Jumat, 19 September 2014

Analisis Pengubahan Tingkah Laku



MENINGKATKAN TINGKAH LAKU

Tingkah laku merupakan perbuatan yang dilakukan oleh individu dalam kondisi tertentu yang diperoleh melalui hasil belajar. Lingkungan mengarahkan terjadinya tingkah laku, baik secara verbal maupun visual. Biasanya dilakukan dengan cara modelling atau adanya prior knowledge (pengetahuan atau pengalaman sebelumnya) yang disebut sebagai anteseden, karena terjadi sebelum tingkah laku. Tingkah laku yang muncul nantinya ada yang dikehendaki, disebut akselerasi maupun tidak dikehendaki, disebut deselerasi. Apapun tingkah laku yang dihasilkan oleh individu adalah benar, namun lingkunganlah yang dapat menentukan tingkah laku individu mana yang akan dihukum dan yang mana diganjar, sebagai konsekuensinya.

A.      Potensi Perilaku = Harapan dan Nilai Penguatan
Formulasi Rotters memiliki beberapa implikasi besar bagi penerapan intervensi analisis tingkah laku. Pertama, siswa yang terlibat dalam perilaku sosial yang mengganggu mungkin tidak memiliki respon sosial yang positif diharapkan akan efektif dalam memproduksi nilai penguatan. Penelitian oleh sejumlah penulis menunjukkan bahwa individu dengan keterbatasan (cacat) cenderung kurang memiliki respon sosial yang tepat (Blackbourn, 1989;Bryan, 1976; Carter & Sugai, 1988; Martin, Rusch, Lagomarcino, & Chadsey-Rusch, 1986; Nelson, 1988; Schloss & Schloss, 1987).  Instruksi yang terkait dengan tujuan untuk memperbaiki permasalahan ini dengan menyediakan beberapa alternatif kemampuan prososial. Namun, karena pengalaman belajar yang sebelumnya, siswa yang sudah memiliki kemampuan sosial yang baik mungkin masih percaya bahwa respon yang mengganggu akan menghasilkan kepuasan yang lebih besar.
Kedua, siswa yang terlibat dalam perilaku sosial yang mengganggu dapat memilih penguatan yang dihasilkan oleh respon-respon ini melalui perilaku positif. Pada contoh yang sebelumnya, reinforcement yang diharapkan dari respon yang mengganggu mungkin termasuk persetujuan teman dan kepatuhan tanpa syarat dari teman sekelas tersebut. Respon yang terjadi pada kemampuan sosial yang baik mungkin adalah adanya pujian dari guru dan adanya kepatuhan bersyarat dari teman sekelas. Jika siswa menghargai nilai dari konsekuensi yang telah ada dari dulu sampai sekarang, dapat diharapkan respon yang mengganggu digunakan pada respon sosial yang terampil.
Ketiga, siswa yang terlibat dalam perilaku sosial yang mengganggu mungkin dapat meningkatkan harapan karena reinforcement mengikuti respon-respon yang kontras dengan respon sosial yang positif. Siswa mungkin akan percaya, berdasarkan pengalaman yang telah terjadi, bahwa menjadi argumentatif dan terlibat dalam pertempuran secara konsisten akan menghasilkan efek yang diinginkan (misalnya, reinforcement). Keterampilan sosial, bagaimanapun, dapat menghasilkan efek yang memuaskan hanya sesekali.
Masing-masing faktor menekankan pentingnya mengembangkan konsekuensi yang tepat untuk tingkah laku yang positif. Antecendents dapat menetapkan tingkah laku yang tepat untuk terjadi, dan bahkan dapat mencegah terjadinya tingkah laku yang mengganggu. Bagaimanapun konsekuensi memastikan bahwa siswa akan memilih untuk menggunakan perilaku sosial yang positif. Kepastian ini merupakan hasil dari meningkatnya pilihan terhadap kejadian yang dihasilkan dari perilaku sosial yang positif.

B.       Definisi Reinforcement
Reinforcement dapat pula disebut sebagai “ganjaran” (Indreswari, 1993). Pada umumnya, individu menganggap bahwa reinforcement diartikan sebagai sesuatu yang positif saja, pada hal reinforcement sendiri, dibedakan menjadi dua yaitu positif reinforcement dan negatif reinforcement. Sebelum membahas mengenai reinforcment positif dan negatif, terlebih dahulu membahas mengenai definisi reinforcement itu sendiri. Reinforcement atau penguatan menjadikan individu untuk mengulangi perilaku yang sama di masa depan dalam situasi yang sama. Miltenberger (2012) ada tiga hal pokok dalam penguatan yaitu menimbulkan perilaku tertentu, diikuti dengan konsekuensi langsung, dan menghasilkan penguatan perilaku karena dilakukan berulang di masa depan.
Contoh Karin menangis setiap kali menginginkan boneka agar orang tua memperhatikan, kemudian membelikan. Memperoleh perhatian orang tua merupakan konsekuensi langsung, sedangkan menangis adalah penguatan perilaku. Grafik dibawah ini menunjukkan efek penguatan terhadap perilaku.
Reinforcement (penguatan) adalah suatu proses dimana suatu perilaku sasaran diperkuat (yaitu, meningkatkan frekuensi, durasi, atau besarnya) sebagai akibat dari efeknya dalam memproduksi konsekuensi tertentu. Penguatan menggambarkan kontingensi dimana presentasi kontingen akibatnya meningkatkan kemungkinan terjadi di masa depan perilaku. Reinforcers termasuk kepuasan konsekuensi yang efektif untuk meningkatkan kekuatan perilaku. Konsekuensi memuaskan dapat mencakup pencapaian kejadian positif atau menghindari atau penghapusan peristiwa negatif. Perbedaan antara dua kondisi ini dijelaskan di bagian berikut.
Godwin dan Coates (1976), penguatan merupakan alat pengganjaran yang dirancang untuk menarik perhatian siswa, yang bernilai, baik dari segi kegiatan maupun diri sendiri. Lebih lanjut Godwin dan Coates, menyatakan reinforcement diberikan diberikan segera setelah perilaku dan dalam intensitas yang sering, ketika keterampilan baru sedang dipelajari; setelah perilaku yang diinginkan ditetapkan, penguatan hanya diberikan pada intensitas tersebut, setelah respon yang benar telah dibuat; guru secara bertahap bergeser ke penguatan yang tak terduga (bonus) sehingga perilaku baru yang diperoleh dapat dipertahankan untuk waktu yang cukup lama tanpa umpan balik secara terus menerus; dan terakhir yang paling penting, untuk memperkuat langkah kecil ke arah yang benar.
Reinforcers diprediksi adalah mereka siswa dapat mengharapkan untuk disampaikan pada waktu tertentu.
Reinforcers tak terduga mirip dengan bonus dalam bahwa mereka dapat diberikan setiap saat, dan pengiriman mereka tidak dapat diprediksi.

C.      Reinforcement Positif dan Negatif
Ada dua penguatan yaitu positif dan negatif yang keduanya sama-sama bertujuan untuk meningkatkan perilaku. Namun, konsekuensi diantara kedua penguatan baik positif maupun negatif itu, berbeda. Miltenberger (2012), penguatan positif, meliputi munculnya perilaku, yang diikuti dengan peningkatan intensitas stimulus, yang menghasilkan penguatan perilaku. Sedangkan penguatan negatif, meliputi munculnya perilaku, yang diikuti dengan penurunan intensitas stimulus (stimulus aversif atau sesuatu yang tidak menyenangkan), yang menghasilkan penguatan perilaku. Stimulus yang dimaksudkan berasal dari lingkungan sosial atau fisik.
Schloss dan Smith (1994), positif reinforcement memperkuat perilaku melalui hubungan yang kontingen dengan konsekuensi memuaskan. Siswa belajar untuk tes karena hasil yang baik akan mendapat pujian dari lingkungan sosial dan orang tua. Pujian dan keistimewaan merupakan hal yang memuaskan yang dapat meningkatkan perilaku belajarnya di masa depan. Atlit profesional berlatih dengan rajin untuk kejuaraan karena berharap dapat menjadi juara dan mencapai kesuksesan, hadiah berupa uang dan pengakuan publik.
Schloss dan Smith (1994), negatif reinforcement memperkuat perilaku melalui hubungan yang kontingen melibatkan pemindahan atau pengelakan dari kejadian yang tidak memuaskan. Seorang karyawan dapat bersikap sangat positif terhadap atasannya karena reputasi atasannya yang suka memecat staffnya yang tidak disukainya. Berperilaku positif pada contoh diatas merupakan negatif reinforcement karena fungsinya adalah untuk menghindari pemecatan. Seorang anak dapat menangis kapanpun ketika popoknya basah. Saat mendengar tangisan anaknya, orang tua dari anak tersebut mengganti popoknya. Menangis merupakan negatif reinforcement sebagai cara untuk menghindari iritasi.
Penguatan positif dapat diterapkan secara efektif ketika diberikan dengan seketika, dengan memilih penguatan yang tepat, mengatur kondisi situasional, menentukan kuantitas penguatan, kebaruan, memberikan sampel, menangani persaingan asosiasi, mengatur jadwal pemberian penguatan, mempertimbangkan efek penguatan terhadap kelompok, dan menangani efek kontrol kontra (Soekadji, 1983). Penguatan negatif berbeda dengan hukuman Miltenberger (2012) menyatakan penguatan negatif menyebabkan perilaku meningkat, sedangkan hukuman, justru sebaliknya, dapat menurunkan perilaku. Untuk menentukan apakah perilaku yang ditunjukkan menggambarkan penguatan positif atau negatif, dilakukan dengan mengajukan pertanyaan berikut ini:
1.      Apakah perilaku tersebut?
2.      Apa yang terjadi segera setelah perilaku? (Apakah stimulus ditambahkan atau dihapus)
3.      Apa yang terjadi dengan perilaku di masa depan? (Apakah perilaku diperkuat?)
Penguatan negatif dibedakan menjadi dua, yaitu melarikan diri dan penghindaran (Miltenberger, 2012). Reinforcer dapat juga diartikan sebagai kekuatan. Sebuah reinforcer yang kuat adalah sesuatu yang anak atau remaja pilih sebagai pilihannya. Sebuah reinforcement yang lemah adalah sesuatu yang anak atau remaja abaikan. Sebuah tes sederhana mengenai kekuatan reinforcement melibatkan pengamatan terhadap apa yang anak lakukan ketika diberikan beberapa pilihan.
Kita memiliki banyak kesempatan untuk mengobservasi pilihan reinforcer setiap hari. Sebagai contoh, acara televisi yang kita lihat pada waktu tertentu dan acara tertentu, cenderung memiliki reinforcement tersendiri. Nilai penguatan pakaian, makanan, dan pembelian lainnya dievaluasi dengan cara yang sama. Sekali lagi, kita memiliki kesempatan untuk memilih dari berbagai item berpotensi menguatkan. Mereka secara rutin yang dipilih cenderung menjadi yang paling memperkuat.

D.      Jenis-Jenis Reinforcer
Setiap keadaan atau peristiwa yang menjadi penguatan positif atau negatif bergantung pada hubungannya dengan perilaku individu. Godwin dan Coates (1976), reinforcer yang diberikan harus disesuaikan dengan individu agar tidak memberikan dampak yang menghambat perkembangan dari pada memberikan suatu harapan, selain itu memungkinkan siswa untuk memperhatikan tugas dibanding penguat yang diberikan. Reinforcer merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk meningkatkan perilaku individu. Miltenberger (2012), reinforcer dibedakan menjadi dua yaitu unconditioned reinforcer (reinforcer alami/primer) dan conditioned reinforcer (reinforcer buatan/sekunder).
Reinforcers juga dikategorikan oleh sejauh mana itu terjadi secara alami di lingkungan. Reinforcers alami terjadi tanpa perhatian khusus atau manipulasi oleh para profesional. Makan secara positif diperkuat oleh perasaan ingin dipuaskan dan kepuasan, dan negatif diperkuat oleh penghapusan rasa lapar. Berjalan secara positif diperkuat oleh kedatangan di tujuan yang diinginkan, dan negatif diperkuat oleh penghindaran, peristiwa yang tertinggal. Reinforcer buatan adalah hasil dari rekayasa khusus oleh para profesional atau orang lain. Diterapkan analisis perilaku literatur penuh dengan demonstrasi­tions dimana guru, psikolog, orang tua, atau orang lain meningkatkan kekuatan reinforcement meskipun menggunakan reinforcement buatan.
Hal yang penting pada bagian ini didasarkan pada hubungan antara kejadian reinforcing dan pembelajaran di masa lalu. Sebuah kejadian yang memperkuat kita pada saat kelahiran seorang anak tanpa bukti bahwa intervensi atau pengkondisian didefinisikan sebagai reinforcer primer. Reinforcer primer termasuk penghapusan iritasi, kehangatan, makanan dan tekanan lembut (belaian). Masing-masing dari peristiwa ini, untuk berbagai tingkat, adalah reinforcer bagi semua orang saat lahir tanpa belajar. Bayi baru lahir akan menangis untuk makanan. Setelah makan, dia akan lebih puas.
Reinforcers sekunder atau kejadian yang memperoleh penguatan sifat melalui sejarah belajar individu. Pembelajaran, dalam hal ini, terjadi dengan pasangan peristiwa netral sebelumnya dengan reinforcer primer. Reinforcers sekunder juga dapat dikembangkan dengan memasangkan reinforcer sekunder dengan peristiwa netral. Sebuah suara ibu, misalnya, dapat memperoleh penguatan sekunder karena identik dan berpasangan dengan kehangatan, belaian, penghapusan iritasi, dan makanan. Kemudian dapat memperoleh sifat penguatan sekunder karena hubungan mereka dengan suara ibu.
Metode dasar yang digunakan untuk menentukan apakah peristiwa itu diperkuat atau tidak disebut sebagai analisis fungsional. Metode analisis fungsional digunakan untuk menentukan hubungan antara perilaku dan kejadian yang ada di lingkungan. Metode yang paling dasar dan berpotensi untuk melakukan analisis fungsional yaitu mengamati siswa secara informal dan mencatat peristiwa yang secara konsisten diikuti dengan respon sasaran.  Metode yang dapat diandalkan adalah memanipulasi kejadian diikuti dengan target respon yang diinginkan. Penguatan peristiwa atau kejadian terjadi jika respon meningkat selama periode tertentu dan respon menurun ketika dihapus.
Kuesioner digunakan untuk menunjukkan kemungkinan reinforcer. Kuesioner dapat diisi oleh siswa atau individu lain yang mengetahui siswa dengan baik, seperti orang tua. Perilaku dapat menghasilkan konsekuensi, baik melalui tindakan orang lain atau secara otomatis.

E.  Mengidentifikasi Reinforcer
1.    Sosial Reinforcement
Perilaku yang  menghasilkan penguatan konsekuensi melalui tindakan orang lain, disebut penguatan sosial, selanjutnya ketika perilaku menghasilkan penguatan konsekuensi melalui kontak langsung dengan lingkungan fisik, disebut penguatan otomatis.
Petunjuk : Berikut ini adalah daftar reinforcer. Termasuk reinforcers primer (makanan dan minuman) dan reinforcers sekunder (hubungan sosial, partisipasi rekreasi, kegiatan akademik, berwujud barang, dan reinforcers umum). Mengidentifikasi kekuatan masing-masing reinforcer dengan menempatkan minimum, sedang, maksimum. Juga, mengidentifikasi reinforcer potensial lainnya di masing-masing kolom. Akhirnya, pastikan untuk mengkonfirmasi kekuatan masing-masing reinforcer menggunakan metodologi analisis fungsional.
Makanan
Minimum
Sedang
Maksimum
Permen



Buah



Sayur



Roti



Kue-kue



Biskuit



Daging




Hubungan Sosial
Minimum
Sedang
Maksimum
Dikusi kelompok



Diskusi individu



Anggota dari jenis kelamin yang berbeda



Anggota dari jenis kelamin yang sama



Anggota kelompok



Pujian dari teman sebaya



Pujian dari diri sendiri




Minuman
Minimum
Sedang
Maksimum
Air



Soda



Minuman buah



Susu



Shake



Teh



Kopi




Partisipasi ke lapangan
Minimum
Sedang
Maksimum
Sepak Bola



Baseball



Bola basket



Golf



Renang



Lari



Tenis



Bowling



Bersepeda



Pemburu



Ski




Kegiatan Akademik
Minimum
Sedang
Maksimum
Membaca



Matematika



Ilmu pengetahuan



Pelajaran sosial



Menulis



Bahasa Inggris



Bahasa Asing



Asisten Mengajar




Kegiatan Akademik
Minimum
Sedang
Maksimum
Membaca



Matematika



Ilmu pengetahuan



Pelajaran sosial



Menulis



Bahasa Inggris



Bahasa Asing



Asisten Mengajar




Barang Berwujud Nyata
Minimum
Sedang
Maksimum
Penghargaan



Ribbon



Balon



Permainan



Buku Komik



Mainan



Peralatan Olah Raga



Program Komputer




Reinforcer Umum
Minimum
Sedang
Maksimum
Token



Bintang



Poin



Menampilkan Kinerja



Uang




Memilih tiga item atau kegiatan yang paling disukai untuk setiap keadaan
a.    Waktu luang di sekolah
b.    Waktu luang di rumah
c.    Waktu luang di masyarakat
Schloss dan Smith (1994), penguatan sosial merupakan interaksi interpersonal yang meningkatkan terjadinya perilaku, seperti tepukan di punggung dan pujian. Beberapa faktor yang menekankan pentingnya penguatan sosial dalam bidang pendidikan yaitu semua perilaku orang dewasa didukung oleh keefektifan dalam menciptakan dukungan sosial, tidak memerlukan peralatan khusus, wajar bagi semua masyarakat dan pendidikan, merupakan cara umum yang memungkinkan semua siswa untuk mengamati perilaku yang ditunjukkan oleh siswa, dapat dikombinasikan dengan prosedur analisis perilaku terapan lainnya, seperti token economy, memotivasi perilaku positif dan menggangu.
Penguatan sosial melibatkan dua tujuan utama yaitu memastikan bahwa respon yang tidak pantas, tidak didukung oleh penggunaan secara sengaja, reinforcer sosial dan melibatkan penataan lingkungan belajar sehingga tanggapan yang tepat didukung oleh interaksi interpersonal. Pedoman ketika menggunakan penguatan sosial yaitu:
a.    Mengidentifikasi perilaku sebelumnya yang diharapkan dapat dikembangkan atau dipertahankan dengan menggunakan penguatan sosial.
b.    Sertakan tiga unsur dalam pernyataan penguatan sosial, meliputi nama siswa, proses perilaku, dan produk perilaku.
c.    Gunakan prosedur pengamatan untuk memastikan bahwa interaksi interpersonal yang memperkuat. Jika tidak, gunakan prosedur intervensi yang lebih memotivasi (misalnya token economy), dengan selalu memasangkan pujian sosial.
d.   Mendorong semua orang dewasa dan teman sebaya untuk menggunakan penguatan sosial kaitannya dengan perilaku sasaran.
e.    Batasi pujian sosial untuk sejumlah kecil laporan yang berlainan ketika bekerja dengan siswa yang sangat tertunda perkembangannya, bahasa terganggu, atau sangat muda. Hal ini akan membantu siswa mempelajari hubungan antara pernyataan yang berlainan, perilaku positif, dan kegiatan reinforcer lainnya.
f.     Menghilangkan secara perlahan jumlah memperkuat perilaku sosial setelah perilaku sasaran telah mencapai tingkat yang dapat diterima.

2.      Reinforcers Token
Reinforcers token digunakan untuk mengembangkan berbagai respon yang tidak dipengaruhi oleh alam. Keuntungan utama dari sistem token adalah kemudahan yang dapat diberikan kepada kelompok siswa. Reinforcers token memperkuat sekunder atau  kejadian yang mengembangkan penguatan melalui pengkondisian misalnya belajar dengan pacar akan memperkuat perisatiwa belajar. Token tidak ditentukan oleh bentuk atau ukuran tetapi dengan nilai. Beberapa pedoman ketika mengembangkan dan menerapkan token ekonomi:
a.    Token ekonomi mungkin tidak alami.
b.    Memberikan token untuk siswa segera setelah perilaku sasaran.
c.    Selalu memasangkan pemberian token dengan reinforcers.
d.   Pastikan bahwa karakteristik pemeberian token adalah usia.
e.    Cocokan penerimaan token dengan pertukaran untuk back-up siswa.
f.     Hati-hati dalam menyeimbangkan token.
g.    Member bukti secara konsisten.
h.    Menetapkan petunjuk dalam pemberian token untuk mengingatkan siswa.
i.      Menyediakan berbagai reinforcers.

3.      Kontrak Persetujuan
Kontrak persetujuan adalah deskripsi tertulis dari hubungan kontrak yang melibatkan siswa, guru dan konsekuensi. Persetujuan kontrak dikembangkan melalui perundingan bersama antara siswa dan guru yang terlibat dalam program perubahan tingkah laku. Selain itu, sesi negosiasi memberikan kesempatan yang sangat baik untuk anda dan siswa untuk mendiskusikan tujuan pribadi dan harapan, untuk mempertimbangkan strategi alternative. Kontrak persetujuan umumnya meliputi lima ketentuan: 1) definisi yang jelas mengenai perilaku yang diharapkan, 2) menunjukkan konsekuensi yang positif, 3) berisi pernyataan yang jelas tentang konsekuensi, 4) tanggung jawab dalam memfasilitasi keberhasilan anak seperti petunjuk khusus yang diberikan. Kontrak persetujuan dapatmencakup penguatan positif dan pengeuatan negative. Berikut panduan kontrak persetujuan:
a.    Kontrak persetujuan dikembangkan melalui negosiasi.
b.    Tanggung jawab dalam memenuhi konsekuensi dicatat dalam kontrak.
c.    Menyatakan konsekuensi yang tidak menyenangkan dibawah kontrak.
d.   Tekankan manfaat yang terkait dengan pertemuan kontrak.
e.    Gunakan system pencatatan observasional untuk memantau kemajuan
f.     Sertakan tujuan pemeliharaan setelah tujuan awal tercapai.

4.      Kegiatan Reinforcers
Premack (1959) menyatakan untuk menggunakan kegiatan yang diinginkan untuk mendorong partisipasi siswa dalam kegiatan yang menyenangkan yang dapat memberikan penguatan.
Gambar 1. Contoh Kontrak Persetujuan
Danny akan memetahi peraturan kelas:
1.     Mengerjakan tugas yang diberikan oleh ibu Landoworski sebelum akhir pelajaran
2.     Melakukan koreksi terhadap tugas selama jam belajar
3.     Mengerjakan pekerjaan rumah
Ibu Landoworski setuju untuk:
1.     Memberikan tugas pelajaran
2.     Memberikan instruksi kepada Danny
Orang tua Danny:
1.     Mengawasi Dannya sambil menyelesaikan tugas rumah
2.     Menyediakan Dany uang lima dolar dan membolehkan dia pergi dengan teman-teman apabila nilainya di atas standar
Pemeliharaan Bonus:
Danny akan di izinkan keluar rumah menggunakan mobil keluarga jika dia layak dan mau mendaftar kursus di pendidikan mengemudi dan mnemperoleh lisensi dan memelihara nilai belajarnya dengan baik.

………………………………..
Danny



………………………………..
Ibu Landoworski






……………………………….
Orang tua Danny

Mengidentifikasi Perilaku Sasaran
Efektivitas program penguatan sering bergantung kepada deskripsi perilaku sasaran. Untuk efektif harus mengidentifikasi dan menentukan perilaku sasaran dalam hal tujuan.
Mendorong Partisipasi Siswa
Efektivitas program penguatan dapat ditingkatkan dengan mendorong partisipasi siswa.
Jenis reinforcer menurut Godwin dan Coates (1976)
Jenis
Bahan
Token
Kegiatan
Sosial
Instrinsik
Karakteristik
Dapat dimanupulasi
Dapat dihabiskan
Visual
Dapat dimanipulasikan
Ditampilkan oleh siswa
Interaksi
Disampaikan dengan menunjukkan kegiatan
Contoh
Makanan, hadiah, permen, mainan
Kon, “wajah bahagia”, poker chip, tanda cek
Perilaku yang dinilai tinggi: permainan, proyek, interaksi sosial
Melibatkan suatu proses evaluasi: bangga, pelukan, senyum
Informatif: “benar”, “kamu telah menyelesaikan 3 masalah”
Perilaku yang diinginkan ditingkatkan sendiri (siswa senang menyelesaikan masalah matematika)
Digunakan ketika
Token, reinforcer sosial dan kegiatan tidak efektif digunakan untuk meningkatkan perilaku
Ganjaran sosial tidak efektif, reinforcer kegiatan atau bahan tidak dapat diberikan dengan segera, timbal balik dengan cara auditori itu tidak efektif
Ganjaran sosial tidak efektif
Perilaku tidak dapat ditingkatkan oelh diri sendiri
Tujuan dari reinforcemen



DAFTAR PUSTAKA

Miltenberger. 2012. Behavior Modification: Principles and Procedures 5th Ed. USA: Wadsworth, Cengage Learning.
Godwin, D.L dan Coates, T.J. 1976. Helping Students Help Themselves: How You Can Put Behavior Analysis into action in Your Classroom. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Soekadji, S. 1983. Modifikasi Perilaku: Penerapan Sehari-Hari dan Penerapan Profesional. Yogyakarta: Liberty.
Indreswari, H. 1993. Analisis dan Pengubahan Tingkah Laku. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP Malang.
Schloss, P.J. & Smith, M.A. 1994. Applied Behavior Analysis in the Classroom. Boston: Allyn and Bacon.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar