pada tahun 1992 Naomi meninggal dunia karena penyakit kanker. Glasser tidak menganggap dirinya seorang bujangan yang baik dan pencariannya yang cukup sulit untuk mendapatkan pengganti pasangan hidup akhirnya mempertemukannya dengan Carleen Glasser,dan akhirnya menikahi dan mendapatkan kebahagiaan bersama istri keduanya.  Carleen Glasser merupakan seorang instruktur senior di William Glasser Institute.
Glasser menolak model Freudian, yang disebabkan psikiatri psikoanalitik. Terapi realitas muncul dari ketidakpuasan Glasser dengan psikiatri psikoanalitik seperti yang diajarkan selama pelatihannya. Glasser berfikir bahwa ada tekanan yang terlalu besar pada perasaan dan riwayat masa lalu konseli dan tidak ada penekanan yang cukup pada apa yang dilakukan konseli. Di awal kariernya, Glassermerupakan seorang psikiater di Ventura sekolah untuk anak perempuan, penjara dan sekolah yang dioperasikan oleh otoritas california pemuda, Glasser menjadi yakin bahwa pelatihan psikoanalitik nya terbatas kegunaan di penyuluhan anak-anak muda. Melalui pengamatan ini, Glasser berpikir lebih baik untuk berbicara dengan bagian konseli yang sehat, bukan sisi terganggu mereka. Glasser juga berpengaruh oleh G. L. Harrington, seorang psikiater dan mentor. Harrington percaya mendapatkan pasien yang terlibat dalam proyek-proyek di dunia nyata, dan pada akhir residensinya Glasser mulai mengumpulkan semuanya dan pada tahun 1962 dikenal sebagai realitas terapi.
Glasser menjadi yakin bahwa hal itu sangat penting bahwa klien menerima tanggung jawab pribadi untuk perilaku mereka. Pada awal 1980-an, Glasser sedang mencari sebuah teori yang bisa menjelaskan semua karyanya. Glasser belajar tentang teori kontrol dari William Powers, dan ia percaya teori ini memiliki potensi besar. Ia menghabiskan 10 tahun ke depan memperluas, merevisi, dan menjelaskan apa yang awalnya diajarkan. Pada tahun 1996 Glasser telah menjadi yakin bahwa revisi ini jadi telah berubah teori bahwa itu menyesatkan untuk terus menyebutnya teori kontrol, dan ia berubah nama menjadi teori pilihan menggambarkan semua yang ia kembangkan. Inti dari realitas terapi, sekarang diajarkan ke seluruh dunia, adalah bahwa kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita pilih untuk dilakukan. Asumsi dasar adalah bahwa kita semua dapat mengontrol  kehidupan kita sekarang.

C.      Hakekat Manusia
Glasser percaya bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara konstan (terus-menerus) hadir sepanjang rentang kehidupan dan harus dipenuhi. Ketika sesorang mengalami masalah, hal tersebut disebabkan oleh satu faktor, yaitu terhambatnya seseorang dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya. Secara lebih rinci Glasser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar psikologis manusia, meliputi:
1.    Cinta/rasa memiliki (love/belonging)
Salah satu kebutuhan psikologis manusia adalah kebutuhannya untuk merasa memiliki dan terlibat atau melibatkan diri dengan orang lain. Beberapa aktivitas yang menunjukkan kebutuhan ini antara lain: persahabatan, acara perkumpulan tertentu, dan keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan.
2.    Kekuasaan (Power)
Kebutuhan akan kekuasaan (power) meliputi kebutuhan untuk berprestasi, merasa berharga, dan mendapatkan pengakuan. Kebutuhan ini biasanya diekspresikan melalui kompetisi dengan orang-orang di sekitar kita, memimpin, mengorganisir, meyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin, menjadi tempat bertanya atau meminta pendapat bagi orang lain, melontarkan ide atau gagasan dan sebagainya.  
3.    Kesenangan (Fun)
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, dan bahagia. Pada anak-anak, terlihat dalam aktivitas bermain. Kebutuhan ini muncul sejak dini, kemudian terus berkembang hingga dewasa. Misalnya, berlibur untuk menghilangkan kepenatan, bersantai, melucu, humor, dan sebagainya.
4.    Kebebasan (Freedom)
Kebebasan (freedom) merupakan kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau kemerdekaan dan tidak tergantung pada orang lain, misalnya membuat pilihan (aktif pada organisasi kemahasiswaan), memutuskan akan melanjutkan studi pada jurusan apa, bergerak, dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain.


5.    Mempertahankan Hidup
Semua manusia akan cenderung untuk mempertahankan hidup demi keberlangsuangan.

D.      Perkembangan Perilaku
1.    Struktur Kepribadian
Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut Glasser orang tersebut mencapai identitas sukses. Ini terkait dengan konsep perkembangan kepribadian yang sehat, yang ditandai dengan berfungsinya individu dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya secara tepat. Menurut Glasser ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, orang tersebut telah mencapai identitas sukses. Pencapaian identitas sukses ini terkait pada konsep 3R, yaitu keadaan dimana individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya, dicapai dengan menunjukkan total behavior (perilaku total), yakni tindakan (acting), pikiran (thingking), perasaan (feeling), dan fisik (physiology) secara bertanggungjawab (responsibility), sesuatu realita (reality), dan benar (right), adapun konsep 3R yaitu:
a.    Tanggung jawab (Responsibility)
Merupakan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya tanpa harus merugikan orang lain.
b.    Kenyataan (Reality)
Merupakan kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi individu untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap individu harus memahami bahwa ada dunia nyata, dimana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam rangka mengatasi masalahnya. Realita yang dimaksud adalah sesuatu yang tersusun dari kenyataan yang ada dan apa adanya.
c.    Kebenaran (Right)
Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima secara umum, sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan hal ini mampu mengevaluasi diri sendiri bila melakukan sesuatu melalui perbandingan tersebut ia merasa nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata cara yang diterima secara umum.

2.    Pribadi Sehat dan Bermasalah
a.    Pribadi Sehat
Seseorang dikatakan memiliki pribadi sehat yaitu ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut glasser orang tersebut mencapai identitas sukses. Pencapaian identitas ini terkait pada konsep 3R, dimana individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya.
b.    Pribadi Bermasalah
Pribadi bermasalah terjadi ketika seseorang gagal dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain.

E.       Hakekat Konseling
Proses belajar yang menekankan dialog rasional (perilaku sekarang dan saat ini) antara  konselor dan konseli agar konseli tersebut bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Artinya konseli ditekankan untuk melihat perilakunya yang dapat diamati. Dengan demikian konseli dapat mengevaluasi apakah perilakunya tersebut efektif dalam memenuhi kebutuhannya atau tidak.

F.       Kondisi Pengubahan
1.    Tujuan
Layanan konseling ini bertujuan membantu konseli mencapai identitras yang berhasil. Konseli yang mengetahui identitasnya, akan mengetahui langkah-langkah yang akan dia lakukan di masa yang akan datang dengan segala konsekuensinya. Bersama-sama konselor, konseli dihadapkan kembali pada kenyataan hidup, sehingga mampu memahami dan menghadapi realitas.

2.    Sikap, Peran, dan Tugas Konselor
Terapi dapat dianggap sebagai proses mentoring di mana terapis sebagai guru dan konseli sebagai  siswa. Konselor realitas  mengajarkan konseli  bagaimana untuk terlibat dalam evaluasi diri, yang dilakukan dengan meningkatkan pertanyaan, “Apakah perilaku Anda dapat  mendapatkan apa yang Anda inginkan dan butuhkan?” peran konselor realitas adalah tidak membuat evaluasi terhadap konseli tetapi untuk tantangan konseli untuk memeriksa dan mengevaluasi perilaku mereka sendiri, dan kemudian membuat rencana untuk perubahan. Menghasilkan hubungan yang lebih baik, meningkatkan kebahagiaan dan  kontrol dalam kehidupan mereka (Wubbolding, 2007b).
Tugas konselor untuk menyampaikan gagasan bahwa tidak peduli seberapaburuk harapan. Jikakonselor mampu menanamkan rasa harapan ini, konseli merasa bahwa mereka tidak lagi sendirian dan dimungkinkan adanya perubahan. Fungsi konselor sebagai advocat, atau seseorang yang di sisi konseli. Bersama-sama mereka bisa kreatif mengatasi berbagaikekhawatiran.

3.    Sikap, Peran, dan Tugas Konseli
Konseli bersikap terbuka terhadap konselor dan bersedia menjalani proses konseling, konseli menceritakan masalahnya kepada konselor dan memfokuskan pada apa yang diinginkannya. Konseli mengevaluasi tingkah lakunya sendiri, membuat dan menyepakati rencana saat konseli memutuskan untuk berubah dari tingkah laku gagal ke tingkah laku yang berhasil.

4.    Situasi Hubungan
Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antara konselor dan konseli. Konselor dengan hangat, pengertian, penerimaan, dan kepercayaanya atas kesanggupan konseli untuk mengembangkan suatu identitas berhasil, harus mengkomunikasikan bahwa dia menaruh perhatian. Melalui keterlibatan pribadi dengan konselor, konseli belajar bahwa lebih banyak hal dalam hidup ini daripada hanya memusatkan perhatian kepada kegagalan, kesusahan, dan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab. Konselor juga menunjukkan perhatiannya dengan menolak penyalahan atau dalih-dalih dari konseli. Konselor cukup menaruh perhatian untuk memandang konseli dari segi akan menjadi apa konseli  jika ia memutuskan untuk hidup dengan menghadapi kenyataan.

G.      Mekanisme Pengubahan
1.    Tahap-Tahap Konseling
a.    Konselor menunjukan keterlibatan dengan konseli (Be-Friend)
Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan sikap hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun. Konselor harus dapat melibatkan diri kepada konseli dengan mempertlihatkan sikap hangat dan ramah. Hubungan yang terbangun antara konselor dan konseli sangat penting, sebab konseli akan terbuka dan bersedia menjalani proses konseling jika dia merasa bahwa konselor terlibat, bersahabat, dan dapat dipercaya. 
b.    Want
Terapi realitas membantu konseli dalam menemukan keinginan dan harapan mereka. Konselor bertanya, "Apa yang kau inginkan?", konseli dibantu dalammenemukan apa yang mereka inginkan dari proses konseling dan dari dunia di sekitar mereka. Hal ini berguna bagi konseli untuk menemukan apa yang mereka harapkan daninginkan dari konselor dan dari diri mereka sendiri. Bagian dari konseling terdiri darimenjelajahi atau eksplorasi "picture album" (keinginan), kebutuhan, dan persepsi ataukualitas dunia konseli. Konseli diberi kesempatan untuk mengeksplorasi setiap aspek kehidupan mereka, apa yang mereka inginkan dari keluarga, teman, dan pekerjaan.

c.    Doing
Di awal konseling penting untuk mendiskusikan dengan konseli secara keseluruhan arah dari kehidupan mereka. Eksplorasi ini adalah awal untuk evaluasi berikutnya apakah itu adalah arah yang diinginkan. Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu:konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli, cara pandang dalam konseling realita, akar permasalahan konseli bersumber pada perilakunya (doing), bukan pada perasaannya. Misal, konseli mengungkapkan setiap kali menghadapi ujian ia mengalami kecemasan yang luar biasa. Dalam pandangan konseling realita, yang harus diatasi bukan kecemasan konseli, tetapi hal-hal apa saja yang telah dilakukannya untuk menghadapi ujian.
d.   Evaluation
Respon-respon konselor diantaranya menanyakan apakah yang dilakukan konseli dapat membantunya keluar dari permasalahan atau sebaliknya. Konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakukanya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal tersebut baik baginya. Fungsi konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan kepada konseli untuk mngevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihanya tersebut. Kemudian bertanya kepada konseli apakah pilihan perilakunya dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan konseli saat ini, menanyakan apakah konseli akan tetap pada pilihannya, apakah hal tersebut merupakan perilaku yang dapat diterima, apakah realistis, apakah benar-benar dapat mengatasi masalahnya, apakah keinginan konseli realistis atau dapat terjadi atau dicapai, bagaimana konseli memandang pilihan perilakunya, sehingga konseli dapat menilai apakah hal tersebut cukup membantunya, dan menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling.  
e.    Plans
Konseli berkonsentrasi membuat rencana untuk mengubah tingkah laku. Rencana menekankan tindakan yang akan diambil, bukan tingkah laku yang akan dihapuskan. Wubbolding berpendapat bahwa rencana terbaik adalah yang sederhana, dapat dicapai, dapat diukur, langsung, dan konsisten. Rencana juga dikendalikan oleh konseli dan terkadang dituangkan dalam bentuk kontrak tertulis yang menyebutkan alternatif-alternatif yang dapat dipertanggung jawabkan. Konseli kemudian diminta untuk berkomitmen terhadap rencana tindakan tersebut.
f.     Membuat komitmen
Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama konselor sesui dengan jangka waktu yang ditetapkan.
g.    Tidak menerima Permintaan maaf atau alasan konseli
Konseli akan bertemu kembali dengan konselor pada batas waktu yang telah disepakati bersama. Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli. Apabila konseli tidak atau belum berhasil melakukan apa yang telah direncanakannya, permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya, konselor mengajak konseli untuk melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya mengapa konseli tidak berhasil. Konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan kembali hal-hal yang belum berhasil ia lakukan. Pada tahap ini, konselor tidak memberikan hukuman, mengkritik, dan berdebat, tetapi hadapkan konseli pada konsekuensi. Menurut Glasser,  memberikan hukuman akan mengurangi keterlibatan konseli dan meyebabkan ia merasa lebih gagal. Saat konseli belum berhasil melakukan perubahan, hal itu merupakan pilihannya dan ia akan merasakan konsekuensi dari tindakannya. Konselor memberikan pemahaman kepada konseli, bahwa kondisinya akan membaik jika ia bersedia melakukan perbaikan itu. Selain itu, konselor jangan mudah menyerah. 

2.    Teknik-Teknik Konseling
Dalam membantu konseli untuk menciptakan identitas keberhasilan, konselor bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
a.    Permainan Peran
b.   Penggunaan humor
c.    Pengajuan pertanyaan
d.   Tidak menerima dalih kegagalan
e.    Berperan sebagai model
f.    Pembuatan kontrak
g.   Penekanan pada tanggung jawab
h.   Debat konstruktif
i.     Pemberian dukungan
j.     Pengungkapan diri konselor
k.   Penstrukturan konseling
l.     Pelibatan dalam perjuangan hidup yang efektif
m. Konfrontasi
n.   Pekerjaan rumah

H.      Hasil-Hasil Penelitian
1.    William Glasser
Prinsip-prinsip dan prosedur terapi realitas berhasil diterapkan pada sekolah, lembaga-lembaga pemelihara pemuda kecanduan obat, dan pusat rehabilitasi.

2.    Wubbolding & Brickell
Terapi Realitas telah berhasil digunakan dalam pengobatan kecanduan dan program pemulihan selama lebih dari 30 tahun.


I.         Kelemahan dan Kelebihan
1.    Kelebihan
a.    Terapi realitas ini fleksibel dapat diterapkan dalam konseling individu dan kelompok.
b.    Terapi realitas tepat diterapkan dalam perawatan penyimpangan perilaku, penyalahgunaan obat, dan penyimpangan kepribadian.
c.    Terapi realitas meningkatkan tanggung jawab dan kebebasan dalam diri individu, tanpa menyalahkan atau mengkritik seluruh kepribadiannya.

2.    Kelemahan
a.    Terapi realitas terlalu menekankan pada tingkah laku masa kini sehingga terkadang mengabaikan konsep lain, seperti alam bawah sadar dan riwayat pribadi.
b.    Terapi realitas bergantung pada terciptanya suatu hubungan yang baik antara konselor dan konseli.
c.    Terapi realitas bergantung pada interaksi verbal dan komunikasi dua arah. Pendekatan ini mempunyai keterbatasan dalam membantu konseli yang dengan alasan apapun, tidak dapat mgekspresikan kebutuhan, pilihan, dan rencana mereka dengan cukup baik.

J.        Rujukan
Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.Belmont, CA:Brooks/Cole
Corey, G. 2012. Theory and Practice of  Group Counseling. Belmont, CA:Brooks/Cole
Gladding, Samuel. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta:PT. Indeks
Komalasari, Wahyuni, Karsih. 2011. Teori dan Praktik Konseling. Jakarta:PT. Indek
Nelson, R.J. 2011. Teori Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar