Rabu, 06 Maret 2013

PENDIDIKAN KARAKTER


PENDIDIKAN KARAKTER

A. Paradigma pendidikan karakter
       Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk “membentuk” kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya. Russel Williams mengilustrasikan bahwa karakter adalah ibarat “otot” dimana “otot-otot” karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah diteliti, dan akan kuat dan kokoh apabila sering dipakai. Seperti seorang binaragawan yang terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya. Ini berarti hakikat dasar pendidikan karakter adalah apa yang menjadi potensi manusia harus dikembangkan.
1. Pendidikan karakter dalam sejarah
            Secara historis pendidikan karakter merupakan misi utama para nabi Muhammad Rasulullah sendiri awal tugasnya memiliki sesuatu pernyataan yang unik, bahwa dirinya diutus untuk menyempurnakan karakter (akhlak). Hal ini mengindikasikan bahwa pembentukan karakter merupakan kebutuhan utama bagi tumbuhnya cara beragama yang dapat menciptakan peradaban.

Karakter adalah khazanah falsafah, dapat diletakkan sebagai bagian dari etika. Ada beberapa teori etika yang ada dalam sejarah :
  • Socrates yang menyerukan pengenalan diri sebagai awal pembentukan diri manusia adalah filsuf yang meyakini bahwa pengetahuan tentang baik dan buruk ada dalam diri manusia. Tugas guru atau filsuf adalah membidaninya membantu mengeluarkan potensi baik buruk dari sang murid.
  • Aristoteles, berpendapat bahwa etika merupakan suatu keterampilan semata yang tidak ada kaitannya potensi dasar. Kepribadian merupakan hasil pelatihan dan pengajaran. Aristoteles kemudian mengemukakan teori tentang moderasi (hadd al-wasath) yang menyatakan bahwa moral yang baik sesungguhnya identik dengan perbuatan pada sasarnya bersifat “tengah-tengah”. Artinya setiap perbuatan pada dasarnya bersifat netral.
  • Kant menganggap bahwa etika itu bersifaat fitri. Etika bukan bukan urusan nalar murni. Bila etika merupakan hasil nalar murni, menurut kant, etika itu bukan sesungguhnya. Dengan kata lain, perbuatan etis dapat menguntungkan pelakunya, tetapi dapat juga mengakibatkan kerugian baginya. Maka kant merumuskan bahwa etika itu merupakan hasil dari nalar “nalar praktis” , yaitu telah tertanam pada diri manusia sebagai sebuah kewajiban (imperatif kategoris) kebaikan adalah kecendrungan fitri dalam setiap diri manusia.
  • Amin Abdullah mencatat ada beberapa corak pemikiran islam mengenai etika. Pertama, etika itu bersifat fitri, artinya semua manusia pada hakikatnya (apapun agamanya) memiliki pengetahuan fitri tentang baik dan buruk pemikiran ini dianut. Kedua, moralitas islam didasarkan kepada keadilan, yakni menempatkan segala sesuatu pada porsinya. Ketiga, tindakan etis itu seakligus dipercayai pada puncaknya akan menghasilkan kebahagiaan pada pelakunya. Keempat, tindakan etis itu bersifat rasional. Kelima, etika merupakan sebuah kewajiban.

2. Dua paradigma pendidikan karakter

Ada dua paradigma dasar pendidikan karakter :
  1. Paradigma yang memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahamn moral yang sifatnya lebih sempit (narrow scope to moral education) pada paradigma ini disepakati telah adanya karakter tertentu yang tinggal diberikan kepada peserta didik.
  2. Paradigma ini memandang pendidikan karakter sebagai sebuah padegogi, menempatkan individu yang pengembangan karakter. Paradigma kedua memandang peserta didik sebagai agen tafsir, penghayat, sekaligus pelaksana nilai melalui kebebsan yang dimilikinya.
      Pendidikan karakter yang dimaksud adalah gabungan antara keduanya, yaitu menanamkan karakter tertentu sekaligus memberi benih agar peserta didik mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalani kehidupan.

3. Prinsip-prinsip pendidikan karakter
  1. Manusia adalah makhluk yang dipengaruhi 2 aspek, pada dirinya memiliki sumber kebenaran dan dari luar sirinya ada juga dorongan atau kondisi yang mempengaruhi kesadaran. Berkowitz (1998) membagi dua aspek emosi yaitu selfeen-sorship (kontrol internal) dan prosocial. Kontrol internal berkaitan adanya perasaan bersalah dan malu dimana kontrol ini akan mencegah dari perilaku buruk dan selalu ada keinginan untuk memperbaiki diri. Sedangkan aspek prosocial adalah emosi yang timbul karena melihat kesulitan atau penderitaan orang lain dan ini biasa disebut dengan empati atau simpati.
  2. Pendidikan karakter tidak meyakini adanya pemisahan antara roh, jiwa dan badan. Hadist meriwayatkan bahwa iman dibangun oleh peran serta roh, jiwa dan badan yaitu melalui penindakan, peyakinan, dan perkataan.
  3. Pendidikan karakter mengutamakan munculnya kesadaran pribadi peserta didik untuk secara ikhlas mengutamakan karakter positif.
  4. Pendidikan karakter mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia ulul albab yang tidak hanya memiliki kesadaran diri. Manusia semacam ini adalah manusia yang mempunyai competence, compassion, dan concense. Manusia yang memiliki competence adalah manusia yang unggul dan menghargai proses. Manusia yang compassion adalah manusia yang peduli dengan sesamanya dan manusia yang concense adalah manusia yang sadar akan tujuan hidupnya.
  5. Karakter seseorang ditentukan oleh apayang dilakukannya berdasarkan pilihan.

B. Mengenali Metode Pendidikan Karakter

1. Metode-metode pendidikan karakter
         Secara umum, Ratma Megawangi menengarai perlunya penerapan metode 4M dalam pendidikan karakter yaitu Mengetahui, Mencintai, Menginginkan dan Mengerjakan kebaikan secara smiltan dan berkesinambungan. Metode ini menunjukkan bahwa karakter adalah sesuatu yang dikerjakan secara sadar dan menyeluruh.
      Doni A. Koesoema mengajukan lima metode pendidikan karakter yaitu mengerjakan, keteladanan, menentukan prioritas, praksis prioritas dan refleksi. Sementara itu pendagogi transformatif iganiasian menerapkan lima tahapan penting pendidikan karakter yang harus ditempuh yaitu kontek, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi-evaluasi.

2. Tujuh kualitas pendidikan karakter
     Ruswort kidder dalam how good people make tought choice (1995) memberikan tujuh kualitas yang diperlukan dalam pendidikan karakter yaitu :
    a. Empowered (pembayaran)
    b. Effective
    c. Extended
    d. Embedded
    e. Engaged
    f. Epistemological
   g. Evaluative


3. Pendidikan karakter : pendidikan berbasis komunitas
   
        Salah satu dinamika dasar pendidikan adalah membiasakan manusia muda mengadakan refleksi atas pengalaman hidup. Refleksi merupakan tindakan kunci pada waktu dari pengalaman ke bertindak.
Islam sejak mula menyadari bahwa pengembangan pribadi hanyalah salah satu ikhtiar yang diperlengkapi dengan pengembangan masyarakat yang menunjang pengembangan pribadi itu. Sayangnya kehidupan modern memecah dua orientasi ini sehingga mengarahkan ummat islam hanya terfokus pada pengembangan diri dan menggunakan sistem sosial yang berbeda. Kelemahan lain adalah munculnya konflik dan klaim kebenaran yang didukung kekuasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar