MAKALAH : PENDIDIKAN
SEPANJANG HAYAT DAN 4 PILAR PENDIDIKAN UNESCO
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 TOPIK : hakekat pendidikan
1.2
INDIKATOR :
a. Menjelaskan hakekat belajar sepanjang hayat
b. Menjelaskan empat pilar pendidikan yang
dikeluarkan oleh UNESCO serta pengaruh dan keterkaitannya
terhadap pendidikan sepanjang hayat..
1.3 URAIAN MATERI
Pendidikan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang
didalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan
ketrampilan-ketrampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung
sepanjang hayat, dari generasi ke generasi (Dwi Siswoyo, 2008: 25). Dari
pengertian di atas dapat diartikan bahwa hampir dari seluruh kegiatan manusia
yang bersifat positif dapat dianggap bahwa mereka telah melakukan proses
pendidikan. Tujuan pendidikan secara luas antara lain adalah untuk meningkatkan
kecerdasan, membentuk manusia yang berkualitas, terampil, mandiri, inovatif,
dan dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Oleh karena itu, pendidikan
sangat diperlukan oleh manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan sebagai
makhluk individu, sosial dan beragama. Di sinilah peran lembaga pendidikan baik
formal maupun non formal untuk membantu masyarakat dalam mewujudkan tujuan
pendidikan yang telah disampaikan di atas, melalui pendidikan sepanjang hayat
manusia diharapkan mampu menjadi manusia yang terdidik
1. Pengertian
Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan sepanjang hayat (life long education) adalah sebuah sistem pendidikan yang
dilakukann oleh manusia ketika lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan
sepanjang hayat merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi. Melalui
pendidikan sepanjang hayat, manusia selalu belajar melalui peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau pengalaman yang telah dialami.
Konsep pendidikan sepanjang hayat tidak mengenal batas usia, semua manusia baik
yang masih kecil hingga lanjut usia tetap bisa menjadi peserta didik, karena
cara belajar sepanjang hayat dapat dilakukan dimanapun, kapanpun, dan oleh
siapapun.
Menurut pendapat Sudjana (2001: 217-218) pendidikan sepanjang
hayat harus didasarkan atas prinsip-prinsip pendidikan di bawah ini :
a. Pendidikan hanya akan berakhir apabila
manusia telah meninggal dunia.
b. Pendidikan
sepanjang hayat merupakan motivasi yang kuat bagi peserta didik untuk
merencanakan dan melakukan kegiatan belajar secara terorganisi dan
sistimatis.
c. Kegiatan
belajar bertujuan untuk mempeoleh, memperbaharui, dan meningkatkan pengetahuan,
sikap dan ketrampilan yang telah dimiliki.
d. Pendidikan
memiliki tujuan-tujuan berangkai dalam memenuhi kebutuhan belajar dan dalam mengembangkan
kepuasan diri setiap manusia yang melakukan kegiatan belajar.
e. Perolehan
pendidikan merupakan prasyarat bagi perkembangan kehidupan manusia, baik untuk
meningkatkan kemampuannya, agar manusia selalu melakukan kegiatan belajar guna
memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Tahap
Proses Belajar Pendidikan Sepanjang Hayat
Tahapan belajar manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian.
Bagian yang pertama ialah proses belajar yang tidak dapat dilihat oleh panca
indera, karena proses belajar terjadi dalam pikiran seseorang yang sedang
melakukan kegiatan belajar. Proses ini sering disebut dengan proses intern.
Bagian yang kedua disebut proses belajar ekstern, proses ini dapat menunjukkan
apakah dalam diri seseorang telah terjadi proses belajar yang ditandai dengan
adanya perubahan ke arah yang lebih baik.
Menurut Suprijanto (2007) proses belajar yang terjadi dalam diri
seseorang yang sedang belajar berlangsung melalui enam tahapan yaitu :
a. Motivasi
Yang dimaksud motivasi di sini adalah keinginan untuk mencapai
suatu hal. Apabila dalam diri peserta didik tidak ada minat untuk belajar,
tentu saja proses belajar tidak akan berjalan dengan baik. Jika demikian
halnya, pendidik harus menumbuhkan minat belajar tersebut dengan berbagai cara,
antara lain dengan menjelaskan pentingnya pelajaran dan mengapa materi itu
perlu dipelajari.
b.
Perhatian pada Pelajaran
Peserta didik harus dapat memusatkan perhatiannya pada
pelajaran. Apabila hal itu tidak terjadi maka proses belajar akan mengalami
hambatan. Perhatian peserta ini sangat tergantung pada pembimbing.
c.
Menerima
dan Mengingat
Setelah memperhatikan pelajaran, seorang peserta didik akan
mengerti dan menerima serta menyimpan dalam pikirannya. Tahap menerima dan
mengingat ini harus terjadi pada diri orang yang sedang belajar. Ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan dan pengingatan ini, seperti
struktur, makna, pengulangan pelajaran , dan interverensi.
d.
Reproduksi
Dalam proses belajar, seseorang tidak hanya harus menerima dan
mengingat informasi baru saja, tetapi ia juga harus dapat menemukan kembali
apa-apa yang pernah dia terima. Agar peserta didik mampu melakukan reproduksi,
pendidik perlu menyajikan pengajarannya dengan cara yang mengesankan.
e.
Generalisasi
Pada tahap generalisasi ini, peserta didik harus mampu menerapkan
hal yang telah dipelajari di tempat lain dan dalam ruang lingkup yang lebih
luas. Generalisasi juga dapat diartikan penerapan hal yang telah dipelajari
dari situasi yang satu ke situasi yang lain.
f.
Menerapkan Apa yang Telah Diajarkan serta Umpan
Balik
Dalam tahap ini, peserta didik harus sudah memahami dan dapat
menerapkan apa yang telah diajarkan. Untuk meyakinkan bahwa peserta didik telah
benar-benar memahami, maka pembimbing dapat memberikan tugas atau tes yang
harus dikerjakan oleh peserta didik. Tes yang diberikan pun dapat berupa tes
tertulis maupun lisan. Selanjutnya, pendidik berkewajiban memberikan umpan
balik berupa penjelasan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan umpan balik
seperti itu, peserta didik dapat mengetahui seberapa ia memahami apa yang
diajarkan dan dapat mengoreksi dirinya sendiri.
3. Membentuk
Kemandirian Melalui Pendidikan Sepanjang hayat.
Setiap manuusia yang lahir di dunia ini tidak langsung dapat
hidup mandiri. Di awal kehidupannya, ia akan membutuhkan bantuan dari orang
lain, bahkan cenderung tergantung terhadap orang lain. Sejak bayi hingga
anak-anak ia akan sangat membutuhkan peran keluarga dan orang-orang di
sekitarnya agar dapat membantu ia untuk bertahan hidup. Namun seiring
pertumbuhannya, sedikit demi sedikit ia akan mampu mengurangi tingkat
ketergantungannya kepada orang lain, sehingga lama kelamaan ia dapat menjadi
manusia yang mandiri.
Proses belajar akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang
sehingga mampu menjadi dewasa dan mandiri. Manusia mengalami perubahan dari
yang sebelumnya selalu tergantung kepada orang lain menjadi manusia yang
mandiri, bahkan justru akan mampu membantu orang lain. Perubahan seperti ini
seharusnya terus terjadi sepanjang hayat selama manusia tersebut masih hidup.
Namun pada kenyataannya, sebagian besar manusia berhenti belajar setelah mereka
merasa cukup dewasa. Padahal pada dasarnya perubahan-perubahan sikap menuju
arah yang lebih baik harus selalu dilakukan untuk mempersiapkan diri terhadap
perubahan-perubahan yang timbul seperti halnya perubahan dalam bidang kemajuan
teknologi dan pengetahuan. Mereka yang terus melakukan proses belajar akan
dapat mengikuti perubahan yang ada, sedangkan mereka yang berhenti untuk
belajar akan merasakan kesulitan dalam menghadapi perubahan dan akan cenderung
menjadi manusia yang kurang mandiri.
Sudjana (2001: 228) berpendapat bahwa dalam pengembangan sikap
dan perilaku mandiri, pendidikan luar sekolah dapat berperan untuk membantu
peserta didik sehingga ia dapat menyadari dan mengakui potensi dan kemampuan
dirinya. Peserta didik perlu dibantu untuk mampu berdialog dengan dirinya dan
lingkungannya. Program-program pendidikan non formal diarahkan untuk memotivasi
peserta didik dalam upaya mengaktualisasi potensi diri, berpikir, dan berbuat
positif terhadap lingkungan, serta mencapai kepuasan diri dan bermakna bagi
lingkungan.
4. Empat
Pilar Pendidikan UNESCO
Upaya
meningkatkan kualitas suatu bangsa tidak ada cara lain kecuali melalui
peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu UNESCO mencanangkan
empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yaitu: learning to know,
learning to do, learning to be, dan learning to live together.
a) Learning to know : Pendidikan pada hakikatnya merupakan
usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi
kehidupan. Penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu, termasuk
di dalamnya Learning to How. Untuk mengimplementasikan “learning to know”
(belajar untuk mengetahui), Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai
fasilitator. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai
kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan
siswa.
b) Learning to do : Pendidikan juga
merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do). Proses
belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi,
serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan,
perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pendidikan
membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk
terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang
bermakna bagi kehidupan. Belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerja sama dalam
team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi. Sekolah sebagai wadah
masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan
keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do”
(belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat
dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya
bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama
bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan
keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata.
c) Learning to be : Penguasaan pengetahuan dan
keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to
be). Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik,
kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa
yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas
untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai
kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk
menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal. Menjadi diri
sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri.
Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat,
belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian
aktualisasi diri. Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung
jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Pilar ketiga yang dicanangkan Unesco
adalah “learning to be” (belajar untuk menjadi seseorang).
d) Learning
to live together : Belajar memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan
nilai-nilai agamanya. Terjadinya proses “learning to live together” (belajar
untuk menjalani kehidupan bersama), pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup
bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan
disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling
pengertian antar ras, suku, dan agama. Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai
hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu
berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu
menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang
lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat
(learning to live together).
Dengan mengaplikasikan pilar-pilar tersebut,
diharapkan pendidikan yang berlangsung di seluruh dunia termasuk Indonesia
dapat menjadi lebih baik, namun yang menjadi masalah adalah dunia pendidikan di
Indonesia yang saat ini masih minim fasilitas, terlebih lagi di daerah-daerah
terpencil, belum meratanya fasilitas pendidikan, tentunya akan menjadi halangan
bagi siswa untuk mengembangkan diri mereka. Untuk itu semua, pendidikan di
Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan
profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap
manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat
Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia
BAB II
ISI
2.1 RANGKUMAN MATERI
Pendidikan sepanjang hayat (life long education) adalah sebuah sistem pendidikan yang
dilakukan oleh manusia ketika lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan
sepanjang hayat merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi. Dimana
tahap-tahap pelaksanaannya adalah harus ada : motivasi, perhatian dan
pelajaran, menerima dan mengingat, reproduksi, generalisasi, menerapkan apa
yang telah diajarkan serta umpan balik. Dimana pendidikan sepanjang hayat ini
juga akan mampu membentuk kemandirian dari seseorang, salah satunya dengan
pendidikan non formal, yang mampu membangkitkan daya pikir, berbuat positif
dari, oleh dan untuk dirinya sendiri serta lingkungan. Dalam upaya memajukan pendidikan di
Indonesia UNESCO mengeluarkan empat pilar yang dapat menopang pendidikan yang
ada di Indonesia ini. Keempat pilar tersebut adalah learning to know, learning
to do, learning to be, dan learning to live together. Dimana Untuk
mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus
mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut
untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka
mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya
memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki,
serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan
sesuatu) dapat terealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi
faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung
pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan
sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan
daripada penguasaan pengetahuan semata.
Pilar ketiga yang dicanangkan Unesco adalah “learning to be”
(belajar untuk menjadi seseorang). Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat,
minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi
lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya
bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa
yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi
fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa
secara utuh dan maksimal.
Terjadinya proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani
kehidupan bersama), pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling
menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi
seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras,
suku, dan agama. Dengan melakukan empat pilar yang telah dikeluarkan oleh
UNESCO, untuk itu semua pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada
peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap,
kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang
demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat
yang bermartabat di mata masyarakat dunia. Mengarah ke point ketiga, “Learning
To Be” belajar untuk
menjadi seseorang. Hal ini sangat berkaitan dengan bakat dan minat yang
dimiliki seseorang. Jika seseorang memiliki bakat yang lebih, dalam suatu
bidang tidak akan mampu berkembang apabila tanpa ada dukungan dan fasilitas
baik dari guru itu sendiri dan pengaruh lingkungan luar. Ini dimaksudkan agar
seorang siswa mampu mewujudkan dan mengembangkan bakatnya sesuai dengan
harapannya. Jadi tanpa peranan guru sebagai fasilitator maka pilar ketiga yang
dicetuskan UNESCO tidak akan terlaksana dengan baik. Begitu juga dengan poin
yang keempat “Learning to
Live Together”belajar untuk menjalani kehidupan bersama. Maksud dari
point keempat ini adalah bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang aman
tentram, dan saling menghargai antar agama, suku, ras, dan budaya dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini toleransi antar sesama manusia
sangat diperlukan, karena umat manusia itu ditakdirkan untuk menjalani
kehidupan bersama-sama dan tidak dapat menjalani kehidupan itu sendiri.
2.2 REVIEW MATERI
Adapun pendapat serta ulasan kami
terhadap materi yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu, kami mendukung
pernyataan-pernyataan dari materi di atas, karena pendidikan sepanjang hayat
adalah sesuatu yang mutlak untuk dilakukan dan ini adalah jalan utama untuk
memanusiakan manusia. Jadi janganlah mencoba untuk berhenti belajar jika hanya
dengan kata “cukup”, karena pendidikan bagaikan air yang akan terus mengalir,
kita harus terus mencari dan mendapatkan hasil yang lebih baik dari pendidikan
tersebut seperti kemandirian dan kedewasaan. Sehingga terus bangkitkan motivasi
dalam diri kita dalam menjalani pendidikan sepanjang hayat tersebut.
Lalu
sudahkah pendidikan sepanjang hayat dan pengajaran tersebut sesuai dengan 4
pilar UNESCO?
Menurut pendapat kami, Adanya
empat pilar pendidikan menurut UNESCO menjadi sorotan utama karena pilar-pilar
tersebut bergerak dalam memajukan pendidikan. Namun ke-empat pilar tersebut
belum terealisasi secara sempurna utamanya di Indonesia. Dalam hal ini
pihak-pihak yang terkait dalam memajukan pendidikan itu belum melaksanakan
kewajibannya dengan baik. “minimalisasi” selalu menjadi akar dan permasalahan
pelik dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Pemerataan fasilitas masih
jauh dari kata “sempurna dan memadai”. Dimana pembaharuan, rehabilitas hanya
terpusat pada beberapa tempat umumnya kota-kota besar yang menjadi tempat
sentral pendidikan, sementara di daerah yang sudah tidak terjamah lagi rasanya
akan menjadi sesuatu yang sulit untuk memajukan pendidikannya karena pemerintah
tidak memandang bagaimana kondisi pendidikan di daerah tersebut, apakah sudah sejahtera atau tidak dari segi pendidik dan peserta didik. Sebagaimana pilar pendidikan pada
point pertama di atas, “Learning
to know”, bagaimana siswa dapat menambah ilmu sebanyak-banyaknya
misalnya di desa terpencil sedangkan fasilitasnya saja tidak memadai misalnya
referensi bagi peserta didik disana. Lalu, mengarah ke point kedua, “Learning To Do”, masih
terkait dari point di atas, tentu sesuatu yang sangat tidak mungkin untuk
menghasilkan output yang berkualitas yang mampu berkarya jika tidak dibekali
pengetahuan dimana fasilitas sebelumnya sudah tidak memadai. Mengarah ke point
ketiga, “Learning To Be” belajar
untuk menjadi seseorang. Hal ini sangat berkaitan dengan bakat dan minat yang
dimiliki seseorang. Jika seseorang memiliki bakat yang lebih, dalam suatu
bidang tidak akan mampu berkembang apabila tanpa ada dukungan dan fasilitas
baik dari guru itu sendiri dan pengaruh lingkungan luar. Jadi tanpa peranan
guru sebagai fasilitator maka pilar ketiga yang dicetuskan UNESCO tidak akan
terlaksana dengan baik. Begitu juga dengan poin yang keempat “Learning to Live Together” belajar untuk menjalani kehidupan
bersama. Maksud dari point keempat ini adalah bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat yang aman tentram, dan saling menghargai antar agama, suku, ras, dan
budaya dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini toleransi antar
sesama manusia sangat diperlukan, karena umat manusia itu ditakdirkan untuk
menjalani kehidupan bersama-sama dan tidak dapat menjalani kehidupan itu sendiri. Disinilah diperlukan kerjasama dari
berbagai pihak dalam memajukan pendidikan Indonesia. Baik itu guru, pemerintah,
masyarakat, orang tua siswa, dan juga siswa itu sendiri sebagai objek
pendidikan. Yang nantinya mampu memajukan pendidikan di Indonesia agar
mampu mewujudkan negara
yang maju dan mampu bersaing dengan dunia luar, dengan kualitas SDM yang
tinggi.
BAB III
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
a.
Pendidikan sepanjang hayat mutlak untuk dijalankan oleh setiap
manusia yang terlahir ke dunia ini.
b.
Adapun empat pilar pendidikan yang dikeluarkan oleh UNESCO
adalah learning to know, learning to do, learning to be,learning to live
together.
c.
Jadi sangat diperlukan kerjasama dari semua pihak dalam
implementasi empat pilar pendidikan UNESCO tersebut dalam “pendidikan sepanjang
hayat” begitu juga pengajaran di Indonesia demi kualitas hidup manusia yang
lebih baik.
4.2 SARAN
Laksanakan pendidikan sepanjang hayat tersebut dengan sepenuh
hati, penuh motivasi, jangan sampai terputus. Janganlah cepat merasa puas dari
apa yang telah didapatkan dari pendidikan yang telah kita jalani, karena
pendidikan itu akan terus berlangsung dari kita lahir sampai mati.
http://rahayukusumapratiwi.blogspot.com/2012/11/makalah-aliran-pendidikan.html 1 September 2013 16:00
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar