A. Pengertian Ekspektasi Kinerja
Secara etimologis, kata ekspektasi berasal dari kata “expectation” dalam bahasa Inggris yang berarti harapan. Berdasarkan wikipedi.com, ekspektasi adalah “what is considered the most likely to happen. An expectation, which is a belief that is centred on the future, may or may not be realistic. A less advantageous result gives rise to the emotion of disappointment. If something happens that is not at all expected it is a surprise. An expectation about the behavior or performance of another person, expressed to that person, may have the nature of a strong request, or an order.” Dengan kata lain, ekspektasi adalah apa yang dianggap paling mungkin terjadi, yang merupakan kepercayaan yang berpusat pada masa depan, realistis atau mungkin tidak realistis tentang perilaku atau kinerja seseorang yang sifatnya tuntutan, atau suatu perintah.
Pada pengertian ekspektasi di atas terdapat kata “kinerja”. Oleh karena itu, kinerja menurut, John Whitmore (1997 :104) merupakan “pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, suatu perbuatan, suatu prestasi, dan Faustino Cardosa Gomes dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 9) mengemukakan definisi kinerja sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas.
B. Ekspektasi Kinerja Konselor Tidak Sama Dengan Guru
Dalam kaitan dengan ekspektasi kinerja konselor yang tidak sama dengan kinerja guru, yang keduanya merupakan pendidik yang diperjelas dengan pengertian pendidik berdasarkan dalam Pasal 1 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003, yang menyatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Terkait dengan penjelasan diatas maka, SK Mendikbud No. 25/O/1995 yang merujuk kepada SK Menpan No. 84/1993 menegaskan adanya empat jenis guru, yaitu:
- Guru kelas adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar seluruh mata pelajaran di kelas tertentu di TK, SD, SDLB dan SLB tingkat dasar, kecuali mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan serta agama.
- Guru mata pelajaran adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar pada satu mata pelajaran tertentu di sekolah.
- Guru praktik adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar pada kegiatan praktek di sekolah kejuruan atau balai latihan pendidikan teknik.
- Guru pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik.
Sebutan guru pembimbing ini diganti dengan “guru bimbingan dan konseling atau konselor” yang terdapat di dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru, dan diperkuat dengan Permendiknas No. 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
Tabel 2.1 Perbedaan Ekspektasi Kinerja Konselor dengan Ekspektasi Kinerja Guru
SUMBER
|
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR
|
EKSPEKTASI KINERJA
GURU
|
ABKIN,
Krisis Identitas Profesi Konselor
| Tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layananbimbingan dan koseling yang memandirikan. | Menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan Pembelajaran yang mendidik. |
SK MENPAN No. 84/1993 Tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya
| Menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. | Menyusun program pengajaran, menyajikan program pengajaran, evaluasi belajar serta menyusun program perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawab |
SUMBER
|
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR
|
EKSPEKTASI KINERJA
GURU
|
Pasal 1
Keputusan Bersama Mendikbud dan BAKN
Nomor 0433/P/1993
Nomor 25 Tahun 1993
Tentang
Juklak jabatan fungsional guru dan angka kreditnya
| Penyusunan program bimbingan dan konseling adalah membuat rencana pelayanan bimbingan dan koseling dalam bidang pembiayaan pribadi/bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan kerier.Pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah melakukan fungsi pelayanan pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan dan perbaikan dan pengembangan dalam bidang bimbingan pribadi/bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karier.Evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah menilai keberhasilan layanan bimbingan dan konseling dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier.
Analisis hasil evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah menelaah hasil evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling yang mencakup layanan, orientasi, penempatan dan penyaluran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok dan bimbingan pembelajaran, serta kegiatan pendukungnya.
Tindak lanjut pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah kegiatan menindak lanjuti hasil analisis evaluasi tentang layanan orientasi, penempatan, dan penyaluran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok dan bimbingan pembelajaran serta kegiatan pendukungnya.
| Penyusunan program pengajaran atau praktek adalah perencanaan kegiatan belajar mengajar yang meliputi perencanaan tahunan perencanaan catur wulan, dan perencanaan yang dituangkan dalam bentuk persiapan mengajar atau persiapan praktik.Penyajian program pengajaran atau praktek adalah pelaksanaan kegiatan belajar mengajar atau kegiatan praktek berdasarkan rencana yang tertuang dalam persiapan mengajar atau persiapan praktek.Evaluasi belajar atau praktek adalah penilaian proses dan hasil belajar dalam rangka memperoleh informasi proses dan hasil belajar.
Analisis hasil evaluasi belajar atau praktek adalah kegiatan mengolah dan menafsirkan informasi proses dan hasil belajar untuk mengetahui tingkat keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
Penyusunan dan pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan adalah upaya yang dilakukan guru untuk memperbaiki sebagian atau seluruh kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik yang belum mencapai tingkat penguasaan yang ditetapkan dan bagi peserta didik yang sudah mencapai tingkat penguasaan yang ditetapkan, diberi kesempatan untuk mendalami materi pengajaran tertentu.
|
SUMBER
|
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR
|
EKSPEKTASI KINERJA
GURU
|
ABKIN,
Alur Pikir Pendidikan Profesional Konselor Dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal.
| Melayani konseli normal dan sehat, menggunakan rujukan “layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan”, sesuai dengan tuntutan realisasi diri (self realization) konseli melalui fasilitasi perkembangan kapasitasnya secara maksimal(capacity development).Meliputi kondisi pribadi klien misalnya penyesuaian diri, sikap, dan kebiasaan belajar, informasi dan pilihan karier, dsb | Menggunakan mata pelajaran sebagai konteks terapan layanannya, menggunakan rujukan normatif “pembelajaran yang mendidik” yang terfokus pada layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhan peserta didik dalam proses pembudayaan sepanjang hayat dalam suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dialogis, dan dinamis menuju pencapaian tujuan utuh pendidikan.Meliputi memberikan mata pelajaran bidang studi seperti mata pelajaran IPA, kimia, dll. |
Ditjen PMPTK,
Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal
| Ukuran keberhasilan:
- Kemandirian dalam kehidupan
- Lebih bersifat kualitatif yang unsur-unsurnya saling terkait ipsatif (karakter individu)
Pendekatan umum adalah pengenalan diri dan lingkungan oleh Konseli dalam rangka pengatasan masalah pribadi, sosial, belajar dan karier.
Perencanaan tindak intervensi: Kebutuhan pengembangan diri ditetapkan dalam proses transaksional konseli yang difasilitasi konselor.
| Ukuran keberhasilan:
- Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan
- Lebih bersifat kuantitatif
Pendekatan umum yang digunakan adalah pemanfaatanInstructional Effects &Nurturant Effects melalui pembelajaran.
Perencanaan tindak intervensi: Kebutuhan belajar ditetapkan dulu untuk ditawarkan pada peserta didik.
|
Tabel 2.2 Keunikan dan Keterkaitan Pelayanan Guru dan Konselor
No.
|
Dimensi
|
Guru
|
Konselor
|
1 | Wilayah Gerak | Sistem Pendidikan Formal | Sistem Pendidikan Formal |
2 | Tujuan Umum | Pencapaian tujuan Pendidikan Nasional | Pencapaian tujuan Pendidikan Nasional |
3 | Konteks Tugas | Pembelajaran yang mendidik melalui mata pelajaran dengan skenario guru | Layanan yang memandirikan dengan skenario konseli dan konselor |
| a. Fokus Kegiatan | Pengembangan kemampuan penguasaan bidang studi dan masalah-masalahnya | Pengembangan potensi diri bidang pribadi, sosial, belajar dan karier serta masalah-masalahnya |
| b. Hubungan Kerja | Referal | Referal |
4 | Target Intervensi |
| a. Individual | Minim | Utama |
| b. Kelompok | Pilihan Strategis | Pilihan Strategis |
| c. Klasikal | Utama | Minim |
No.
|
Dimensi
|
Guru
|
Konselor
|
5 | Ekspektasi Kerja |
| a. Ukuran Keberhasilan | Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL),Bersifat kuantitatif | Kemandirian dalam kehidupan,Bersifat kualitatif |
| b.Pendekatan Umum | PemanfaatanInstructional Effectsdan Nurturant Effectmelalui pembelajaran yang mendidik | Pengenalan diri dan lingkungan oleh konseli dalam rangka pengatasan masalah pribadi, sosial, belajar dan karier. Skenario tindakan merupakan hasil transaksi yang merupakan hasil konseli. |
| c.Perencanaan tindak intervensi | Kebutuhan belajar ditetapkan dulu untuk ditawarkan pada peserta didik | Kebutuhan pengembangan diri ditetapkan dalam proses transaksional konseli yang difasilitasi konselor |
| d.Pelaksanaan tindak intervensi | Penyesuaian proses berdasarkan respon ideosinkratik peserta didik yang lebih terstruktur | Penyesuaian proses berdasarkan respon ideosinkratik konseli dalam transaksi makna yang lebih lentur dan terbuka |
Sumber : Dirjen PMPTK, 2007
B. Ekspektasi Kinerja Konselor Dalam Jalur Pendidikan Formal Menurut ABKIN
Ekspektasi kinerja lulusan program pendidikan profesional termasuk lulusan Program Pendidikan Profesional Konselor Pra jabatan, lazim diejawantahkan dalam bingkai profesionalisasi. Dengan kata lain, profesionalisasi suatu bidang layanan ahli termasuk layanan ahli di bidang bimbingan dan konseling menandakan adanya (a) pengakuan dari masyarakat dan pemerintah bahwa kegiatannya merupakan layanan unik yang (b) didasarkan atas keahlian yang perlu dipelajari secara sistematis dan bersungguh-sungguh serta memakan waktu yang cukup panjang, sehingga (c) pengampunya diberikan penghargaan yang layak, dan (d) untuk melindungi kemaslahatan pemakai layanan, otoritas publik dan organisasi profesi, dengan dibantu oleh masyarakat khususnya pemakai layanan, wajib menjaga agar hanya pengampu layanan ahli yang kompeten yang mengedepankan kemaslahatan pemakai layanan, yang diizinkan menyelenggarakan layanan ahli kepada masyarakat (ABKIN: 2008).
Pada gilirannya ini berarti bahwa, secara konseptual terapan layanan ahli termasuk layanan ahli bimbingan dan konseling itu selalu merupakan pengejawantahan seni yang berpijak pada landasan akademik yang kokoh (Gage, 1978). Penggunaan kerangka pikir seni yang berbasis penguasaan akademik yang kokoh atau seni yang berbasis saintifik ini penting digarisbawahi karena dalam penyelenggaraan layanan ahli di setiap bidang perbantuan atau pemfasilitasian (the helping professions). Seorang pengampu layanan ahli, tidak terkecuali konselor, selalu berpikir dan bertindak dalam bingkai filosofik yang khas yang dibangunnya sendiri dengan mengintegrasikan apa yang diketahui dari hasil penelitian dan pendapat ahli dalam kawasaan keahliannya itu dengan apa yang dikehendaki oleh dirinya yang bisa sejalan akan tetapi juga bisa tidak sejalan dengan yang dikehendaki oleh masyarakat (pilihan nilai). Bingkai filosofik ini akan membentuk suatu wawasan atau worldviewyang selalu mewarnai cara seorang konselor melihat dirinya, melihat tugasnya, melihat konseli yang hendak dilayaninya, pendeknya cara seorang konselor melihat dunianya (Corey, 2001). Akan tetapi disamping kesamaannya itu, juga terdapat ciri khas dari tiap tahapan kontekstual tiap bidang layanan ahli tersebut sehingga, meskipun sebagai kemampuan, sosoknya sama yaitu mengedepankan kemaslahatan pengguna layanan, akan tetapi berbeda dari segi rujukan normatif yang digunakan sehingga bersifat khas untuk tiap konteks layanan ahli.
Sebagai perbandingan, karena mengemban misi yang berbeda, kiprah seorang konselor yang melayani konseli normal dan sehat, menggunakan rujukan “layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan”, sesuai dengan tuntutan realisasi diri (self realization) konseli melalui fasilitasi perkembangan kapasitasnya secara maksimal (capacity development), sedangkan seorang guru yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks terapan layanannya, menggunakan rujukan normatif “pembelajaran yang mendidik” yang terfokus pada layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minta, dan kebutuhan peserta didik dalam proses pembudayaan sepanjang hayat dalam suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dialogis, dan dinamis menuju pencapaian tujuan utuh pendidikan.
Dengan kata lain, sebagaimana dikemukakan dalam bagian telaah yuridis, terdapat perbedaan yang mendasar dalam pendekatan dan teknik dalam pelak-sanaan layanan ahli yang diampu oleh konselor, dengan pendekatan dan teknik dalam pelaksanaan layanan ahli yang diampu oleh guru. Jelasnya, penyetalaan memang dilakukan secara sepihak pada tahap perancangan yang bertolak dari identifikasi kebutuhan belajar siswa oleh guru, meskipun segara harus dilakukan penyetalaan sambil jalan secara transaksional dari waktu ke waktu (on-going adjusmentsi) sepanjang rentang episode pembelajaran dengan menggunakan “bahasa diskursis kelas yang khas” (Bellack, dkk. 1966). Penyetalaan sosok layanan selalu dilakukan dalam kedua jenis layanan ahli tersebut, karena kedua jenis layanan ahli digerakkan oleh motif altruistik dalam arti selalu menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati keragaman, serta mengedepankan kemas-lahatan pengguna layanan dalam konteks kemaslahatan umum, sehingga harus dilakukan dengan mencermati Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal kemungkinan dampak jangka panjang dari tindak layanannya itu terhadap pengguna layanan, bahkan terhadap lingkungan di mana pengguna layanan itu hidup. Oleh karena itu, tiap pengampu layanan ahli itu juga dinamakan “the reflective practitioner” (Schone, 1983), sehingga juga layak dikarakterisasikan sebagai “… a safe practitioner” (Direktorat PPTK-KPT Ditjen Dikti, 2003).
Perbedaan rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan. Batas ragam kebutuhan antara jenjang yang satu dengan jenjang yang lainnya tidak terbedakan sangat tajam. Dengan kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih merupakan suatu wilayah. Berikut ini digambarkan secara umum perbedaan ciri khas ekspektasi kinerja konselor di tiap jenjang pendidikan.
1. Jenjang Taman Kanak-kanak
Di jenjang Taman Kanak-kanak di tanah air tidak ditemukan posisi struktural bagi konselor. Pada jenjang ini fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan developmental. Secara pragmatik, komponen kurikulum pelaksanaan dalam bimbingan konseling yang perlu dikembangkan oleh konselor jenjang Taman Kanak-kanak Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal 4 membutuhkan alokasi waktu yang lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya, pada jenjang Taman Kanak-kanak komponen perencanaan individual student planning (yang terdiri dari : pelayanan appraisal, advicement transition planning) dan pelayananresponsive services, (yang berupa pelayanan konseling dan konsultasi) memerlukan alokasi waktu yang lebih kecil. Kegiatan konselor di jenjang Taman Kanak-kanak dalam komponen responsive services, dilaksanakan terutama untuk memberikan layanan konsultasi kepada guru dan orang tua dalam mengatasi perilaku-perilaku mengganggu (disruptive) siswa Taman Kanak-kanak.
2. Jenjang Sekolah Dasar
Sampai saat ini, di jenjang Sekolah Dasar-pun juga tidak ditemukan posisi struktural untuk konselor. Namun demikian sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik usia sekolah dasar, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak ada meskipun tentu saja berbeda dari ekspektasi kinerja konselor di jenjang sekolah menengah dan jenjang perguruan tinggi. Dengan kata lain, konselor juga dapat berperan serta secara produktif di jenjang sekolah dasar, bukan dengan memposisikan diri sebagai fasilitator pengembangan diri peserta didik yang tidak jelas posisinya, melainkan dengan memposisikan diri sebagai Konselor Kunjungyang membantu guru sekolah dasar mengatasi perilaku menganggu (disruptive behavior), antara lain dengan pendekatan direct behavioral consultation. Setiap gugus sekolah dasar diangkat 2 (dua) atau 3 (tiga) konselor untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
3. Jenjang Sekolah Menengah
Secara hukum, posisi konselor (penyelenggara profesi pelayanan bimbingan dan konseling) di tingkat sekolah menengah telah ada sejak tahun 1975, yaitu sejak diberlakukannya kurikulum bimbingan dan konseling. Dalam sistem pendidikan Indonesia, konselor di sekolah menengah mendapat peran dan posisi/ tempat yang jelas. Peran konselor, sebagai salah satu komponen student support services, adalah men-suport perkembangan aspek-aspek pribadi, sosial, karier, dan akademik peserta didik, melalui pengembangan menu program bimbingan dan konseling pembantuan kepada peserta didik dalam individual student planning, pemberian pelayanan responsive2, dan pengembangan system support. Pada jenjang ini, konselor menjalankan semua fungsi bimbingan dan konseling. Setiap sekolah menengah idealnya diangkat konselor dengan perbandingan 1 : 100.
4. Jenjang Perguruan Tinggi
Meskipun secara struktural posisi konselor Perguruan Tinggi belum tercantum dalam sistem pendidikan di tanah air, namun bimbingan dan konseling dalam rangka men-“support” perkembangan personal, sosial akademik, dan karier mahasiswa dibutuhkan. Sama dengan konselor pada jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, konselor Perguruan Tinggi juga harus mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum pelayanan dasar bimbingan dan konseling, individual student planning, responsive services, serta system support. Namun, alokasi waktu konselor perguruan tinggi lebih banyak pada pemberian bantuan individual student career planning dan penyelenggaraan responsive services. Setiap perguruan tinggi menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling melalui suatu unit yang ditetapkan pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan.
C. Ekspektasi Kinerja Konselor Tidak Sama dengan Helping Profession Yang Lain
1. Psikolog
Psikolog adalah seorang ahli yang telah menyelesaikan program belajar dalam ilmu psikologi dengan spesialisasi (psikologi klinis, psikologi industri, psikologi pendidikan). Seorang psikolog sekurang-kurangnya telah menempuh pendidikan Sarjana dan Program Profesi pada Fakultas Psikologi. Walaupun psikolog dilatih untuk menangani semua orang dengan kondisi gangguan psikologis, mereka diwajibkan untuk menangani pasien/klien hanya pada bidang di mana merupakan spesialisasi mereka. Psikolog secara formal dapat mendiagnosis kondisi psikologis pasien dengan menggunakan tes psikologi serta menggunakan teknik terapi untuk menyembuhkan kondisi klien/pasien, namun mereka tidak dapat memberikan resep obat.
2. Psikiater
Psikiater adalah dokter medis yang mempunyai spesialisasi dalam bidang penyembuhan kelainan-kelainan mental. Seorang psikiater sekurang-kurangnya telah menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran dan Program Profesi (dokter) serta mengambil spesialisasi Psikiatri. Psikiatri adalah bidang spesialisasi dalam ilmu kedokteran yang mengkhususkan diri dalam penelitian, diagnosa, proses pencegahan dan penyembuhan kelainan mental dan perilaku yang tidak normal beserta sejumlah masalah yang berhubungan dengan penyesuaian diri (personal adjustment). Psikiater menggunakan obat-obatan (dapat memberikan resep obat) dan menggunakan terapi untuk merawat dan menangani pasien.
3. Dokter
Dokter adalah seorang lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatannya. Seorang dokter sekurang-kurangnya telah menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran dan Program Profesi (dokter). Bantuan yang diberikan melalui pengobatan dan terapi secara medis dengan menggunakan obat-obatan tertentu.
4. Konselor (Guru Pembimbing)
Konselor adalah seseorang yang memiliki keahlian dalam melakukan konseling dan telah menyelesaikan pendidikan secara akademis serta memiliki pengalaman latihan-latihan keterampilan secara profesional. Seorang konselor sekurang-kurangnya Sarjana lulusan Bimbingan dan Konseling. Konselor dapat menyediakan layanan terapi, tetapi mereka tidak dapat mendiagnosa kondisi psikologis, khususnya dapat melakukan diagnosa psikologis awal konseli yang dilayani berupa mendiagnosa kesulitan belajar, kemampuan akademik, minat, bakat, dan sebagainya. Namun konselor tidak dapat menggunakan tes psikologi yang berbentuk “tes proyektif” dalam mendiagnosa kondisi psikologis klien atau konseli yang dilayani, dan juga konselor tidak dapat memberikan resep obat.
D. Konselor Profesional
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). Kesejajaran posisi ini tidaklah berarti bahwa semua tenaga pendidik itu tanpa keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Demikian juga konselor memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak persis sama dengan guru. Hal ini mengandung implikasi bahwa untuk masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor, perlu disusun standar kualifikasi akademik dan kompetensi berdasar kepada konteks tugas dan ekspektasi kinerja masing-masing.
Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi: (1) memahami secara mendalam konseli yang dilayani, (2) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling, (3) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan (4) mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan.
1. Kualifikasi Akademik Konselor
Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Sedangkan bagi individu yang menerima pelayanan profesi bimbingan dan konseling disebut konseli, dan pelayanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal dan nonformal diselenggarakan oleh konselor. Kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal adalah:
a. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
b. Berpendidikan profesi konselor.
2. Kompetensi Konselor
Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Namun bila ditata ke dalam empat kompetensi pendidik sebagaimana tertuang dalam PP 19/2005, maka rumusan kompetensi akademik dan profesional konselor dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional sebagai berikut:
KOMPETENSI INTI
|
KOMPETENSI
|
A. KOMPETENSI PEDAGOGIK |
1. Menguasai teori dan praksis pendidikan | 1.1 Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya1.2 Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses pembelajaran1.3 Menguasai landasan budaya dalam praksis Pendidikan |
2. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli | 2.1 Mengaplikasikan kaidah-kaidah perilaku manusia, perkembangan fisik dan sikologis individu terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan2.2 Mengaplikasikan kaidah-kaidah kepribadian, individualitas dan perbedaan konseli terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan2.3 Mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
2.4 Mengaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
2.5. Mengaplikasikan kaidah-kaidah kesehatan mental terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
|
3. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikan | 3.1 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jalur pendidikan formal, nonformal dan informal3.2 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus3.3 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah, serta tinggi. |
B. KOMPETENSI KEPRIBADIAN |
4. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa | 4.1 Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa4.2 Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain4.3 Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur |
5. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih | 5.1 Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi5.2 Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya5.3 Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya
5.4 Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya.
5.5 Toleran terhadap permasalahan konseli
5.6 Bersikap demokratis.
|
KOMPETENSI INTI
|
KOMPETENSI
|
6. Menunjukkan integritasdan stabilitas kepribadian yang kuat | 6.1 Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten )6.2 Menampilkan emosi yang stabil.6.3 Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan
6.4 Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stres dan frustasi
|
7. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi | 7.1 Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif7.2 Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri7.3 Berpenampilan menarik dan menyenangkan
7.4 Berkomunikasi secara efektif
|
C. KOMPETENSI SOSIAL |
8. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja | 8.1 Memahami dasar, tujuan, organisasi, dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah) di tempat bekerja8.2 Mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain di tempat bekerja8.3 Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja (seperti guru, orang tua, tenaga administrasi) |
9. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling | 9.1 Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi9.2 Menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling9.3 Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi |
10. Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi | 10.1 Mengkomunikasikan aspek-aspek profesional bimbingan dan konseling kepada organisasi profesi lain10.2 Memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling10.3 Bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan profesional profesi lain.
10.4 Melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai dengan keperluan
|
D. KOMPETENSI PROFESIONAL |
11. Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli | 11.1 Menguasai hakikat asesmen11.2 Memilih teknik asesmen, sesuai dengan kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling11.3 Menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen untuk keperluan bimbingan dan konseling
11.4 Mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan masalah-masalah konseli.
11.5 Memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi konseli.
11.6 Memilih dan mengadministrasikan instrumen untuk mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan dengan lingkungan
11.7 Mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling
11.8 Menggunakan hasil asesmen dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan tepat
11.9 Menampilkan tanggung jawab profesional dalam praktik asesmen
|
12. Menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling | 12.1 Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling.12.2 Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling.12.3 Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling.
12.4 Mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja.
12.5 Mengaplikasikan pendekatan /model/jenis pelayanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
12.6 Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling.
|
13. Merancang program Bimbingan dan Konseling | 13.1 Menganalisis kebutuhan konseli13.2 Menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan13.3 Menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling
13.4 Merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling
|
14. Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif | 14.1 Melaksanakan program bimbingan dan konseling.14.2 Melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam pelayanan bimbingan dan konseling.14.3 Memfasilitasi perkembangan akademik, karier, personal, dan sosial konseli
14.4 Mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling
|
15. Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling. | 15.1 Melakukan evaluasi hasil, proses, dan program bimbingan dan konseling15.2 Melakukan penyesuaian proses pelayanan bimbingan dan konseling.15.3 Menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak terkait
15.4 Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling
|
16. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional | 16.1 Memahami dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan profesional.16.2 Menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor16.3 Mempertahankan objektivitas dan menjaga agar tidak larut dengan masalah konseli.
16.4 Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan
16.5 Peduli terhadap identitas profesional dan pengembangan profesi
16.6 Mendahulukan kepentingan konseli daripada kepentingan pribadi konselor
16.7 Menjaga kerahasiaan konseli
|
17. Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling | 17.1 Memahami berbagai jenis dan metode penelitian17.2 Mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling17.3 Melaksaanakan penelitian bimbingan dan konseling
17.4 Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan bimbingan dan konseling
|
Sumber : Permendiknas No. 27 Tahun 2008
DAFTAR RUJUKAN
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Bandung: ABKIN.
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Bandung: ABKIN.
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2008. Krisis Identitas Profesi Bimbingan dan Konseling. Bandung: ABKIN.
Bellack, A, HM Kliebard, RT Hyman dan F Smith, Jr. 1966. The Language of the Classroom. New York: Teachers College Press.
Corey, G. 2001. The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Gage, NL. 1978. The Scientific Basis of the Art of Teaching. New York: Teachers College Press.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. 1993. Surat Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 84/1993. Tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya. Jakarta: Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan No. 25. Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Menteri Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Schone, DA. 1983. The Reflective Practitioner: How Professionals Think In Action. New York: Basic Book, Inc., Publishers