PENDIDIKAN KARAKTER
A. Paradigma pendidikan karakter
Pendidikan
karakter adalah pendidikan untuk “membentuk” kepribadian
seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam
tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung
jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya. Russel Williams
mengilustrasikan bahwa karakter adalah ibarat “otot”
dimana “otot-otot” karakter akan menjadi lembek apabila tidak
pernah diteliti, dan akan kuat dan kokoh apabila sering dipakai. Seperti
seorang binaragawan yang terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya. Ini
berarti hakikat dasar pendidikan karakter adalah apa yang menjadi potensi
manusia harus dikembangkan.
1. Pendidikan karakter
dalam sejarah
Secara historis pendidikan
karakter merupakan misi utama para nabi Muhammad Rasulullah
sendiri awal tugasnya memiliki sesuatu pernyataan yang unik, bahwa dirinya
diutus untuk menyempurnakan karakter (akhlak). Hal ini
mengindikasikan bahwa pembentukan karakter merupakan kebutuhan
utama bagi tumbuhnya cara beragama yang dapat menciptakan peradaban.
Karakter adalah khazanah
falsafah, dapat diletakkan sebagai bagian dari etika. Ada beberapa teori etika
yang ada dalam sejarah :
- Socrates yang menyerukan pengenalan diri
sebagai awal pembentukan diri manusia adalah filsuf yang meyakini bahwa
pengetahuan tentang baik dan buruk ada dalam diri manusia. Tugas guru atau
filsuf adalah membidaninya membantu mengeluarkan potensi baik buruk dari
sang murid.
- Aristoteles, berpendapat bahwa etika
merupakan suatu keterampilan semata yang tidak ada kaitannya potensi
dasar. Kepribadian merupakan hasil pelatihan dan pengajaran. Aristoteles
kemudian mengemukakan teori tentang moderasi (hadd al-wasath) yang
menyatakan bahwa moral yang baik sesungguhnya identik dengan perbuatan
pada sasarnya bersifat “tengah-tengah”. Artinya setiap perbuatan pada
dasarnya bersifat netral.
- Kant menganggap bahwa etika itu
bersifaat fitri. Etika bukan bukan urusan nalar murni. Bila etika
merupakan hasil nalar murni, menurut kant, etika itu bukan sesungguhnya.
Dengan kata lain, perbuatan etis dapat menguntungkan pelakunya, tetapi
dapat juga mengakibatkan kerugian baginya. Maka kant merumuskan bahwa
etika itu merupakan hasil dari nalar “nalar praktis” , yaitu telah
tertanam pada diri manusia sebagai sebuah kewajiban (imperatif kategoris)
kebaikan adalah kecendrungan fitri dalam setiap diri manusia.
- Amin Abdullah mencatat ada beberapa
corak pemikiran islam mengenai etika. Pertama, etika itu bersifat fitri,
artinya semua manusia pada hakikatnya (apapun agamanya) memiliki
pengetahuan fitri tentang baik dan buruk pemikiran ini dianut. Kedua,
moralitas islam didasarkan kepada keadilan, yakni menempatkan segala
sesuatu pada porsinya. Ketiga, tindakan etis itu seakligus dipercayai pada
puncaknya akan menghasilkan kebahagiaan pada pelakunya. Keempat, tindakan
etis itu bersifat rasional. Kelima, etika merupakan sebuah kewajiban.
2. Dua paradigma pendidikan karakter
Ada dua paradigma dasar pendidikan karakter :
- Paradigma
yang memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahamn
moral yang sifatnya lebih sempit (narrow scope to moral education) pada
paradigma ini disepakati telah adanya karakter tertentu yang tinggal
diberikan kepada peserta didik.
- Paradigma
ini memandang pendidikan
karakter sebagai sebuah padegogi, menempatkan individu
yang pengembangan karakter. Paradigma kedua memandang peserta
didik sebagai agen tafsir, penghayat, sekaligus pelaksana nilai melalui
kebebsan yang dimilikinya.
Pendidikan
karakter yang dimaksud adalah gabungan antara keduanya,
yaitu menanamkan karakter tertentu sekaligus memberi benih agar peserta didik
mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalani kehidupan.
3. Prinsip-prinsip pendidikan karakter
- Manusia
adalah makhluk yang dipengaruhi 2 aspek, pada dirinya memiliki sumber
kebenaran dan dari luar sirinya ada juga dorongan atau kondisi yang
mempengaruhi kesadaran. Berkowitz (1998) membagi dua aspek emosi yaitu
selfeen-sorship (kontrol internal) dan prosocial. Kontrol internal
berkaitan adanya perasaan bersalah dan malu dimana kontrol ini akan
mencegah dari perilaku buruk dan selalu ada keinginan untuk memperbaiki
diri. Sedangkan aspek prosocial adalah emosi yang timbul karena melihat
kesulitan atau penderitaan orang lain dan ini biasa disebut dengan empati
atau simpati.
- Pendidikan
karakter tidak meyakini adanya pemisahan antara roh,
jiwa dan badan. Hadist meriwayatkan bahwa iman dibangun oleh peran serta
roh, jiwa dan badan yaitu melalui penindakan, peyakinan, dan perkataan.
- Pendidikan
karakter mengutamakan munculnya kesadaran pribadi
peserta didik untuk secara ikhlas mengutamakan karakter positif.
- Pendidikan
karakter mengarahkan
peserta didik untuk menjadi manusia ulul albab yang tidak hanya memiliki
kesadaran diri. Manusia semacam ini adalah manusia yang mempunyai
competence, compassion, dan concense. Manusia yang memiliki competence
adalah manusia yang unggul dan menghargai proses. Manusia yang compassion
adalah manusia yang peduli dengan sesamanya dan manusia yang concense
adalah manusia yang sadar akan tujuan hidupnya.
- Karakter
seseorang ditentukan oleh apayang dilakukannya berdasarkan pilihan.
B. Mengenali Metode Pendidikan Karakter
1. Metode-metode pendidikan karakter
Secara umum,
Ratma Megawangi menengarai perlunya penerapan metode 4M dalam pendidikan
karakter yaitu Mengetahui, Mencintai, Menginginkan dan Mengerjakan kebaikan
secara smiltan dan berkesinambungan. Metode ini menunjukkan bahwa karakter
adalah sesuatu yang dikerjakan secara sadar dan menyeluruh.
Doni A. Koesoema mengajukan lima
metode pendidikan karakter yaitu mengerjakan, keteladanan, menentukan
prioritas, praksis prioritas dan refleksi. Sementara itu pendagogi
transformatif iganiasian menerapkan lima tahapan penting pendidikan karakter
yang harus ditempuh yaitu kontek, pengalaman, refleksi, aksi, dan
evaluasi-evaluasi.
2. Tujuh kualitas pendidikan karakter
Ruswort kidder dalam how good people
make tought choice (1995) memberikan tujuh kualitas yang diperlukan dalam
pendidikan karakter yaitu :
a.
Empowered (pembayaran)
b. Effective
c. Extended
d. Embedded
e. Engaged
f. Epistemological
g. Evaluative
3. Pendidikan karakter : pendidikan berbasis komunitas
b. Effective
c. Extended
d. Embedded
e. Engaged
f. Epistemological
g. Evaluative
3. Pendidikan karakter : pendidikan berbasis komunitas
Salah satu dinamika
dasar pendidikan adalah membiasakan manusia muda mengadakan refleksi atas
pengalaman hidup. Refleksi merupakan tindakan kunci pada waktu dari pengalaman
ke bertindak.
Islam sejak mula
menyadari bahwa pengembangan pribadi hanyalah salah satu ikhtiar yang
diperlengkapi dengan pengembangan masyarakat yang menunjang pengembangan
pribadi itu. Sayangnya kehidupan modern memecah dua orientasi ini sehingga
mengarahkan ummat islam hanya terfokus pada pengembangan diri dan menggunakan
sistem sosial yang berbeda. Kelemahan lain adalah munculnya konflik dan klaim
kebenaran yang didukung kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar