PENGERTIAN DAN KASUS
DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
A. PENGERTIAN BIMBINGAN KONSELING
Program
bimbingan dan konseling telah di selenggarakan oleh beberapa
sekolah/madrasah di indonesia, program dan layanan yang bervariasi, tetapi
dasarnya sama. Perubahan didasarkan atas kepercayaan bahwa program bimbingan
konseling itu perlu dan akan bermanfaat dalam pembinaan siswa.
Bimbingan dan Konseling adalah dua pengertian yang berhubungan
dengan profesi pemberian pertolongan, berupa bimbingan dan bantuan kepada
individu atau kelompok siswa yang mengalami kesulitan dalam pendidikan, memilih
jurusan, jabatan maupun dalam kesulitan pribadi dan penyesuaian diri dengan
masyarakat dan lingkungannya.
*Pengertian Bimbingan
-Menurut Arifin H. M. (1982)
Bimbingan menurut agama islam adalah usaha pemberian
bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan baik lahiriah maupun batiniah
yang menyangkut kehidupannya di masa kini dan di masa mendatang.
-Menurut Miller
Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk
mencapai pemahaman dan pengarahan individu dalam penyesuaian diri terhadap
keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
-Menurut Jones, Staffire & Stewart (1970)
Bimbingan adlah bantuan yang diberikan kepada individu
dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana
-Menurut Crow dan Crow (1950)
Bimbingan adalah bantuan yang disediakan oleh konselor/guru
bimbingan konseling kompeten untuk individu-individu agar mereka dapat
mengarahkan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangannya sendiri, mengambil
keputusan sendiri dan menaggung konsekuennya sendiri.
-Menurut Shertzer Stone (1981)
Bimbingan adalah suatu proses membantu para individu memahami diri
mereka dan dunia mereka.
-Menurut Mortensen & Schmuller (1976)
Bimbingan dapat diartikan sebagai bagian dari keseluruhan
pendidikan yang membantu menyediakan kesempitan-kesempitan pribadi dan layanan
staf dengan cara mana setiap individu dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan
dan kesanggupan sepenuh-penuhnya sesuai dengan ide-ide demokrasi.
-Menurut Prayitno (1994)
Bimbingan adalah proses bantuan yang dilakukan oleh orang yang
ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja,
maupun orang dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan
dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana
yang ada agar dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang ada.
*Pengertian Konseling
-Menurut Jones, A. J. (1963)
Konseling adalah membicarakan suatu masalah dengan orang
lain dimana orang yang diajak bicara mempunyai pengalaman ataupun kemampuan
yang tidak dimiliki oleh orang yang dihadapinya.
-Menurut Rogers. C
Dalam konseling, sumber kekuatan yang ada pada setiap manusia
dibuka sehingga dapat mendorong individu kearah kedewasaan.
-Menurut McDaniel (1956)
Konseling adalah suatu rangkaian pertemuan langsung
dengan individu yang ditujukan pada pemberian bantuan kepadanya untuk dapat
menyesuaikan dirinya secara lebih efektif dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.
-Menurut Tolbert (1959)
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara
tatap muka antara dua orang, dalam mana konselor melalui hubungan itu dan
kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar dalam
mana konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan
keadaan masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi-potensi
yang dimilikinya.
-Menurut Bernard dan Fullmer (1969)
Konseling meliputi pemahan dan hubungan individu untuk
mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari
individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mempresiasi ketiga hal
tersebut.
-Menurut A. C. English dalam Shertzer Stone (1981)
Konseling adalah proses dalam mana konselor membantu
konseli membuat interpretasi-interpretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan
dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian yang perlu dibuatnya.
-Menurut Prayitno (1994)
Konseling bermakna sebagai usaha tatap muka antara dua
individu atau lebih membicarakan permasalahan salah satu individu dipandu oleh
seorang yang profesional untuk memperlancar pengambilan keputusan prediksi,
pemecahan masalah, tindak lanjut oleh individu yang sedang bermasalah untuk
kembali pada nilai-nilai norma yang dianut dan diterima oleh masyarakat.
B. Kasus bimbingan konseling
”Gaya pengasuhan orang tua
terhadap remaja yang cenderung diwarnai dengan tindakan kekerasan dan kekasaran
seperti marah, memaki, berteriak/membentak, bertengkar dan memukul, berdampak
pada meningkatnya perilaku kenakalan pada remaja, baik kenakalan yang bersifat
umum maupun kriminal,”. Dampaknya : “Remaja seperti ini tidak akan mampu
menghargai diri sendiri dan tidak mampu mengelola serta mengontrol emosinya.
Remaja ini melampiaskan emosinya di luar rumah dalam bentuk perilaku nakal
seperti memalak, mencuri, narkoba, free sex, berkelahi/tawuran dan menyakiti
fisik orang lain,”.
Hubungan
pertemanan juga mempengaruhi tingkat kenakalan remaja. Remaja yang memiliki
teman yang bermasalah cenderung berperilaku agresif, nakal dan berprestasi
rendah. Kenakalan ini bisa dikurangi dengan komunikasi terbuka dan baik
antaranggota keluarga serta pengiatan pengasuhan ibu. ”Komunikasi yang baik dan
terbuka dalam keluarga berpengaruh terhadap menurunnya perilaku agesif,
kenakalan dan meningkatkan nilai pelajaran.
Kasus
percobaan bunuh diri yang dilakukan kalangan remaja di Surabaya cukup
memprihatinkan. Hanya karena menghadapi persoalan-persoalan sepele, mereka
nekat mengambil jalan pintas dengan cara mencoba bunuh diri. ironisnya, kasus
percobaan bunuh diri ini banyak dilakukan oleh pelaku berusia 17 tahun hingga
27 tahun. Disusul kemudian, pelaku yang berusia 30 tahun hingga 45 tahun.
Kalangan remaja yang nekat mengakhiri hidupnya dengan jalan bunuh diri
mayoritas karena terlibat masalah dengan pacar dan selebihnya karena terlibat
masalah dengan orang tua dan lingkungan pergaulan.
Cara paling banyak dilakukan untuk mencoba bunuh diri yakni dengan meminum
Baygon, minum racun tikus, mengiris pergelangan tangan, dan selebihnya dengan
cara melompat dari tempat tinggi. Sedangkan, mereka yang berusia antara 30-45
tahun yang nekat berusaha bunuh diri sebagian besar disebabkan karena
masalah-masalah rumah tangga. "Pada 2008, kasus percobaan bunuh diri
memang banyak didominasi kalangan remaja,".
Penyelesaiannya : Masalah tersebut adalah kasus percobaan bunuh
diri yang dilakukan kalangan remaja dilatarbelakangi oleh permasalahan yang
kompleks. Di antaranya kepribadian remaja yang belum matang rentan mengambil
jalan pintas ketika mengalami masalah.
"Kepribadian remaja itu masih impulsif. Mereka cenderung bertindak sesuatu
tanpa terlebih berpikir panjang terlebih dahulu. Namun, remaja yang nekat melakukan
percobaan bunuh diri ini karena kepribadian mentalnya tidak kuat,"
ujarnya. Remaja yang nekat mengambil jalan pintas ingin mengakhiri hidupnya
memiliki kecenderungan gampang putus asa, tidak bisa melihat jalan keluar
ketika menghadapi masalah, hubungan dengan keluarga kurang harmonis, dan
perkembangan jiwanya kurang matang. "Selain pribadi dirinya yang kurang
matang, faktor lingkungan sekitar, lingkungan sekolah, keluarga, orang tua,
juga turut mempengaruhi,".
Lia
(bukan nama sebenarnya) adalah siswa kelas I SMU Favorit Salatiga yang barusan
naik kelas II. Ia berasal dari keluarga petani yang terbilang cukup secara
sosial ekonomi di desa pedalaman + 17 km di luar kota Salatiga, sebagai anak
pertama semula orang tuanya berkeberatan setamat SLTP anaknya melanjutkan ke
SMU di Salatiga; orang tua sebetulnya berharap agar anaknya tidak perlu
susah-sudah melanjutkan sekolah ke kota, tapi atas bujukan wali kelas anaknya
saat pengambilan STTB dengan berat merelakan anaknya melanjutkan sekolah. Pertimbangan
wali kelasnya karena Lia terbilang cerdas diantara teman-teman yang lain
sehingga wajar jika bisa diterima di SMU favorit.
Sejak diterima di SMU favorit di satu fihak Lia bangga sebagai anak desa toh
bisa diterima, tetapi di lain fihak mulai minder dengan teman-temannya yang
sebagian besar dari keluarga kaya dengan pola pergaulan yang begitu beda dengan
latar belakang Lia. Ia menganggap teman-teman dari keluarga kaya tersebut
sebagai orang yang egois, kurang bersahabat, pilih-pilih teman yang sama-sama
dari keluarga kaya saja, dan sombong. Makin lama perasaan ditolak, terisolik,
dan kesepian makin mencekam dan mulai timbul sikap dan anggapan sekolahnya itu
bukan untuk dirinya tidak krasan, tetapi mau keluar malu dengan orang tua dan
temannya sekampung; terus bertahan, susah tak ada/punya teman yang peduli.
Dasar saya anak desa, anak miskin (dibanding teman-temannya di kota) hujatnya
pada diri sendiri. Akhirnya benar-benar menjadi anak minder, pemalu dan serta
ragu dan takut bergaul sebagaimana mestinya. Makin lama nilainya makin jatuh
sehingga beban pikiran dan perasaan makin berat, sampai-sampai ragu apakah bisa
naik kelas atau tidak.
Memahami Lia dalam perspektif rasional emotif Menurut pandangan rasional
emotif, manusia memiliki kemampuan inheren untuk berbuat rasional ataupun tidak
rasional, manusia terlahir dengan kecenderungan yang luar biasa kuatnya
berkeinginan dan mendesak agar supaya segala sesuatu terjadi demi yang terbaik
bagi kehidupannya dan sama sekali menyalahkan diri sendiri, orang lain, dan
dunia apabila tidak segera memperoleh apa yang diinginkannya. Akibatnya
berpikir kekanak-kanakan (sebagai hal yang manunusiawi) seluruh kehidupannya,
akhirnya hanya kesulitan yang luar biasa besar mampu mencapai dan memelihara
tingkah laku yang realistis dan dewasa; selain itu manusia juga mempunyai
kecenderungan untuk melebih-lebihkan pentingnya penerimaan orang lain yang
justru menyebabkan emosinya tidak sewajarnya seringkali menyalahkan dirinya
sendiri dengan cara-cara pembawaannya itu dan cara-cara merusak diri yang
diperolehnya.
Berpikir
dan merasa itu sangat dekat dan dengan satu sama lainnya : pikiran dapat
menjadi perasaan dan sebaliknya, Apa yang dipikirkan dan atau apa yang
dirasakan atas sesuatu kejadian diwujudkan dalam tindakan/perilaku rasional
atau irasional. Bagaimana tindakan/perilaku itu sangat mudah dipengaruhi oleh
orang lain dan dorongan-doronan yang kuat untuk mempertahankan diri dan
memuaskan diri sekalipun irasional.
Ciri-ciri irasional seseorang tak dapat dibuktikan kebenarannya, memainkan
peranan Tuhan apa saja yang dimui harus terjadi, mengontrol dunia, dan jika
tidak dapat melakukannya dianggap goblok dan tak berguna; menumbuhkan perasaan
tidak nyaman (seperti kecemasan) yang sebenarnya tak perlu, tak terlalu
jelek/memalukan namun dibiarkan terus berlangsung, dan menghalangi seseorang
kembai ke kejadian awal dan mengubahnya. Bahkan akhirnya menimbulkan perasaan
tak berdaya pada diri yang bersangkutan. Bentuk-bentuk pikiran/perasaan
irasional tersebut misalnya : semua orang dilingkungan saya harus menyenangi
saya, kalau ada yang tidak senang terhadap saya itu berarti malapetaka bagi
saya. Itu berarti salah saya, karena saya tak berharga, tak seperti
orang/teman-teman lainnya. Saya pantas menderita karena semuanya itu.
Sehubungan dengan kasus, Lia sebetulnya terlahir dengan potensi unggul, ia
menjadi bermasalah karena perilakunya dikendalikan oleh pikiran/perasaan
irasional; ia telah menempatkan harga diri pada konsep/kepercayaan yang salah
yaitu jika kaya, semua teman memperhatikan / mendukung, peduli, dan lain-lain
dan itu semua tidak ada/didapatkan sejak di SMU, sampai pada akhirnya
menyalahkan dirinya sendiri dengan hujatan dan penderitaaan serta mengisolir
dirinya sendiri. Ia telah berhasil membangun konsep dirinya secara tidak
realistis berdasarkan anggapan yang salah terhadap (dan dari) teman-teman
lingkungannya. Ia menjadi minder, pemalu, penakut dan akhirnya ragu-ragu
keberhasilan/prestasinya kelak yang sebetulnya tidak perlu terjadi.
Tujuan dan teknik konseling
Jika pemikiran
Lia yang tidak logis / realistis (tentang konsep dirinya dan pandangannya
terhadap teman-temannya) itu diperangi maka dia akan mengubahnya. Dengan
demikian tujuan konseling adalah memerangi pemikiran irasional Lia yang melatar-belakangi
ketakutan / kecematannya yaitu konsep dirinya yang salah beserta sikapnya
terhadap teman lain. Dalam konseling konselor lebih bernuansa otoritatif :
memanggil Lia, mengajak berdiskusi dan konfrontasi langsung untuk mendorongnya
beranjak dari pola pikir irasional ke rasional / logis dan realistis melalui
persuasif, sugestif, pemberian nasehat secara tepat, terapi dengan menerapkan
prinsip-prinsip belajar untuk PR serta bibliografi terapi.
Konseling kognitif : untuk
menunjukkan bahwa Lia harus membongkar pola pikir irasional tentang konsep
harga diri yang salah, sikap terhadap sesama teman yang salah jika ingin lebih
bahagia dan sukses. Konselor lebih bergaya mengajar : memberi nasehat,
konfrontasi langsung dengan peta pikir rasional-irasoonal, sugesti dan asertive
training dengan simulasi diri menerapkan konsep diri yang benar dan
sikap/ketergantungan pada orang lain yang benar/rasional dilanjutkan sebagai PR
melatih, mengobservasi dan evaluasi diri. Contoh : mulai dari seseorang berharga
bukan dari kekayaan atau jumlah dan status teman yang mendukung, tetapi pada
kasih Allah dan perwujudanNya.
Allah
mengasihi saya, karena saya berharga dihadiratNya. Terhadap diri saya sendiri
suatu saat saya senang, puas dan bangga, tetapi kadang-kadang acuh-tak acuh,
bahkan adakalanya saya benci, memaki-maki diri saya sendiri, sehingga wajar dan
realistis jika sejumlah 40 orang teman satu kelas misalnya ada + 40% yang baik,
50% netral, hanya 10% saja yang membeci saya. Adalah tidak mungkin menuntut
semua / setiap orang setiap saat baik pada saya, dan seterusnya. Ide-ide ini
diajarkan, dan dilatihkan dengan pendekatan ilmiah.
Konseling
emotif-evolatif untuk mengubah sistem nilai Lia dengan menggunakan teknik
penyadaran antara yang benar dan salah seperti pemberian contoh, bermain peran,
dan pelepasan beban agar Lia melepaskan pikiran dan perasaannya yang tidak
rasional dan menggantinya dengan yang rasional sebagai kelanjutan teknik
kognitif di atas. Konseling behavioritas digunakan untuk mengubah perilaku yang
negatif dengan merubah akar-akar keyakinan Lia yang irasional/tak logis kontrak
reinforcemen, sosial modeling dan relaksasi/meditasi.
•Dalam era
kemajuan informasi dan teknologi, siswa semakin tertekan dan terintimidasi oleh
perkembangan dunia akan tetapi belum tentu dimbangi dengan perkembangan
karakter dan mental yang mantap. Seorang Guru Bimbingan dan Konseling atau
Konselor mempunyai tugas yaitu membantu siswa untuk mengatasi permasalahan dan
hambatan dan dalam perkembangan siswa.
Setiap siswa
sebenarnya mempunyai masalah dan sangat variatif. Permasalahan yang dihadapi
siswa dapat bersifat pribadi, sosial, belajar, atau karier. Oleh karena
keterbatasan kematangan siswa dalam mengenali dan memahami hambatan dan
permasalahan yang dihadapi siswa, maka konselor – pihak yang berkompeten –
perlu memberikan intervensi. Apabila siswa tidak mendapatkan intervensi, siswa
mendapatkan permasalahan yang cukup berat untuk dipecahkan. Konselor sekolah
senantiasa diharapkan untuk mengetahui keadaan dan kondisi siswanya secara
mendalam.
Untuk
mengetahui kondisi dan keadaan siswa banyak metode dan pendekatan yang dapat
digunakan, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu studi kasus (Case
Study). Dalam perkembangannya, oleh karena kompleksitas permasalahan yang
dihadapi siswa dan semakin majunya pengembangan teknik-teknik pendukung –
seperti hanya teknik pengumpulan data, teknik identifikasi masalah, analisis,
interpretasi, dan treatment – metode studi kasus terus diperbarui. Studi kasus
akan mempermudah konselor sekolah untuk membantu memahami kondisi siswa
seobyektif mungkin dan sangat mendalam. Membedah permasalahan dan hambatan yang
dialami siswa sampai ke akar permasalahan, dan akhirnya konselor dapat menentukan
skala prioritas penanganan dan pemecahan masalah bagi siswa tersebut.
Pengertian Studi Kasus
Kamus
Psikologi (Kartono dan Gulo, 2000) menyebutkan 2 (dua) pengertian
tentang Studi kasus (Case Study) pertama Studi kasus merupakan suatu
penelitian (penyelidikan) intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap
seorang atau beberapa orang biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis
tunggal. Kedua studi kasus merupakan informasi-informasi historis atau
biografis tentang seorang individu, seringkali mencakup pengalamannya dalam
terapi. Terdapat istilah yang berkaitan dengan case study yaitu case history
atau disebut riwayat kasus, sejarah kasus. Case history merupakan data yang
terimpun yang merekonstruksikan masa lampau seorang individu, dengan tujuan
agar orang dapat memahami kesulitan-kesulitannya yang sekarang . serta
menolongnya dalam usaha penyesuaian diri (adjustment) (Kartini dan Gulo, 2000).
Berikut ini definisi studi kasus dari beberapa pakar
dalam Psikologi dan Bimbingan Konseling, yaitu ; Studi kasus
adalah suatu teknik mempelajari seorang individu secara
mendalam untuk membantu memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik.
(I.Djumhur, 1985).
Studi kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan
perkembangan seorang murid secara mendalam dengan tujuan membantu murid untuk
mencapai penyesuaian yang lebih baik (WS. Winkel, 1995).
Studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat
integrative dan komprehensif. Integrative artinya menggunakan berbagai teknik
pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi
seluruh aspek pribadi individu secara lengkap (Dewa Ketut Sukardi, 1983).
Studi kasus merupakan teknik yang paling tepat digunakan dalam
pelayanan bimbingan dan konseling karena sifatnya yang komprehensif dan
menyeluruh. Studi kasus menggunakan hasil dari bermacam-macam teknik dan alat
untuk mengenal siswa sebaik mungkin, merakit dan mengkoordinasikan data yang
bermanfaat yang dikumpulkan melalui berbagai alat. Data itu meliputi studi yang
hati-hati dan interpretasi data yang berhubungan dan bertalian dengan
perkembangan dan problema serta rekomendasi yang tepat.
Jadi
berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus
adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan
berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik
berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun
kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan
kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan
(prognosis), lingkungan dan kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi
terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang
mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris
dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan
hambatan individu dalam penyesuaiannya.
Tujuan Studi Kasus
Studi
Kasus diadakan
untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam
keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman dari siswa yang mendalam, konselor
dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan
penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat
menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan
kebahagiaan bagi siswa tersebut.
Sasaran Studi kasus
Sasaran studi kasus adalah individu
yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan
yang serius pula. Yang biasanya dipilih menjadi sasaran bagi suatu studi kasus
adalah murid yang menjadi suatu problem (problem case); jadi seorang murid
membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik, asal murid itu
dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental.
Masa remaja adalah ketika seseorang mulai ingin mengetahui siapa dan
bagaimana dirinya serta hendak ke mana ia menuju dalam kehidupannya. Teori
terkemuka mengenai hal ini dikemukakan oleh Erikson, yaitu identitas diri
versus kebingungan peran yang merupakan salah satu tahap dalam kehidupan
individu (Hansen, Stevic and Warner, 1977:52). Penelitian mengenai hubungan
gaya pengasuhan orang tua dengan perkembangan identitas menujukkan bahwa orang
tua demokratis mempercepat pencapaian identitas, orang tua otokratis menghambat
pencapaian identitas, dan orang tua permisif meningkatkan kebingungan
identitas, sedangkan orang tua yang mendorong remaja untuk mengembangkan sudut
pandang sendiri, memberikan tindakan memudahkan akan meningkatkan pencapaian
identitas remaja (Santrock, 1983:58-59).
Tampak bahwa
perkembangan identitas diri pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh perlakuan
orang tua. Penyelesaian masalah-masalah remaja yang berhubungan dengan
pencarian identitas diri, secara demikian, memerlukan keterlibatan orang tua
secara tepat dan efektif. Kenakalan remaja merupakan masalah masa remaja yang
ber-dimensi luas. Masalah ini mencakup berbagai tingkah laku sejak dari
tampilan tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial hingga tindakan
kriminal. Karenanya, akibat-akibat kenakalan remaja dapat berhubungan dengan
persoalan sosial yang luas serta penegakan hukum. Apa pun akibatnya, kenakalan
remaja bersumber dari kondisi perkembangan remaja dalam interaksinya dengan
lingkungan.
Menurut Santrock
(1983:35) kenakalan remaja yang disebabkan faktor orang
tua antara lain adalah kegagalan memantau anak secara memadai, dan
pendisiplinan yang tidak efektif. Zakiah Daradjat (1995:59) mengungkapkan bahwa
penyimpangan sikap dan perilaku remaja ditimbulkan oleh berbagai kondisi yang
terjadi jauh sebelumnya, antara lain oleh kegoncangan emosi, frustrasi,
kehilangan rasa kasih sayang atau merasa dibenci, diremehkan, diancam, dihina,
yang semua itu menimbulkan perasaan negatif dan kemudian dapat diarahkan kepada
setiap orang yang berkuasa, tokoh masyarakat dan pemuka agama dengan meremehkan
nilai-nilai moral dan akhlak.
Pengentasan masalah siswa yang berhubungan dengan kenakalan remaja tidak hanya
memerlukan perubahan insidental pada sikap dan perlakuan orang tua serta
berbagai elemen dalam masyarakat, melainkan juga dengan pengungkapan dan
pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor timbulnya tingkah laku yang tidak
dikehendaki itu. Artinya, diperlukan penelusuran terhadap kehidupan yang
dilalui sebelumnya dengan pendekatan dan teknik bantuan profesional. Kehidupan
remaja tersebut sebagian besarnya terkait dengan kehidupan dalam keluarga dan
kondisi orang tua mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar