MENINGKATKAN TINGKAH LAKU
Tingkah
laku merupakan perbuatan yang dilakukan oleh individu dalam kondisi tertentu
yang diperoleh melalui hasil belajar. Lingkungan mengarahkan terjadinya tingkah
laku, baik secara verbal maupun visual. Biasanya dilakukan dengan cara
modelling atau adanya prior knowledge (pengetahuan atau pengalaman sebelumnya)
yang disebut sebagai anteseden, karena terjadi sebelum tingkah laku. Tingkah
laku yang muncul nantinya ada yang dikehendaki, disebut akselerasi maupun tidak
dikehendaki, disebut deselerasi. Apapun tingkah laku yang dihasilkan oleh
individu adalah benar, namun lingkunganlah yang dapat menentukan tingkah laku
individu mana yang akan dihukum dan yang mana diganjar, sebagai konsekuensinya.
A.
Potensi
Perilaku = Harapan dan Nilai Penguatan
Formulasi
Rotters memiliki beberapa implikasi besar bagi penerapan intervensi analisis
tingkah laku. Pertama, siswa yang terlibat dalam perilaku sosial yang mengganggu mungkin tidak
memiliki respon sosial yang positif diharapkan akan efektif dalam memproduksi nilai penguatan. Penelitian oleh sejumlah penulis menunjukkan bahwa individu
dengan keterbatasan (cacat) cenderung kurang memiliki respon sosial yang tepat (Blackbourn, 1989;Bryan, 1976; Carter & Sugai, 1988; Martin, Rusch,
Lagomarcino, & Chadsey-Rusch, 1986; Nelson, 1988; Schloss & Schloss,
1987).
Instruksi yang terkait dengan tujuan untuk memperbaiki permasalahan ini
dengan menyediakan beberapa alternatif kemampuan prososial. Namun, karena
pengalaman belajar yang sebelumnya, siswa yang sudah memiliki kemampuan sosial
yang baik mungkin masih percaya bahwa respon yang mengganggu akan menghasilkan
kepuasan yang lebih besar.
Kedua, siswa yang terlibat dalam
perilaku sosial yang mengganggu dapat memilih penguatan yang dihasilkan oleh respon-respon ini
melalui perilaku positif. Pada contoh yang sebelumnya, reinforcement yang diharapkan
dari respon yang mengganggu mungkin termasuk persetujuan teman dan kepatuhan tanpa syarat dari
teman sekelas tersebut. Respon yang
terjadi pada kemampuan sosial yang baik mungkin adalah adanya pujian dari guru
dan adanya kepatuhan bersyarat dari teman sekelas. Jika siswa menghargai nilai
dari konsekuensi yang telah ada dari dulu sampai sekarang, dapat diharapkan
respon yang mengganggu digunakan pada respon sosial yang terampil.
Ketiga, siswa yang terlibat dalam perilaku sosial yang mengganggu mungkin dapat meningkatkan harapan karena reinforcement mengikuti respon-respon yang kontras dengan respon sosial yang positif. Siswa mungkin
akan percaya, berdasarkan pengalaman yang telah terjadi, bahwa menjadi argumentatif dan terlibat
dalam pertempuran secara konsisten akan menghasilkan efek yang diinginkan
(misalnya, reinforcement). Keterampilan sosial, bagaimanapun, dapat menghasilkan efek yang
memuaskan hanya sesekali.
Masing-masing faktor menekankan pentingnya mengembangkan
konsekuensi yang tepat untuk tingkah laku yang positif. Antecendents dapat
menetapkan tingkah laku yang tepat untuk terjadi, dan bahkan dapat mencegah
terjadinya tingkah laku yang mengganggu. Bagaimanapun konsekuensi memastikan
bahwa siswa akan memilih untuk menggunakan perilaku sosial yang positif.
Kepastian ini merupakan hasil dari meningkatnya pilihan terhadap kejadian yang dihasilkan dari perilaku sosial yang positif.
B. Definisi
Reinforcement
Reinforcement
dapat pula disebut sebagai “ganjaran” (Indreswari, 1993). Pada umumnya,
individu menganggap bahwa reinforcement diartikan sebagai sesuatu yang positif
saja, pada hal reinforcement sendiri, dibedakan menjadi dua yaitu positif
reinforcement dan negatif reinforcement. Sebelum membahas mengenai reinforcment
positif dan negatif, terlebih dahulu membahas mengenai definisi reinforcement
itu sendiri. Reinforcement atau penguatan menjadikan individu untuk mengulangi
perilaku yang sama di masa depan dalam situasi yang sama. Miltenberger (2012)
ada tiga hal pokok dalam penguatan yaitu menimbulkan perilaku tertentu, diikuti
dengan konsekuensi langsung, dan menghasilkan penguatan perilaku karena
dilakukan berulang di masa depan.
Contoh
Karin menangis setiap kali menginginkan boneka agar orang tua memperhatikan,
kemudian membelikan. Memperoleh perhatian orang tua merupakan konsekuensi
langsung, sedangkan menangis adalah penguatan perilaku. Grafik dibawah ini
menunjukkan efek penguatan terhadap perilaku.
Reinforcement (penguatan) adalah suatu proses dimana suatu
perilaku sasaran diperkuat (yaitu, meningkatkan frekuensi, durasi, atau
besarnya) sebagai akibat dari efeknya dalam memproduksi konsekuensi tertentu.
Penguatan menggambarkan kontingensi dimana presentasi kontingen akibatnya
meningkatkan kemungkinan terjadi di masa depan perilaku. Reinforcers termasuk kepuasan konsekuensi yang efektif
untuk meningkatkan kekuatan perilaku. Konsekuensi memuaskan dapat
mencakup pencapaian kejadian positif atau menghindari atau penghapusan peristiwa negatif. Perbedaan antara dua kondisi ini
dijelaskan di bagian berikut.
Godwin
dan Coates (1976), penguatan merupakan alat pengganjaran yang dirancang untuk
menarik perhatian siswa, yang bernilai, baik dari segi kegiatan maupun diri
sendiri. Lebih lanjut Godwin dan Coates, menyatakan reinforcement diberikan
diberikan segera setelah perilaku dan dalam intensitas yang sering, ketika
keterampilan baru sedang dipelajari; setelah perilaku yang diinginkan
ditetapkan, penguatan hanya diberikan pada intensitas tersebut, setelah respon
yang benar telah dibuat; guru secara bertahap bergeser ke penguatan yang tak
terduga (bonus) sehingga perilaku baru yang diperoleh dapat dipertahankan untuk
waktu yang cukup lama tanpa umpan balik secara terus menerus; dan terakhir yang
paling penting, untuk memperkuat langkah kecil ke arah yang benar.
Reinforcers diprediksi adalah mereka siswa dapat mengharapkan
untuk
disampaikan pada waktu tertentu.
Reinforcers tak terduga mirip dengan bonus dalam bahwa mereka dapat diberikan setiap saat, dan pengiriman mereka tidak dapat diprediksi.
C. Reinforcement
Positif dan Negatif
Ada
dua penguatan yaitu positif dan negatif yang keduanya sama-sama bertujuan untuk
meningkatkan perilaku. Namun, konsekuensi diantara kedua penguatan baik positif
maupun negatif itu, berbeda. Miltenberger (2012), penguatan positif, meliputi
munculnya perilaku, yang diikuti dengan peningkatan intensitas stimulus, yang
menghasilkan penguatan perilaku. Sedangkan penguatan negatif, meliputi
munculnya perilaku, yang diikuti dengan penurunan intensitas stimulus (stimulus
aversif atau sesuatu yang tidak menyenangkan), yang menghasilkan penguatan
perilaku. Stimulus yang dimaksudkan berasal dari lingkungan sosial atau fisik.
Schloss
dan Smith (1994), positif reinforcement memperkuat
perilaku melalui hubungan yang kontingen dengan konsekuensi memuaskan. Siswa
belajar untuk tes karena hasil yang baik akan mendapat pujian dari lingkungan
sosial dan orang tua. Pujian dan keistimewaan merupakan hal yang memuaskan yang
dapat meningkatkan perilaku belajarnya di masa depan. Atlit profesional
berlatih dengan rajin untuk kejuaraan karena berharap dapat menjadi juara dan
mencapai kesuksesan, hadiah berupa uang dan pengakuan publik.
Schloss
dan Smith (1994), negatif reinforcement memperkuat
perilaku melalui hubungan yang kontingen melibatkan pemindahan atau pengelakan
dari kejadian yang tidak memuaskan. Seorang karyawan dapat bersikap sangat
positif terhadap atasannya karena reputasi atasannya yang suka memecat staffnya
yang tidak disukainya. Berperilaku positif pada contoh diatas merupakan negatif
reinforcement karena fungsinya adalah untuk menghindari pemecatan. Seorang anak
dapat menangis kapanpun ketika popoknya basah. Saat mendengar tangisan anaknya,
orang tua dari anak tersebut mengganti popoknya. Menangis merupakan negatif
reinforcement sebagai cara untuk menghindari iritasi.
Penguatan
positif dapat diterapkan secara efektif ketika diberikan dengan seketika,
dengan memilih penguatan yang tepat, mengatur kondisi situasional, menentukan
kuantitas penguatan, kebaruan, memberikan sampel, menangani persaingan
asosiasi, mengatur jadwal pemberian penguatan, mempertimbangkan efek penguatan
terhadap kelompok, dan menangani efek kontrol kontra (Soekadji, 1983).
Penguatan negatif berbeda dengan hukuman Miltenberger (2012) menyatakan
penguatan negatif menyebabkan perilaku meningkat, sedangkan hukuman, justru
sebaliknya, dapat menurunkan perilaku. Untuk menentukan apakah perilaku yang
ditunjukkan menggambarkan penguatan positif atau negatif, dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan berikut ini:
1.
Apakah
perilaku tersebut?
2.
Apa
yang terjadi segera setelah perilaku? (Apakah stimulus ditambahkan atau
dihapus)
3.
Apa
yang terjadi dengan perilaku di masa depan? (Apakah perilaku diperkuat?)
Penguatan
negatif dibedakan menjadi dua, yaitu melarikan diri dan penghindaran
(Miltenberger, 2012). Reinforcer dapat juga diartikan
sebagai kekuatan. Sebuah reinforcer yang kuat adalah sesuatu yang anak atau
remaja pilih sebagai pilihannya. Sebuah reinforcement yang lemah adalah sesuatu
yang anak atau remaja abaikan. Sebuah tes sederhana mengenai kekuatan reinforcement
melibatkan pengamatan terhadap apa yang anak lakukan ketika diberikan beberapa
pilihan.
Kita memiliki
banyak kesempatan untuk mengobservasi pilihan reinforcer setiap hari. Sebagai
contoh, acara televisi yang kita lihat pada waktu tertentu dan acara tertentu,
cenderung memiliki reinforcement tersendiri. Nilai penguatan pakaian, makanan, dan pembelian
lainnya dievaluasi dengan cara yang sama. Sekali lagi, kita memiliki kesempatan
untuk memilih dari berbagai item berpotensi menguatkan. Mereka secara rutin
yang dipilih cenderung menjadi yang paling memperkuat.
D. Jenis-Jenis
Reinforcer
Setiap
keadaan atau peristiwa yang menjadi penguatan positif atau negatif bergantung
pada hubungannya dengan perilaku individu. Godwin dan Coates (1976), reinforcer
yang diberikan harus disesuaikan dengan individu agar tidak memberikan dampak
yang menghambat perkembangan dari pada memberikan suatu harapan, selain itu
memungkinkan siswa untuk memperhatikan tugas dibanding penguat yang diberikan.
Reinforcer merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk meningkatkan perilaku
individu. Miltenberger (2012), reinforcer dibedakan menjadi dua yaitu
unconditioned reinforcer (reinforcer alami/primer) dan conditioned reinforcer (reinforcer buatan/sekunder).
Reinforcers juga dikategorikan oleh sejauh mana itu terjadi secara alami di lingkungan. Reinforcers alami terjadi tanpa
perhatian khusus atau manipulasi oleh para profesional. Makan secara positif
diperkuat oleh perasaan ingin
dipuaskan dan
kepuasan, dan negatif diperkuat oleh penghapusan rasa lapar. Berjalan secara
positif diperkuat oleh kedatangan di tujuan yang diinginkan, dan negatif
diperkuat oleh penghindaran, peristiwa yang tertinggal. Reinforcer buatan adalah hasil dari rekayasa
khusus oleh para profesional atau orang lain. Diterapkan analisis perilaku
literatur penuh dengan demonstrasitions dimana guru, psikolog, orang tua, atau orang lain meningkatkan
kekuatan reinforcement meskipun menggunakan reinforcement buatan.
Hal yang penting
pada bagian ini didasarkan pada hubungan antara kejadian reinforcing dan
pembelajaran di masa lalu. Sebuah kejadian yang memperkuat kita pada saat
kelahiran seorang anak tanpa bukti bahwa intervensi atau pengkondisian
didefinisikan sebagai reinforcer primer. Reinforcer primer termasuk penghapusan
iritasi, kehangatan, makanan dan tekanan
lembut (belaian). Masing-masing
dari peristiwa ini, untuk berbagai tingkat, adalah reinforcer bagi semua orang saat lahir tanpa belajar. Bayi baru
lahir akan menangis untuk makanan. Setelah makan, dia akan lebih puas.
Reinforcers sekunder atau kejadian yang memperoleh penguatan sifat melalui sejarah belajar individu. Pembelajaran, dalam hal ini, terjadi dengan pasangan peristiwa
netral sebelumnya dengan reinforcer primer. Reinforcers sekunder juga
dapat dikembangkan dengan memasangkan reinforcer sekunder dengan peristiwa netral. Sebuah
suara ibu, misalnya, dapat memperoleh penguatan sekunder karena identik dan berpasangan dengan kehangatan, belaian, penghapusan iritasi, dan
makanan. Kemudian dapat memperoleh sifat penguatan sekunder karena hubungan mereka dengan suara ibu.
Metode
dasar yang digunakan untuk menentukan apakah peristiwa itu diperkuat atau tidak
disebut sebagai analisis fungsional. Metode analisis fungsional digunakan untuk
menentukan hubungan antara perilaku dan kejadian yang ada di lingkungan. Metode
yang paling dasar dan berpotensi untuk melakukan analisis fungsional yaitu
mengamati siswa secara informal dan mencatat peristiwa yang secara konsisten
diikuti dengan respon sasaran. Metode
yang dapat diandalkan adalah memanipulasi kejadian diikuti dengan target respon
yang diinginkan. Penguatan peristiwa atau kejadian terjadi jika respon
meningkat selama periode tertentu dan respon menurun ketika dihapus.
Kuesioner
digunakan untuk menunjukkan kemungkinan reinforcer. Kuesioner dapat diisi oleh
siswa atau individu lain yang mengetahui siswa dengan baik, seperti orang tua.
Perilaku dapat menghasilkan konsekuensi, baik melalui tindakan orang lain atau
secara otomatis.
E. Mengidentifikasi Reinforcer
1. Sosial Reinforcement
Perilaku yang menghasilkan penguatan konsekuensi melalui
tindakan orang lain, disebut penguatan sosial, selanjutnya ketika perilaku
menghasilkan penguatan konsekuensi melalui kontak langsung dengan lingkungan
fisik, disebut penguatan otomatis.
Petunjuk : Berikut ini adalah daftar reinforcer.
Termasuk reinforcers primer (makanan dan minuman) dan reinforcers sekunder
(hubungan sosial, partisipasi rekreasi, kegiatan akademik, berwujud barang, dan
reinforcers umum). Mengidentifikasi kekuatan masing-masing reinforcer dengan
menempatkan minimum, sedang, maksimum. Juga, mengidentifikasi reinforcer
potensial lainnya di masing-masing kolom. Akhirnya, pastikan untuk
mengkonfirmasi kekuatan masing-masing reinforcer menggunakan metodologi
analisis fungsional.
Makanan
|
Minimum
|
Sedang
|
Maksimum
|
Permen
|
|
|
|
Buah
|
|
|
|
Sayur
|
|
|
|
Roti
|
|
|
|
Kue-kue
|
|
|
|
Biskuit
|
|
|
|
Daging
|
|
|
|
Hubungan
Sosial
|
Minimum
|
Sedang
|
Maksimum
|
Dikusi kelompok
|
|
|
|
Diskusi individu
|
|
|
|
Anggota dari jenis kelamin yang
berbeda
|
|
|
|
Anggota dari jenis kelamin yang
sama
|
|
|
|
Anggota kelompok
|
|
|
|
Pujian dari teman sebaya
|
|
|
|
Pujian dari diri sendiri
|
|
|
|
Minuman
|
Minimum
|
Sedang
|
Maksimum
|
Air
|
|
|
|
Soda
|
|
|
|
Minuman buah
|
|
|
|
Susu
|
|
|
|
Shake
|
|
|
|
Teh
|
|
|
|
Kopi
|
|
|
|
Partisipasi
ke lapangan
|
Minimum
|
Sedang
|
Maksimum
|
Sepak Bola
|
|
|
|
Baseball
|
|
|
|
Bola basket
|
|
|
|
Golf
|
|
|
|
Renang
|
|
|
|
Lari
|
|
|
|
Tenis
|
|
|
|
Bowling
|
|
|
|
Bersepeda
|
|
|
|
Pemburu
|
|
|
|
Ski
|
|
|
|
Kegiatan
Akademik
|
Minimum
|
Sedang
|
Maksimum
|
Membaca
|
|
|
|
Matematika
|
|
|
|
Ilmu pengetahuan
|
|
|
|
Pelajaran sosial
|
|
|
|
Menulis
|
|
|
|
Bahasa Inggris
|
|
|
|
Bahasa Asing
|
|
|
|
Asisten Mengajar
|
|
|
|
Kegiatan
Akademik
|
Minimum
|
Sedang
|
Maksimum
|
Membaca
|
|
|
|
Matematika
|
|
|
|
Ilmu pengetahuan
|
|
|
|
Pelajaran sosial
|
|
|
|
Menulis
|
|
|
|
Bahasa Inggris
|
|
|
|
Bahasa Asing
|
|
|
|
Asisten Mengajar
|
|
|
|
Barang
Berwujud Nyata
|
Minimum
|
Sedang
|
Maksimum
|
Penghargaan
|
|
|
|
Ribbon
|
|
|
|
Balon
|
|
|
|
Permainan
|
|
|
|
Buku Komik
|
|
|
|
Mainan
|
|
|
|
Peralatan Olah Raga
|
|
|
|
Program Komputer
|
|
|
|
Reinforcer
Umum
|
Minimum
|
Sedang
|
Maksimum
|
Token
|
|
|
|
Bintang
|
|
|
|
Poin
|
|
|
|
Menampilkan Kinerja
|
|
|
|
Uang
|
|
|
|
Memilih tiga item atau kegiatan yang
paling disukai untuk setiap keadaan
a.
Waktu
luang di
sekolah
b.
Waktu
luang di rumah
c.
Waktu
luang di masyarakat
Schloss dan Smith (1994), penguatan
sosial merupakan interaksi interpersonal yang meningkatkan terjadinya perilaku,
seperti tepukan di punggung dan pujian. Beberapa faktor yang menekankan
pentingnya penguatan sosial dalam bidang pendidikan yaitu semua perilaku orang
dewasa didukung oleh keefektifan dalam menciptakan dukungan sosial, tidak
memerlukan peralatan khusus, wajar bagi semua masyarakat dan pendidikan,
merupakan cara umum yang memungkinkan semua siswa untuk mengamati perilaku yang
ditunjukkan oleh siswa, dapat dikombinasikan dengan prosedur analisis perilaku
terapan lainnya, seperti token economy, memotivasi perilaku positif dan menggangu.
Penguatan sosial melibatkan dua tujuan
utama yaitu memastikan bahwa respon yang tidak pantas, tidak didukung oleh
penggunaan secara sengaja, reinforcer sosial dan melibatkan penataan lingkungan
belajar sehingga tanggapan yang tepat didukung oleh interaksi interpersonal.
Pedoman ketika menggunakan penguatan sosial yaitu:
a.
Mengidentifikasi
perilaku sebelumnya yang diharapkan dapat dikembangkan atau dipertahankan
dengan menggunakan penguatan sosial.
b.
Sertakan
tiga unsur dalam pernyataan penguatan sosial, meliputi nama siswa, proses
perilaku, dan produk perilaku.
c.
Gunakan
prosedur pengamatan untuk memastikan bahwa interaksi interpersonal yang
memperkuat. Jika tidak, gunakan prosedur intervensi yang lebih memotivasi
(misalnya token economy), dengan selalu memasangkan pujian sosial.
d.
Mendorong
semua orang dewasa dan teman sebaya untuk menggunakan penguatan sosial
kaitannya dengan perilaku sasaran.
e.
Batasi
pujian sosial untuk sejumlah kecil laporan yang berlainan ketika bekerja dengan
siswa yang sangat tertunda perkembangannya, bahasa terganggu, atau sangat muda.
Hal ini akan membantu siswa mempelajari hubungan antara pernyataan yang
berlainan, perilaku positif, dan kegiatan reinforcer lainnya.
f.
Menghilangkan
secara perlahan jumlah memperkuat perilaku sosial setelah perilaku sasaran
telah mencapai tingkat yang dapat diterima.
2.
Reinforcers
Token
Reinforcers token digunakan untuk
mengembangkan berbagai respon yang tidak dipengaruhi oleh alam. Keuntungan
utama dari sistem token adalah kemudahan yang dapat diberikan kepada kelompok
siswa. Reinforcers token memperkuat sekunder atau kejadian yang mengembangkan penguatan melalui
pengkondisian misalnya belajar dengan pacar akan memperkuat perisatiwa belajar.
Token tidak ditentukan oleh bentuk atau ukuran tetapi dengan nilai. Beberapa
pedoman ketika mengembangkan dan menerapkan token ekonomi:
a. Token
ekonomi mungkin tidak alami.
b. Memberikan
token untuk siswa segera setelah perilaku sasaran.
c. Selalu
memasangkan pemberian token dengan reinforcers.
d. Pastikan
bahwa karakteristik pemeberian token adalah usia.
e. Cocokan
penerimaan token dengan pertukaran untuk back-up siswa.
f. Hati-hati
dalam menyeimbangkan token.
g. Member
bukti secara konsisten.
h. Menetapkan
petunjuk dalam pemberian token untuk mengingatkan siswa.
i. Menyediakan
berbagai reinforcers.
3.
Kontrak
Persetujuan
Kontrak persetujuan adalah deskripsi
tertulis dari hubungan kontrak yang melibatkan siswa, guru dan konsekuensi.
Persetujuan kontrak dikembangkan melalui perundingan bersama antara siswa dan
guru yang terlibat dalam program perubahan tingkah laku. Selain itu, sesi
negosiasi memberikan kesempatan yang sangat baik untuk anda dan siswa untuk
mendiskusikan tujuan pribadi dan harapan, untuk mempertimbangkan strategi
alternative. Kontrak persetujuan umumnya meliputi lima ketentuan: 1) definisi
yang jelas mengenai perilaku yang diharapkan, 2) menunjukkan konsekuensi yang
positif, 3) berisi pernyataan yang jelas tentang konsekuensi, 4) tanggung jawab
dalam memfasilitasi keberhasilan anak seperti petunjuk khusus yang diberikan.
Kontrak persetujuan dapatmencakup penguatan positif dan pengeuatan negative.
Berikut panduan kontrak persetujuan:
a. Kontrak
persetujuan dikembangkan melalui negosiasi.
b. Tanggung
jawab dalam memenuhi konsekuensi dicatat dalam kontrak.
c. Menyatakan
konsekuensi yang tidak menyenangkan dibawah kontrak.
d. Tekankan
manfaat yang terkait dengan pertemuan kontrak.
e. Gunakan
system pencatatan observasional untuk memantau kemajuan
f. Sertakan
tujuan pemeliharaan setelah tujuan awal tercapai.
4.
Kegiatan
Reinforcers
Premack
(1959) menyatakan untuk menggunakan kegiatan yang diinginkan untuk mendorong
partisipasi siswa dalam kegiatan yang menyenangkan yang dapat memberikan
penguatan.
Gambar
1. Contoh Kontrak Persetujuan
Danny akan memetahi peraturan kelas:
1. Mengerjakan
tugas yang diberikan oleh ibu Landoworski sebelum akhir pelajaran
2. Melakukan
koreksi terhadap tugas selama jam belajar
3. Mengerjakan
pekerjaan rumah
|
|
Ibu Landoworski setuju untuk:
1. Memberikan
tugas pelajaran
2. Memberikan
instruksi kepada Danny
|
|
Orang tua Danny:
1. Mengawasi
Dannya sambil menyelesaikan tugas rumah
2. Menyediakan
Dany uang lima dolar dan membolehkan dia pergi dengan teman-teman apabila
nilainya di atas standar
|
|
Pemeliharaan Bonus:
Danny akan di izinkan keluar rumah
menggunakan mobil keluarga jika dia layak dan mau mendaftar kursus di
pendidikan mengemudi dan mnemperoleh lisensi dan memelihara nilai belajarnya
dengan baik.
|
|
………………………………..
Danny
………………………………..
Ibu Landoworski
|
……………………………….
Orang tua Danny
|
Mengidentifikasi
Perilaku Sasaran
Efektivitas
program penguatan sering bergantung kepada deskripsi perilaku sasaran. Untuk
efektif harus mengidentifikasi dan menentukan perilaku sasaran dalam hal
tujuan.
Mendorong Partisipasi
Siswa
Efektivitas
program penguatan dapat ditingkatkan dengan mendorong partisipasi siswa.
Jenis
reinforcer menurut Godwin dan Coates (1976)
Jenis
|
Bahan
|
Token
|
Kegiatan
|
Sosial
|
Instrinsik
|
Karakteristik
|
Dapat dimanupulasi
Dapat dihabiskan
|
Visual
Dapat dimanipulasikan
|
Ditampilkan oleh siswa
|
Interaksi
|
Disampaikan dengan menunjukkan
kegiatan
|
Contoh
|
Makanan, hadiah, permen, mainan
|
Kon, “wajah bahagia”, poker chip,
tanda cek
|
Perilaku yang dinilai tinggi:
permainan, proyek, interaksi sosial
|
Melibatkan suatu proses evaluasi:
bangga, pelukan, senyum
Informatif: “benar”, “kamu telah
menyelesaikan 3 masalah”
|
Perilaku yang diinginkan ditingkatkan
sendiri (siswa senang menyelesaikan masalah matematika)
|
Digunakan ketika
|
Token, reinforcer sosial dan kegiatan
tidak efektif digunakan untuk meningkatkan perilaku
|
Ganjaran sosial tidak efektif,
reinforcer kegiatan atau bahan tidak dapat diberikan dengan segera, timbal
balik dengan cara auditori itu tidak efektif
|
Ganjaran sosial tidak efektif
|
Perilaku tidak dapat ditingkatkan oelh
diri sendiri
|
Tujuan dari reinforcemen
|
DAFTAR PUSTAKA
Miltenberger. 2012. Behavior
Modification: Principles and Procedures 5th Ed. USA: Wadsworth,
Cengage Learning.
Godwin, D.L dan Coates, T.J.
1976. Helping Students Help Themselves: How You Can Put Behavior Analysis into
action in Your Classroom. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Soekadji, S. 1983. Modifikasi
Perilaku: Penerapan Sehari-Hari dan Penerapan Profesional. Yogyakarta: Liberty.
Indreswari, H. 1993. Analisis dan
Pengubahan Tingkah Laku. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP
Malang.
Schloss, P.J. & Smith, M.A.
1994. Applied Behavior Analysis in the Classroom. Boston: Allyn and Bacon.