PERSON-CENTERED THERAPY
RESUME PERSON
CINTERED THERAPY
Disusun
untuk memenuhi tugas matakuliah
Teori
daan Pendekatan Konseling
yang
dibina oleh Dr. Triyono, M.Pd dan Dr. M. Ramli. MA
Oleh
Akhmad Sugianto 130111809299
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PASCASARJANA
BIMBINGAN DAN KONSELING
September 2013
A.
Nama Pendekatan
Nama pendekatan dalam konseling ini
adalah pendekatan Person-Cintered Therapy.
Pendekatan Person-Cintered Therapy
merupakan pendekatan yang berasumsi bahwa setiap manusiadapat dipercaya, bahwa
manusia memiliki potensi untuk memahami dirinya sendiri dan memecahkan masalah
mereka sendiri tanpa adanya intervensi
dan terapis dan mereka mampu menumbuhkan pengarahan dirinya sendiri tanpa
dilibatkan dalam hubungan terapeutik tertentu.
B.
Sejarah Perkembangan
Person-Cintered
Therapy di bagi dalam empat periode perkembangan yaitu pada tahun
1940-an Carl Roger menamakan non-dirictive counseling sebagai reaksi
kontra terhadap pendekatan psikoanalisisyang bersifat direktif dan tradisional,
dimana non-dirictive counseling ini
juga tidak memberikan kebebasan kepada konseli untuk mengungkapkan perasaannya.
Perkembangan
periode kedua yaitu pada tahun 1951 dimana Roger mengubah nama pendekatannya
menjadi Client-Cintered Therapy (pemusatan terapi pada diri klien) yang
penekanannya pada fiksasi perasaan klien dan kemudian difokuskan dalam
kenomenologi dunia konseli artinya memberikan kebebasan kepada konseli untuk
mengungkapan perasaannya lebih jauh lagi.
Perkembangan periode ketiga yaitu
pada tahun 1957 sampai dengan 1970-an
yang menekankan pada pentingnya dan cukupnya persyaratan untuk memulai
suatu terapi. Perkembangan periode keempat yaitu pada tahun 1980-an sampai
dengan tahun 1990-an berubah nama menjadi Person-Cintered
Therapy karena aplikasinya untuk semua pribadi dikalangan apapun dan
didasari oleh pandangan humanistic dan eksistensialisme.
C.
Hakikat Manusia
Menurut George dan Cristiani (1981) manusia mampu
mengontrol diri mereka dalam empat area dasar:
1. Kepercayaan
dalam martabat diri dan nilai yang terdapat pada setiap diri individu.
2. Pandangan
tentang perilaku manusia
3. Kecenderungan
manusia kea rah aktualisasi diri
4. Pandangan
manusia pada dasarnya baik dan dapat dipercaya.
D.
Perkembangan perilaku
1.
Struktur Kepribadian
Rogers
mengemukakan konsep dasar kepribadian yang terdiri dari tiga aspek:
a.
Organism, merupakan individu itu sendiri, mencakup
aspek fisik maupun psikologis.
b. Phenomenal Field, yaitu
pengalaman-pengalaman hidup yang bermakna secara psikologis bagi individu,
dapat berupa pengetahuan, hubungan pertemanan dan pengasuhan orang tua.
c.
Self, yaitu
interaksi antara organism atau individu dengan phenomenal field yang akan membentuk self.
Sedangkan
menurut Patterson (1980) kepribadian manusia terdiri atas:
a.
Karakteristik manusia pada masa pertumbuhan
b. Perkembangan
“The Self”
c. Kebutuhan
akan “positive regard”
d. Perkembangan
kebutuhan akan harga diri “self-regard”
e. Perkembangan
dalam kondisi yang layak “condition of
worth”
f. Perkembangan
“incongruence between self and experience”
g. Perkembangan
perbedaan dalam perilaku
h. Pengalaman
akan ancaman dan proses pertahanan
i. Proses
kerusakan dan disorganisasi
j. Proses
reintegrasi
2.
Pribadi Sehat dan Bermasalah
a. Pribadi
sehat
Kondisi yang seseorang inginkan dengan apa yang terjadi
dan apa yang diharapkan dalam dirinya terjadi, kondisi sepoerti ini akan
membentuk individu dengan pribadi yang sehat.
congruence
b. Pribadi
bermasalah
Kondisi yang seseorang inginkan dengan apa yang tidak
terjadi dan apa yang diharapkan dalam dirinya tidak terjadi, kondisi seperti
ini akan membentuk individu dengan pribadi yang tidak sehat.
Incongruence
E.
Hakikat Konseling
Secara umum hakikat konseling pada person cintered therapy adalah memecahkan masalah klien dengan
memberikan fungsi secara penuh kepada diri klien untuk menyadari dirinya dan
mengarahkan diri sendiri untuk perubahan dirinya dalam tindakan dan tingkah
laku, karena person cintered memandang manusia secara positif dan
optimistic maka klien memiliki kapasitas
untuk menajauh dari kesalahan dan pengaturan diri dalam kesehatan
psikologisnya.
F.
Kondisi Pengubahan
1.
Tujuan
Tujuan
konseling dalam pendekatan person
centered adalah membantu individu menemukan konsep dirinya yang lebih
positif lewat komunikasi konseling, di mana konselor mendudukan konseli sebagai
orang yang berharga, orang yang penting, dan orang yang memiliki potensi
positif dengan penerimaan tanpa syarat (unconditional
positive regard).
Tujuan konseling person centered therapy adalah
mengarahkan konseli untuk eksplorasi diri dan keterbukaan; menekankan self
direction dan berorientasi realistik; mendorong penerimaan diri dan orang lain;
dan memfokuskan here and now. Proses konseling diarahkan agar konseli memiliki
keterbukaan terhadap pengalaman-pengalamannya; memberikan kepercayaan penuh
pada konseli; melakukan evaluasi terhadap diri sendiri; dan kesediaan untuk
berkembang secara terus menerus.
2.
Sikap, peran, dan tugas Konselor
Kemampua
konselor dalam membangun hubungan interpersonal dalam proses komunikasi
konseling merupakan elemen kunci keberhasilan konseling. Dalam proses
konseling, konselor berperan mempertahankan tiga kondisi inti (corecondition) yang menghadirkan iklim
kondusif untuk mendorong terjadinya perubahan terapeutik dan perkembangan
konseli. Dalam peran tersebut menunjukan sikap yang selaras dan keaslian (congruence or genuineness), penerimaan
tanpa syarat (unconditional positive
regard and acceptance), dan
pemahaman empati yang tepat (accurate
emphatic understanding).
3.
Sikap, peran, dan tugas Konseli
Agar proses
konseling dapat mencapai perubahan pribadi konseli yang diinginkan, maka
diperlukan beberapa kondisi yang seharusnya ada pada konseli, yaitu bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri, dapat mengungkapkan perasaan yang tertekan
dengan baik, konseli dan konselor harus bisa menciptakan suasana yang kondusif dalam proses konseling.
4.
Situasi
Hubungan
Konsep hubungan antara terapis dan client dalam
pendekatan ini ditegaskan oleh pernyataan Rogers (1961) “jika saya bisa
menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan menemukan dalam dirinya
sendiri kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan,
sehingga perkembangan peribadipun akan terjadi. Ada enam kondisi yang
diperlukan dan memadahi bagi perubahan kepribadian :
a.
Dua orang berada
dalam hubungan psikologis.
b.
Orang pertama
disebut client, ada dalam keadaan tidak selaras, peka dan cemas.
c.
Orang kedua disebut
terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam berhubungan.
d.
Terapis merasakan
perhatian positif tak bersyarat terhadap client.
e.
terapis merasakan
pengertian yang empatikterhadap kerangka acuan internal client dan berusaha
mengkomunikasikan perasaannya ini kepad terapis.
f.
Komunikasi
pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis
kepada client setidak-tidaknya dapat dicapai.
Ada tiga ciri atau sikap terapis yang membentuk bagian tengan hubungan teraputik :
a.
Keselarasana/kesejatian.
Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah bagaimana terapis tampil nyata,
utuh, otentik dan tidak palsu serta terinytgrasi selama pertemuan terapi.
Terapis bersikap secara spontan dan terbuka menyatakan sikap-sikap yang ada
pada dirinya baik yang positif maupun negatif. Terapis tidak diperkenankan
terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsive
terhadap client. Hal ini dapat menghambat proses terapi. Jelas bahwa
pendekatan client centered berasumsi bahwa jika terapi selaras/menunjukkan
kesejatiannya dalam berhubungan dengan client maka proses teraputic bisa
berlangsung.
b.
Perhatian positif
tak bersayarat. Perhatian tak bersayarat itu tidak dicampuri oleh evaluasi atau
penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku client sebagai hal yang
buruk atau baik. Perhatian tak bersyarat bkan sikap “Saya mau menerima
asalkan…..melainkan “Saya menerima anda apa adanya”. Perhatian tak bersyarat
itu seperti continuum. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan
hangat terhadap client, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung
perubahan pada client.
c.
Pengertian empatik
yang akurat. Pada bagian ini merupakan hal yang sangat krusial, dimana terapis
benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna
mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif dari client. Konsep ini
menyiratkan terapis memahami perasaan-perasaan client yang seakan-akan
perasaanya sendiri. Tugas yang makin rumit adalah memahami perasaan client yang
samar dan memberikan makna yang makin jelas. Tugas terapis adalah membantu
kesadaran client terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Regers percaya bahwa
apabila terapis mampu menjangkau dunia pribadi client sebagaimana dunia pribadi
itu diamati dan dirasakan oleh client, tanpa kehilangan identitas dirinya yang
terpisah dari client, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.
G.
Mekanisme pengubahan
1. Tahap-tahap konseling
Jika dilihat
apa yang dilakukan konselor, person
centered therapy terdiri dari empat tahap, yaitu pnciptaan hubungan baik,
pembebasan ungkapan, tercapainya insight,
dan pengakhiran. Rogers (1961) mengidentifikasi tujuh tahap diskrit perubahan
dalam konseli, masing-masing mewakili satu langkah dari ketidaksesuaian untuk
keselarasan. Hal ini dirinci sebagai berikut:
a. Tahap pertama : Tahap ini merupakan
tahap dimana konseli merasa keberatan untk mengungkapkan dirinya,komunikasi
hanya bersifat eksternal, dimana konseli tidak melihat diri mereka sedang
mengalami masalah dan menyalahkan orang lain atas kesulitan yang timbul. Semua
pengalaman ini diukur dari segi sudut pandang gagasan.
b. Tahap kedua : Tahap ini yaitu proses
komunikasi awal untuk mengekspresikan diri tanpa adanya topic tentang diri.
Tahap ini ditandai dengan kondisi bahwa meskipun beberapa perasaan negatif mungkin
sudah diakui oleh klien, pernyataan tentang pandangan atau perasaan sering
diungkapkan dengan sedikit kesadaran sifat kontradiktif mereka. Sekali lagi,
pada tahap ini, tidak mungkin bahwa konseli akan melakukan konseling secara
sukarela.
c. Tahap ketiga : Penerimaan,
Understanding, dan empati merupakan hal yang harus dicapai untuk berpindah ke
tahap empat. Pada tahap tiga konseli mulai menunjukkan beberapa refleksi
terhadap dirinya, meskipun terutama dalam hal perasaan atau pengalaman masa
lalu. Perasaan dan pikiran yang bertentangan dapat diakui. Hal ini menunjukkan
bahwa kebanyakan konseli memasuki konseling, menyadari kebutuhan mereka akan
bantuan. Sehingga tahap ini merupakan awal hubungan terapis dan klien dalam
perasaan yang secara mendasar.
d. Tahap Keempat : Konseli memiliki
kapasitas yang meningkat untuk mengalami hal-hal here and now dan semakin menyadari perasaan tidak nyaman pada diri
mereka. Sebuah tingkat yang lebih besar mempertanyakan 'diri' yang mungkin
terjadi, khususnya dari aspek dan konstruksi yang sudah ada (misalnya 'konsep
diri'). Tahap ini konseli mulai mengekspresikan perasaannya, pengekspresian
tentang ketakuatan, ketidakpercayaan, ketidakjelasan. Validitas dari beberapa
sudut pandang ini dapat dieksplorasi. Kebanyakan inti konseling berlangsung
pada tahap ini, dan pada tahap kelima, segala perasaan dalam diri klien
mengalir dan diekspresikan dimana pengalaman dari klien mulai
didiferensiasikan.
e. Konseli semakin mampu memiliki
pengalaman, dengan kapasitas untuk bertanggung jawab untuk banyak mengalaminya.
Pandangan sebelumnya mungkin dinilai kritis, proses yang disertai dengan
kemampuan yang besar untuk mengekspresikan pengalaman di masa sekarang
(misalnya dengan marah).
f. Pada tahap ini konseli dapat terlibat
pada setiap experience moment dalam
pertemuan konseling dan mengungkapkan bagaimana perasaannya dalam cara yang non-defensive. Ada kebebasan yang lebih
besar dalam apa yang dieksplorasi. Kini konseli dapat sepenuhnya memiliki
pengalamannya. Oleh karena itu, apa yang pernah incongruent menjadi congruent.
Sebuah konsep diri yang baru mulai muncul.
g. Pada tahap tujuh konseli secara alami
tidak lagi tunduk pada proses penolakan atau distorsi. Ada kelonggaran dalam
perasaan di mana konseli dapat menerimanya setiap saat. Konseli mengambil tanggung
jawab pribadi secara penuh untuk pengalamannya. Konseli sepenuhnya mampu
menerima dirinya sepenuhnya dalam setiap saat.
2. Teknik-teknik konseling
Pada umumnya
konseling ini menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan aktif,
merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan “hadir” bagi
konseli. Selain itu, tiga sikap dasar konselor, yaitu congruence or genuine, unconditional positive regard
and acceptance, dan accurate empathic understanding.
a. Congruence or genuine
Konsep kesejatian
yang dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor tampil nyata, utuh, otentik dan
tidak palsu serta terintegrasi selama pertemuan konseling. konselor tidak
diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara
impulsif terhadap konseli. Pendekatan person-centered
berasumsi bahwa jika konselor selaras atau menunjukkan kesejatiannya dalam
berhubungan dengan konseli, maka proses konseling bisa berlangsung.
b. Unconditional positive regardand
acceptance
Perhatian tak
bersayarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap
pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal yang buruk atau baik.
Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap
konseli, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada
konseli.
c. Accurate
empathic understanding
Sikap ini
merupakan sikap yang krusial, dimana konselor benar-benar dituntut untuk
menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi
pengalaman subjektif konseli. Tugas konselor adalah membantu kesadaran konseli
terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Rogers percaya bahwa apabila konselor
mampu menjangkau dunia pribadi konseli sebagaimana dunia pribadi itu diamati
dan dirasakan oleh konseli, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah
dari konseli, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi (Corey, 2009).
H.
Hasil
– hasil penelitian
1. Natalie
Rogers
Menggunakan seni sebagai media untuk memfasilitasi
konseli dalam mengekplorasi pengalaman-pengalamannya. Ia berupaya mengembangkan
pendekatan ini dengan menggunakan metode non-verbal karena tidak semua konseli
dapat mengekspresikan pengalamnnya secara verbal.
2. Jeanne
Watson (2002)
Ketika empati seorang konselor bekerja pada ranah
kognitif, afektif dan interpersonal, maka hal itu menjadi alat konseling yang
paling kuat pengaruhnya terhadap perubahan konseli.
I.
Kelemahan dan Kelebihan
Beberapa kelemahan person-centered
therapy adalah sebagai berikut.
1.
Sulit bagi konselor untuk bersifat netral
dalam situasi hubungan interpersonal.
2.
Konseling menjadi tidak efektif ketika
konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja
tidaklah cukup
3.
Minim teknik untuk membantu
konseli memecahkan masalahnya.
4.
Tidak cukup sistematik,
terutama yang berkaitan dengan konseli yang kecil tanggungjawabnya.
5.
Memungkinkan sebagian konselor menjadi terlalu terpusat
pada konseli sehingga melupakan keasliannya.
6.
Kesalahan sebagian konselor dalam menerjemahkan
sikap-sikap yang harus dikembangkan dalam hubungan konseling.
Sedangkan beberapa kelebihannya
adalah sebagai berikut.
1.
Sifat keamanan. Individu dapat mengexplorasi
pengalaman-pengalaman psikologis yang bermaknya baginya dengan perasaan aman.
2.
Dapat diterapkan pada setting individual maupun kelompok.
3.
Memberikan peluang yang lebih luas terhadap konseli
untuk didengar.
4.
Konseli memiliki pengalaman positif dalam
konseling ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya.
5.
Konseli merasa mereka dapat mengekpresikan
dirinya secara penuh ketika mereka didengarkan dan tidak dijustifikasi.
J.
Sumber Rujukan
Komalasari,
Gantina. Wahyuni, Eka. Karsih. 2011. Teori
dan Teknik Konseling. Jakarta: PT indeks
Corey, Gerald.
2010. Teori dan Praktek Konseling dan
Psikoterapi. Bandung: Redaksi Rafika Aditama
Muthi’ah, Anisatul
& Umar Fadhilah, Nur. 2013. Makalah
Pendekatan Person Cintered Therapy. Malang
Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.
Belmont, CA: Brooks/Cole.
Terima kasih infonya gan...walau masih bingung bagian tahapannya.hehehe
BalasHapus