Selasa, 24 September 2013

EMPAT PILAR PENDIDIKAN & BELAJAR SEPANJANG HAYAT


MAKALAH : PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT DAN 4 PILAR PENDIDIKAN UNESCO


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 TOPIK       hakekat pendidikan
1.2 INDIKATOR       : a. Menjelaskan hakekat belajar sepanjang hayat
b. Menjelaskan empat pilar pendidikan yang dikeluarkan oleh UNESCO        serta pengaruh dan keterkaitannya terhadap pendidikan sepanjang hayat..
1.3 URAIAN MATERI
Pendidikan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang didalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat, dari generasi ke generasi (Dwi Siswoyo, 2008: 25). Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa hampir dari seluruh kegiatan manusia yang bersifat positif dapat dianggap bahwa mereka telah melakukan proses pendidikan. Tujuan pendidikan secara luas antara lain adalah untuk meningkatkan kecerdasan, membentuk manusia yang berkualitas, terampil, mandiri, inovatif, dan dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Oleh karena itu, pendidikan sangat diperlukan oleh manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan sebagai makhluk individu, sosial dan beragama. Di sinilah peran lembaga pendidikan baik formal maupun non formal untuk membantu masyarakat dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang telah disampaikan di atas, melalui pendidikan sepanjang hayat manusia diharapkan mampu menjadi manusia yang terdidik
1.      Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan  sepanjang hayat (life long education) adalah sebuah sistem pendidikan yang dilakukann oleh manusia ketika lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan sepanjang hayat merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi. Melalui pendidikan sepanjang hayat, manusia selalu belajar melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau pengalaman yang telah dialami. Konsep pendidikan sepanjang hayat tidak mengenal batas usia, semua manusia baik yang masih kecil hingga lanjut usia tetap bisa menjadi peserta didik, karena cara belajar sepanjang hayat dapat dilakukan dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun.
Menurut pendapat Sudjana (2001: 217-218) pendidikan sepanjang hayat harus didasarkan atas prinsip-prinsip pendidikan di bawah ini :
a.       Pendidikan hanya akan berakhir apabila manusia telah meninggal dunia.
b.  Pendidikan sepanjang hayat merupakan motivasi yang kuat bagi peserta didik untuk merencanakan dan melakukan kegiatan belajar secara terorganisi dan sistimatis.     
c.   Kegiatan belajar bertujuan untuk mempeoleh, memperbaharui, dan meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang telah dimiliki.
d.  Pendidikan memiliki tujuan-tujuan berangkai dalam memenuhi kebutuhan belajar dan dalam mengembangkan kepuasan diri setiap manusia yang melakukan kegiatan belajar.
e.    Perolehan pendidikan merupakan prasyarat bagi perkembangan kehidupan manusia, baik untuk meningkatkan kemampuannya, agar manusia selalu melakukan kegiatan belajar guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.      Tahap Proses Belajar Pendidikan Sepanjang Hayat
Tahapan belajar manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama ialah proses belajar yang tidak dapat dilihat oleh panca indera, karena proses belajar terjadi dalam pikiran seseorang yang sedang melakukan kegiatan belajar. Proses ini sering disebut dengan proses intern. Bagian yang kedua disebut proses belajar ekstern, proses ini dapat menunjukkan apakah dalam diri seseorang telah terjadi proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. 
Menurut Suprijanto (2007) proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar berlangsung melalui enam tahapan yaitu :
a.            Motivasi
Yang dimaksud motivasi di sini adalah keinginan untuk mencapai suatu hal. Apabila dalam diri peserta didik tidak ada minat untuk belajar, tentu saja proses belajar tidak akan berjalan dengan baik. Jika demikian halnya, pendidik harus menumbuhkan minat belajar tersebut dengan berbagai cara, antara lain dengan menjelaskan pentingnya pelajaran dan mengapa materi itu perlu dipelajari.
b.                     Perhatian pada Pelajaran
Peserta didik harus dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran. Apabila hal itu tidak terjadi maka proses belajar akan mengalami hambatan. Perhatian peserta ini sangat tergantung pada pembimbing.
c.                     Menerima dan Mengingat
Setelah memperhatikan pelajaran, seorang peserta didik akan mengerti dan menerima serta menyimpan dalam pikirannya. Tahap menerima dan mengingat ini harus terjadi pada diri orang yang sedang belajar. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan dan pengingatan ini, seperti struktur, makna, pengulangan pelajaran , dan interverensi.
d.                    Reproduksi
Dalam proses belajar, seseorang tidak hanya harus menerima dan mengingat informasi baru saja, tetapi ia juga harus dapat menemukan kembali apa-apa yang pernah dia terima. Agar peserta didik mampu melakukan reproduksi, pendidik perlu menyajikan pengajarannya dengan cara yang mengesankan.
e.                     Generalisasi
Pada tahap generalisasi ini, peserta didik harus mampu menerapkan hal yang telah dipelajari di tempat lain dan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Generalisasi juga dapat diartikan penerapan hal yang telah dipelajari dari situasi yang satu ke situasi yang lain.
f.                     Menerapkan Apa yang Telah Diajarkan serta Umpan Balik
Dalam tahap ini, peserta didik harus sudah memahami dan dapat menerapkan apa yang telah diajarkan. Untuk meyakinkan bahwa peserta didik telah benar-benar memahami, maka pembimbing dapat memberikan tugas atau tes yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Tes yang diberikan pun dapat berupa tes tertulis maupun lisan. Selanjutnya, pendidik berkewajiban memberikan umpan balik berupa penjelasan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan umpan balik seperti itu, peserta didik dapat mengetahui seberapa ia memahami apa yang diajarkan dan dapat mengoreksi dirinya sendiri.
3.      Membentuk Kemandirian Melalui Pendidikan Sepanjang hayat.
Setiap manuusia yang lahir di dunia ini tidak langsung dapat hidup mandiri. Di awal kehidupannya, ia akan membutuhkan bantuan dari orang lain, bahkan cenderung tergantung terhadap orang lain. Sejak bayi hingga anak-anak ia akan sangat membutuhkan peran keluarga dan orang-orang di sekitarnya agar dapat membantu ia untuk bertahan hidup. Namun seiring pertumbuhannya, sedikit demi sedikit ia akan mampu mengurangi tingkat ketergantungannya kepada orang lain, sehingga lama kelamaan ia dapat menjadi manusia yang mandiri.
Proses belajar akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga mampu menjadi dewasa dan mandiri. Manusia mengalami perubahan dari yang sebelumnya selalu tergantung kepada orang lain menjadi manusia yang mandiri, bahkan justru akan mampu membantu orang lain. Perubahan seperti ini seharusnya terus terjadi sepanjang hayat selama manusia tersebut masih hidup. Namun pada kenyataannya, sebagian besar manusia berhenti belajar setelah mereka merasa cukup dewasa. Padahal pada dasarnya perubahan-perubahan sikap menuju arah yang lebih baik harus selalu dilakukan untuk mempersiapkan diri terhadap perubahan-perubahan yang timbul seperti halnya perubahan dalam bidang kemajuan teknologi dan pengetahuan. Mereka yang terus melakukan proses belajar akan dapat mengikuti perubahan yang ada, sedangkan mereka yang berhenti untuk belajar akan merasakan kesulitan dalam menghadapi perubahan dan akan cenderung menjadi manusia yang kurang mandiri.  
Sudjana (2001: 228) berpendapat bahwa dalam pengembangan sikap dan perilaku mandiri, pendidikan luar sekolah dapat berperan untuk membantu peserta didik sehingga ia dapat menyadari dan mengakui potensi dan kemampuan dirinya. Peserta didik perlu dibantu untuk mampu berdialog dengan dirinya dan lingkungannya. Program-program pendidikan non formal diarahkan untuk memotivasi peserta didik dalam upaya mengaktualisasi potensi diri, berpikir, dan berbuat positif terhadap lingkungan, serta mencapai kepuasan diri dan bermakna bagi lingkungan.
4.      Empat Pilar Pendidikan UNESCO
Upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu UNESCO mencanangkan empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yaitu: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
a)   Learning to know : Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu, termasuk di dalamnya Learning to How. Untuk mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.
b)   Learning to do : Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerja sama dalam team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi. Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata.
c)   Learning to be : Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal. Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri. Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Pilar ketiga yang dicanangkan Unesco adalah “learning to be” (belajar untuk menjadi seseorang).
d)  Learning to live together : Belajar memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya. Terjadinya proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan bersama), pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama. Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
Dengan mengaplikasikan pilar-pilar tersebut, diharapkan pendidikan yang berlangsung di seluruh dunia termasuk Indonesia dapat menjadi lebih baik, namun yang menjadi masalah adalah dunia pendidikan di Indonesia yang saat ini masih minim fasilitas, terlebih lagi di daerah-daerah terpencil, belum meratanya fasilitas pendidikan, tentunya akan menjadi halangan bagi siswa untuk mengembangkan diri mereka. Untuk itu semua, pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia
BAB II
ISI
2.1 RANGKUMAN MATERI
Pendidikan  sepanjang hayat (life long education) adalah sebuah sistem pendidikan yang dilakukan oleh manusia ketika lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan sepanjang hayat merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi. Dimana tahap-tahap pelaksanaannya adalah harus ada : motivasi, perhatian dan pelajaran, menerima dan mengingat, reproduksi, generalisasi, menerapkan apa yang telah diajarkan serta umpan balik. Dimana pendidikan sepanjang hayat ini juga akan mampu membentuk kemandirian dari seseorang, salah satunya dengan pendidikan non formal, yang mampu membangkitkan daya pikir, berbuat positif dari, oleh dan untuk dirinya sendiri serta lingkungan. Dalam upaya memajukan pendidikan di Indonesia UNESCO mengeluarkan empat pilar yang dapat menopang pendidikan yang ada di Indonesia ini. Keempat pilar tersebut adalah learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Dimana Untuk mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata.
Pilar ketiga yang dicanangkan Unesco adalah “learning to be” (belajar untuk menjadi seseorang). Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal.
Terjadinya proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan bersama), pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama. Dengan melakukan empat pilar yang telah dikeluarkan oleh UNESCO, untuk itu semua pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia. Mengarah ke point ketiga, “Learning To Be belajar untuk menjadi seseorang. Hal ini sangat berkaitan dengan bakat dan minat yang dimiliki seseorang. Jika seseorang memiliki bakat yang lebih, dalam suatu bidang tidak akan mampu berkembang apabila tanpa ada dukungan dan fasilitas baik dari guru itu sendiri dan pengaruh lingkungan luar. Ini dimaksudkan agar seorang siswa mampu mewujudkan dan mengembangkan bakatnya sesuai dengan harapannya. Jadi tanpa peranan guru sebagai fasilitator maka pilar ketiga yang dicetuskan UNESCO tidak akan terlaksana dengan baik. Begitu juga dengan poin yang keempat “Learning to Live Together”belajar untuk menjalani kehidupan bersama. Maksud dari point keempat ini adalah bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang aman tentram, dan saling menghargai antar agama, suku, ras, dan budaya dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini toleransi antar sesama manusia sangat diperlukan, karena umat manusia itu ditakdirkan untuk menjalani kehidupan bersama-sama dan tidak dapat menjalani kehidupan itu sendiri.

2.2 REVIEW MATERI
           Adapun pendapat serta ulasan kami terhadap materi yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu, kami mendukung pernyataan-pernyataan dari materi di atas, karena pendidikan sepanjang hayat adalah sesuatu yang mutlak untuk dilakukan dan ini adalah jalan utama untuk memanusiakan manusia. Jadi janganlah mencoba untuk berhenti belajar jika hanya dengan kata “cukup”, karena pendidikan bagaikan air yang akan terus mengalir, kita harus terus mencari dan mendapatkan hasil yang lebih baik dari pendidikan tersebut seperti kemandirian dan kedewasaan. Sehingga terus bangkitkan motivasi dalam diri kita dalam menjalani pendidikan sepanjang hayat tersebut.
      Lalu sudahkah pendidikan sepanjang hayat dan pengajaran tersebut sesuai dengan 4 pilar UNESCO?
Menurut pendapat kami, Adanya empat pilar pendidikan menurut UNESCO menjadi sorotan utama karena pilar-pilar tersebut bergerak dalam memajukan pendidikan. Namun ke-empat pilar tersebut belum terealisasi secara sempurna utamanya di Indonesia. Dalam hal ini pihak-pihak yang terkait dalam memajukan pendidikan itu belum melaksanakan kewajibannya dengan baik. “minimalisasi” selalu menjadi akar dan permasalahan pelik dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Pemerataan fasilitas masih jauh dari kata “sempurna dan memadai”. Dimana pembaharuan, rehabilitas hanya terpusat pada beberapa tempat umumnya kota-kota besar yang menjadi tempat sentral pendidikan, sementara di daerah yang sudah tidak terjamah lagi rasanya akan menjadi sesuatu yang sulit untuk memajukan pendidikannya karena pemerintah tidak memandang bagaimana kondisi pendidikan di daerah tersebut, apakah sudah sejahtera atau tidak dari segi pendidik dan peserta didik. Sebagaimana pilar pendidikan pada point pertama di atas, “Learning to know”, bagaimana siswa dapat menambah ilmu sebanyak-banyaknya misalnya di desa terpencil sedangkan fasilitasnya saja tidak memadai misalnya referensi bagi peserta didik disana. Lalu, mengarah ke point kedua, “Learning To Do”, masih terkait dari point di atas, tentu sesuatu yang sangat tidak mungkin untuk menghasilkan output yang berkualitas yang mampu berkarya jika tidak dibekali pengetahuan dimana fasilitas sebelumnya sudah tidak memadai. Mengarah ke point ketiga, “Learning To Be belajar untuk menjadi seseorang. Hal ini sangat berkaitan dengan bakat dan minat yang dimiliki seseorang. Jika seseorang memiliki bakat yang lebih, dalam suatu bidang tidak akan mampu berkembang apabila tanpa ada dukungan dan fasilitas baik dari guru itu sendiri dan pengaruh lingkungan luar. Jadi tanpa peranan guru sebagai fasilitator maka pilar ketiga yang dicetuskan UNESCO tidak akan terlaksana dengan baik. Begitu juga dengan poin yang keempat “Learning to Live Together” belajar untuk menjalani kehidupan bersama. Maksud dari point keempat ini adalah bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang aman tentram, dan saling menghargai antar agama, suku, ras, dan budaya dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini toleransi antar sesama manusia sangat diperlukan, karena umat manusia itu ditakdirkan untuk menjalani kehidupan bersama-sama dan tidak dapat menjalani kehidupan itu sendiri. Disinilah diperlukan kerjasama dari berbagai pihak dalam memajukan pendidikan Indonesia. Baik itu guru, pemerintah, masyarakat, orang tua siswa, dan juga siswa itu sendiri sebagai objek pendidikan. Yang nantinya mampu memajukan pendidikan di Indonesia agar mampu  mewujudkan negara yang maju dan mampu bersaing dengan dunia luar, dengan kualitas SDM yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
4.1  SIMPULAN
a.                   Pendidikan sepanjang hayat mutlak untuk dijalankan oleh setiap manusia yang terlahir ke dunia ini.
b.                  Adapun empat pilar pendidikan yang dikeluarkan oleh UNESCO adalah learning to know, learning to do, learning to be,learning to live together.
c.                   Jadi sangat diperlukan kerjasama dari semua pihak dalam implementasi empat pilar pendidikan UNESCO tersebut dalam “pendidikan sepanjang hayat” begitu juga pengajaran di Indonesia demi kualitas hidup manusia yang lebih baik.
4.2  SARAN
Laksanakan pendidikan sepanjang hayat tersebut dengan sepenuh hati, penuh motivasi, jangan sampai terputus. Janganlah cepat merasa puas dari apa yang telah didapatkan dari pendidikan yang telah kita jalani, karena pendidikan itu akan terus berlangsung dari kita lahir sampai mati. 

DAFTAR PUSTAKA

TAKSONOMI BELAJAR GAGNE & BLOOM


Taksonomi Gagne dan Taksonomi Bloom
ROBERT GAGNE
Robert Gagne lahir tahun 1916 di North Andover, MA. Beliau mendapatkan gelar A.B. di Yale tahun 1937 dan pada tahun 1940 mendapat gelar Ph.D. Psychology dari Universitas Brown. Mengajar di Connecticut College for Women dari 1940-49 dan kemudian di Penn State University dari 1945-1946. Antara 1949-1958, Gagne menjadi direktur “perceptual and motor skills laborartory” di U.S. Air force. Pada saat itu dia mulai mengembangkan beberapa idenya yaitu teori belajar yang disebut"The Conditions of Learning". Pada 25 tahun terakhir beliau adalah professor di Department of Education Research at Florida State University di Tallahassee.
Gagne melihat proses belajar mengajar dibagi menjadi beberapa komponen penting yaitu :
1.        Fase – fase pembelajaran
2.        Kategori utama kapabilitas/kemampuan manusia/outcomes
3.        Kondisi atau tipe pembelajaran
4.        Kejadian-kejadian instruksional
Robert Gagne seorang ahli psikologi pendidikan mengembangkan teori belajar yang mencapai kulminasinya (titik uncak) pada “The Condition of Learning”. Banyak gagasan Gagne tentang teori belajar, seperti belajar konsep dan model pemrosesan informasi, pada bukunya “The Condition of Learning” mengemukakan bahwa:Learning is change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and which is not simply ascribable to process a groeth. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalm diri dan keduanya saling berinteraksi.

·                     Fase-Fase Dalam Belajar
Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu:
·                     Fase Receiving The Stimulus Situation
Merupakan fase seseorang memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya “golden eye” bisa ditafsirkan sebagai jembatan di amerika atau sebuah judul film. Stimulus itu dapat spontan diterima atau seorang Guru dapat memberikan stimulus agar siswa memperhatikan apa yang akan diucapkan.
·                     Fase Stage Of Acquition
Pada fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu kesanggupan yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-hubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya. Atau boleh dikatakan pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
·                     Fase Storage
Fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
·                     Fase Retrieval/Recall
Fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih mudah dipanggil.
Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu :
·                     Fase Motivasi
Sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar.
·                     Fase Generalisasi
Fase transfer informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut.
·                     Fase Penampilan
Fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari struktur kalimat dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar.
·                     Fase Umpan Balik,
Siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).

·                     Kategori Utama Kapabilitas
Setelah selesai belajar, penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan (capabilities). Kemampuan-kemampuan tersebut dibedakan berdasarkan atas kondisi mencapai kemampuan tersebut berbeda-beda. Ada lima kemampuan (kapabilitas) sebagai hasil belajar yang diberikan Gagne yaitu :
·                     Verbal Information
Kemampuan siswa untuk memiliki keterampilan mengingat informasi verbal, ini dapat dicontohkan kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya yang bersifat verbal.
·                     Intellectual Skills
Merupakan penampilan yang ditunjukkan siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukannya. Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui pengunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Yang membedakan keterampilan intelektual pada bidang tertentu adalah terletak pada tingkat kompleksitasnya. Untuk memecahkan masalah siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi yaitu aturan-aturan yang kompleks yang berisi aturan-aturan dan konsep terdefinisi, untuk memperloleh aturan – aturan ini siswa sudah harus belajar beberapa konsep konkret, dan untuk belajar konsep konkret ini siswa harus menguasai diskriminasi-diskriminasi.
·                     Cognitive Strategies
Merupakan sustu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir. Proses kontrol yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Beberapa strategi kognitif adalah : (1) strategi menghafal, (2) strategi elaborasi, (3) strategi pengaturan, (4) strategi metakognitif, (5) strategi afektif.
·                     Attitudes
Merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhiperilaku seseorang terhadap benda, kejadian atau mahluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain. Bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah mendapat pembelajaran itu yang menjadi hal penting dalam menerapkan metode dan materi pembelajaran.
·                     Motor Skills
Merupakan keterampilan kegiatan fisik dan penggabungan kegiatan motorik dengan intelektual sebagai hasil belajar. Keterampilan motorik bukan hanya mencakup kegiatan fisik saja tapi juga kegiatan motorik dengan intelektual seperti membaca, menulis, dan lainnya.

·                     Kondisi Atau Tipe Pembelajaran
·                     Signal Learning
Belajar isyarat merupakan proses belajar melalui pengalaman-pengalaman menerima suatu isyarat tertentu untuk melakukan tindakan tertentu. Misalnya ada “Aba-aba siap” merupakan isyarat untuk mengambil sikap tertentu, tersenyum merupakan isyarat perasaan senang.
·                     Stimulus-Response Learning
Belajar stimulus-respon (S-R), merupakan belajar atau respon tertentu yang diakibatkan oleh suatu stimulus tertentu. Melalui pengalaman yang berulang-ulang dengan stimulus tertentu sesorang akan memberikan respon yang cepat sebagai akibat stimulus tersebut.
·                     Chaining
Chaining atau rangkaian, terbentuk dari hubungan beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi. Misalnya : Pulang kantor, ganti baju, makan, istirahat.
·                     Verbal Association
Mengenal suatu bentuk-bentuk tertentu dan menghubungkan bentuk-bentuk rangkaian verbal tertentu. Misalnya : seseorang mengenal bentuk geometris, bujur sangkar, jajaran genjang, bola dan lain sebagainya. Lalu merangkai itu menajdi suatu pengetahuan geometris, sehingga seseorang dapat mengenal bola yang bulat, kotak yang bujur sangkar.
·                     Discrimination Learning
Belajar diskriminasi adalah dapat membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya, dapat membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya walaupun bentuk manusia hampir sama, dapat membedakan merk sepedamotor satu dengan yang lainnya walaupun bentuknya sama. Kemampuan diskriminasi ini tidak terlepas dari jaringan, kadang-kadang jika jaringan yang terlalu besar dapat mengakibatkan interferensi atau tidak mampu membedakan.
·                     Concept Learning
Belajar konsep mungkin karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang bisa melakukan tetapi sangat terbatas, manusia dapat melakukan tanpa terbatas berkat bahasa dan kemampuan mengabstraksi. Dengan menguasai konsep ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu misalnya : warna, bentuk, jumlah dan lainnya
·                     Rule Learning
Belajar model ini banyak diterapkan di sekolah, banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang telah mengenyam pendidikan. Misalnya : angin berembus dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, 1 + 1 = 2 dan lainnya. Suatu aturan dapat diberikan contoh-contoh yang konkrit.

·                     Problem Solving
Memecahkan masalah merupakan suatu pekerjaan yang biasa yang dilakukan manusia. Setiap hari dia melakukan problem solving bayak sekali. Untuk memecahkan masalah dia harus memiliki aturan-aturan atau pengetahuan dan pengalaman, melalui pengetahuan aturan-aturan inilah dia dapat melakukan keputusan untuk memecahkan suatu persoalan. Seseorang harus memiliki konsep-konsep, aturan-aturan dan memiliki “sets” untuk memecahkannya dan suatu strategi untuk memberikan arah kepada pemikiran agar produktif.

·                     Kejadian-Kejadian Instruksional
Apakah yang terjadi dalam mengajar? Mengajar dapat kita pandang sebagai usaha mengontrol kondisi ekstern. Kondisi ekstern merupakan satu bagian dari proses belajar, namun termasuk tugas guru yang utama dalam mengajar.
Mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang menurut Gagne terkenal dengan “Nine instructional events” yang dapat diuraikan sebagai berikut :
·                     Gain Attention
Perlunya menimbulkan minat dan perhatian siswa dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks. Diharapkan siswa memiliki kepekaan indera untuk merespon dengan cepat stimulus yang diberikan. Ketika menarik perhatian siswa, pembimbing atau guru dapat memberikan gerakan isyarat atau merubah mimik muka dan suara tiba-tiba.
·                     Inform Learners Of Objectives
Perlunya mengatakan pada siswa apa yang akan diperoleh atau dikuasai setelah mengikuti pelajaran, sehingga siswa dapat mengetahui kemampuan yang dikuasai setelah mengikuti pelajaran. Menyampaikan tujuan pembelajaran bisa menjadi motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
·                     Stimulate Recall Of Prior Learning
Merangsang timbulnya ingatan tentang pengetahuan atau keterampilan yang telah dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
·                     Present The Content
Penyampaian materi pembelajaran dengan menggunakan contoh, penekanan baik secara verbal maupun “features” tertentu.
Provide "Learning Guidance"
Bimbingan diberikan melalui persyaratan-persyaratan yang membimbing proses atau alur berpikir siswa, agar memiliki pemahaman yang lebih baik. Berikan contoh-contoh, gambar-gambar sehingga siswa siswa dapat lebih memahami materi yang disampaikan.
·                     Elicit Performance /Practice
Siswa diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau untuk menunjukkan penguasaannya terhadap materi.
·                     Provide Feedback
Siswa diberi tahu sejauh mana ketepatan unjuk kerjanya (performance)
·                     Assess Performance
Memberikan tes atau tugas untuk menilai sejauh mana siswa menguasai tujuan pembelajaran
·                     Enhance Retention And Transfer To The Job
Merangsang kemampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktekkan apa yang telah terjadi. Diharapkan nantinya siswa dapat mentransfer atau menggunakan pengetahuan, keahlian dan strategi ketika menghadapi masalah dan situasi baru.
Dalam mengajar hal di atas dapat terjadi sebagian atau semuanya, Proses belajar sendiri terjadi antara peristiwa nomor 5 dan 6. Peristiwa-peristiwa itu digerakkan dan diatur dengan perantaraan komunikasi verbal yakni guru mengatakan kepada murid apa yang harus dilakukannya

B.S. Bloom
Kata Taksonomi diambil dari bahasa Yunani Tassein yang berarti untuk mengklasifikasidan nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Hampir semua ( benda bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian ) dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom".
B. S. Bloom bersama rekan-rekannya yang berpikir sehaluan, menjadi kelompok pelopor dalam menyumbangkan suatu klasifikasi tujuan instruksional (educational objectives). Pada tahun 1956, terbitlah karya “Taxonomy of Educational Objectives”, Cognitive Domain”. Pada tahun 1964, terbitlah karya “Taxonomy of Educational Objectives, Affective Domain”. Kelompok pelopor ini tidak berhasil menerbitkan suatu taksonomi yang menyangkut tujuan instruksional di bidang psikomotorik (psychomotor domain). Orang lainlah yang mengembangkan suatu klasifikasi di bidang ini, antara lain E. Simpson pada tahun 1967 dan A. Harrow pada tahun 1972.
Adapun suatu taksonomi adalah merupakan suatu tipe system klasifikasi yang khusus, yang berdasarkan data penelitian ilmiah mengenai hal-hal yang digolong-golongkan dalam sistematika itu. Misalnya klasifikasi atas genus dan species terhadap tumbuh-tumbuhan dan binatang, sebagaimana dikembangkan dalam ruang lingkup Biologi, sesuailah dengan apa yang diketahui tentang tumbuh-tumbuhan dan binatang, Sistematika pembagian/penggolongan itu tidak berdasarkan suatu sistematika yang ditentukan sendiri (yang bersifat arbitrer), sebagaimana terjadi dalam kartotek perpustakaan, yang mengklasifir buku-buku menurut urutan abjad nama-nama pengarang, menurut urutan abjad judul-judul buku atau menurut topik-topik yang dibahas dalam buku-buku itu. Taksonomi-taksonomi di tiga rana kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang dikembangkan oleh kelompok pelopor ini dan beberapa orang lain, memang disebut “taxonomy”, tetapi menurut pendapat beberapa ahli psikologi belajar, mungkin tidak seluruhnya memenuhi tuntutan suatu taksonomi sebagaimana dijelaskan diatas, khususnya dalam rana kognitif. Meskipun demikian, nama taksonomi akan tetap dipertahankan di sini, sesuai dengan sumber-sumber yang asli, kecuali untuk sistematika yang dikembangkan oleh Simpson dalam rana psikomotorik yang menggunakan nama/judul “klasifikasi” (classification).
Adapun taksonomi atau klasifikasi adalah sebagai berikut:
·         Rana Kognitif :
o   Pengetahuan (Knowledge)
o   Pemahaman (Comprehension)
o   Penerapan (Application)
o   Analisa (Analysis)
o   Sintesa (Syntesis)
o   Evaluasi (Evaluation)
·         Rana Afektif :
o   Penerimaan (Receiving)
o   Partisipasi (Responding)
o   Penilaian/Penentuan Sikap (Valuing)
o   Organisasi (Organization)
o   Pembentukan Pola Hidup (Characterization By A Value Or Value Complex).
·         Rana Psikomotorik :
o   Persepsi (Perception)
o   Kesiapan (Set)
o   Gerakan Terbimbing (Guided Response)
o   Gerakan Yang Terbiasa (Mechanical Response)
o   Gerakan Yang Kompleks (Complex Response)
o   Penyesuaian Pola Gerakan (Adaptation)
o   Kreativitas (Creativity)

Rana Kognitif
Kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar terdiri dari :
·                     Pengetahuan (Knowledge):
Mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal-hal itu dapat meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition). Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut : “siswa akan mampu menyebutkan nama semua sekretaris jenderal PBB, sejak saat PBB mulai berdiri”. Siswa akan mampu menulis semua nama propinsi di Indonesia, pada peta perbatasan daerah-daerah propinsi”.
·                     Pemahaman (Comprehension):
Mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, seperti rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata, membuat perkiraan tentang kecenderungan yang nampak dalam data tertentu, seperti dalam grafik.
·                     Penerapan (Application):
Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus/problem yang kongkret dan baru. Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus pada persoalan yang belum dihadapai atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan problem baru.
·                     Analisa (Analysis):
Mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian pokok atau komponen-komponen dasar, bersama dengan hubungan/relasi antara bagian-bagian itu.
·                     Sintesa (Synthesis):
Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian dihubungkan satu sama lain, sehingga terciptakan suatu bentuk baru.
·                     Evaluasi (Evaluation):
Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu. Kemampuan itu dinyatakan dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu, seperti penilaian terhadap pengguguran kandungan berdasarkan norma moralitas, atau pernyataan pendapat terhadap sesuatu, seperti dalam menilai tepat-tidaknya perumusan suatu TIK, berdasarkan kriteria yang berlaku dalam perumusan TIK yang baik.

Rana Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, terdiri dari :
·                     Penerimaan (Receiving/Attending) :
Mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru.
·                     Partisipasi (Responding):
Mengadakan aksi terhadap stimulus, yang meliputi proses sebagai berikut :
·          Kesiapan menanggapi (acquiescene of responding). Contoh : mengajukan pertanyaan, menempelkan gambar dari tokoh yang disenangi pada tembok kamar yang bersangkutan, atau mentaati peraturan lalu lintas.
·          Kemauan menanggapi (willingness to respond), yaitu usaha untuk melihat hal-hal khusus di dalam bagian yang diperhatikan. Misalnya pada desain atau warna saja.
·          Kepuasan menanggapi (satisfaction in response), yaitu adanya aksi atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan mengetahui. Contoh kegiatan yang tampak dari kepuasan menanggapi ini adalah bertanya, membuat coretan atau gambar, memotret dari objek yang menjadi pusat perhatiannya, dan sebagainya.
·                     Penilaian/Penentuan Sikap (Valuing):
Mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk suatu sikap : menerima, menolak atau mengabaikan, sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dan konsisten dengan sikap batin.
·                     Organisasi (Organization):
Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai-nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak begitu penting. Kemampuan itu dinyatakan dalam mengembangkan suatu perangkat nilai, seperti menguraikan bentuk keseimbangan yang wajar antara kebebasan dan tanggung jawab dalam suatu negara demokrasi atau menyusun rencana masa depan atas dasar kemampuan belajar, minat dan cita-cita hidup.
·                     Pembentukan Pola Hidup (Characterization By A Value Or Value Complex):
Mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.
I
Rana Psikomotorik
Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari :
·                     Persepsi (Perception):
Mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan (stimulasi) dan perbedan antara rangsangan-rangsangan yang ada, seperti dalam menyisihkan benda yang berwarna merah dari yang berwarna hijau.
·                     Kesiapan (Set):
Mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan mental, seperti dalam mempersiapkan diri untuk menggerakkan kendaraan yang ditumpangi, setelah menunggu beberapa lama di depan lampu lalu lintas yang berwarna merah.
·                     Gerakan Terbimbing (Guided Response):
Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai dengan contoh yang diberikan (imitasi). Kemampuan ini dinyatakan dalam mengerakkan anggota tubuh, menurut contoh yang diperlihatkan atau diperdengarkan, seperti dalam meniru gerakan-gerakan tarian atau dalam meniru bunyi suara.
·                     Gerakan Yang Terbiasa (Mechanism Response):
Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan. Kemapuan ini dinyatakan dalam menggerakkan anggota-anggota tubuh, sesuai dengan prosedur yang tepat, seperti dalam menggerakkan kaki, lengan dan tangan secara terkoordinir.
·                     Gerakan Kompleks (Complex Response):
Mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa subketrampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur, seperti dalam membongkar mesin mobil dalam bagian-bagiannya dan memasangnya kembali.
·                     Penyesuaian Pola Gerakan (Adaptation):
Mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan persyaratan khusus yang berlaku. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menunjukkan suatu taraf ketrampilan yang telah mencapai kemahiran, misalnya seorang pemain tenis yang menyesuaikan pola permainannya dengan gaya bermain dari lawannya atau dengan kondisi lapangan
·                     Kreativitas (Creativity):
Mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri. Hanya orang-orang yang berketrampilan tinggi dan berani berpikir kreatif, akan mempu mencapai tingkat kesempurnaan ini, seperti kadang-kadang dapat disaksikan dalam pertunjukan tarian di lapisan es dengan diiringi musik instrumental.

Daftar Pustaka
·                     Dahar, Ratna Wilis, Teori – Teori Belajar, Erlangga, Jakarta, 1989.
·                     W. S. Winkel. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Gramedia
·                     http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
·                     http://teoripembelajaran.blogspot.com/2008/04/teori-belajar-kognitif.html
·                     http://bawana.wordpress.com/2008/04/07/prinsip-pembelajaran-gagne-the-condition-of-learning/











TEORI BELAJAR GAGNE
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang mengembangkan pendekatan perilaku yang eklektik. Teori belajar yang dikembangkannya dapat dikelompokkan menjadi tiga macam konsep belajar yaitu: (1) Hasil Belajar Gagne, (2) Kejadian-kejadian Belajar, dan (3) Kejadian-kejadian Intruksi
A.    Hasil-hasil Belajar Gagne.
Dalam mengajar kita harus merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran itulah yang akan kita jadikan sebagai tolok ukur dari hasil belajar siswa. Gagne memaparkan lima tujuan belajar yang bersifat kognitif, psikomotor, dan afektif. Hasil belajar ini berwujud penampilan-penampilan yang disebut kemampuan-kemampuan (capabilities). Di antaranya bersifat kognitif, yaitu: keterampilan intelektual, strategi-strategi kognitif, dan informasi verbal
1.      Keterampilan Intelektual
Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah diskriminasi-diskriminasi, konsep-konsep konkret, konsep terdefinisi, aturan-aturan, dan aturan-aturan tingkat tinggi
1.1 Diskriminasi-diskriminasi, merupakan suatu konsep kemampuan untuk mengadakan respons-respons yang berbeda terhadap stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik.
1.2 Konsep-konsep konkret, menunjukkan suatu sifat objek atau atribut objek. Dalam hal ini diyakini bahwa penampilan manusia merupakan sebuah konsep yang konkret. Belajar konkret merupakan prasyarat dari belajar abstrak.
1.3 Konsep terdefinisi, mensyaratkan kemampuan mendemonstrasikan arti dari kelas tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan.
1.4 Aturan-aturan, menunjukkan bagaimana penampilan mempunyai semacam "keteratuan" dalam berbagai situasi khusus. Dalam hal ini konsep terdefinisi merupakan merupakan suatu bentuk khusus dari aturan yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek, dan kejadian-kejadian. Dapat pula dikatakan bahwa konsep terdefinisi merupakan suatu aturan pengklasifikasian.
1.5 Aturan-aturan tingkat tinggi, merupakan gabungan dari berbagai aturan-aturan sederhana yang dipergunakan untuk memecahkan masalah. Aturan-aturan yang kompleks atau aturan-aturan tingkat tinggi ditemukan untuk memecahkan suatu masalah praktis atau sekelompok masalah.
2.      Strategi-strategi kognitif
Stategi-strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar mengingat, dan berpikir
2.1 Strategi-strategi menghafal, yaitu siswa melakukan latihan tentang materi yang dipelajari dalam bentuk pengulangan terus-menerus.
2.2 Strategi-strategi elaborasi, yaitu siswa mengasosiakan hal-hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia. Misalnya mempelajari puisi dengan cara memparafrasekan puisi tersebut.
2.3 Strategi-strategi pengaturan, yaitu mempelajari materi dengan menyusun kerangka yang teratur dari materi tersebut.
2.4 Strategi-strategi metakognitif, meliputi kemampuan siswa untuk menentukan tujuan belajar, memperkiran keberhasilan pencapain tujuan itu, dan memilih alternatif untuk mencapai tujuan itu.
2.5 Strategi-strategi afektif, yaitu teknik yang digunakan siswa untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian, mengendalikan kemarahan dan menggunakan waktu secara efektif.
         3. Informasi Verbal
Informasi verbal adalah informasi yang diperoleh dari belajar di sekolah, kata-kata yang diucapkan orang, membaca, radio, televisi, dan media yang lain.
        4. Sikap-sikap
Sikap-sikap yang umum biasanya disebut dengan nilai. Sikap-sikap ini ditujukan pada perilaku-perilaku sosial seperti kata-kata kejujuran, dermawan, dan istilah-istilah lain yang lebih moralitas.
       5. Keterampilan-keterampilan motorik
Keterampilan motorik tidak hanya meliputi kegiatan fisik, tetapi jugakegiatan-kegiatan motorik yang digabungkan dengan kegiatan-kegiatan intelektual, misalnya membaca dan menulis.
  
B.     Kejadian-kejadian Belajar
Kejadian-kejadian belajar merupakan fasa-fasa belajar yang terdiri atas fasa motivasi, pengenalan, pemerolehan, retensi, pemanggilan, generalisasi,penampilan, dan umpan balik.

C.    Kejadian-kejadian Instruksi
Menurut Gagne bukan hanya guru yang dapat memberikan instruksi; kejadian-kejadian instruksi dapat pula diterapkan pada belajar penemuan, belajar di luar kelas atau belajar di dalam kelas. Tetapi kejadian instruksi yang dikemukakan Gagne merupakan kejadian-kejadian instruksi yang terjadi pada guru ketika menyampaiakn pelajaran pada sekelompok siswa. Yang termasuk dalam kejadian-kejadian instruksi tersebut antara lain adalah: (1) mengaktifkan motivasi (activating motivation), (2) memberi tahu tujuan-tujuan belajar, (3) mengarahkan perhatian (directting attention), (4) merangsang ingatan (stimulating recall), (5) menyediakan bimbingan belajar, (6) meningkatkan retensi (enhancing retention), (7) melancarkan transfer belajar, dan (8) mengeluarkan penampilan; memberikan umpan balik
1.      Mengaktifkan motivasi
Kejadian ini merupakan langkah pertama dalam setiap pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan tujuan memberikan motivasi belajar pada siswa.
2.      Memberi tahu tujuan-tujuan belajar
Pada langkah kedua ini guru menyampaikan tujuan belajar agar siswa mengetahui latar belakang penyampaian materi serta mengetahui apa yang akan dipelajari. Tahap ini biasanya dirumuskan dengan tujuan instruksional khusus/tujuan pembelajaran
3.      Mengarahkan perhatian
Gagne mengemukakan du bentuk perhatian yaitu perhatian yang berbentuk stimulus dan perhatian yang berbentuk persepsi selektif.
4.      Merangsang ingatan
Mengingat pelajaran yang telah lampau dengan cara pemberian kode pada informasi yang berasal dari memori jangka pendek. Guru dapat melakukannya dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang merupakan suatu pengulangan.
5.      Menyediakan bimbingan belajar
Bimbingan belajar ini dimaksudkan untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka panjang. Dapat dilakukan dengan mengaitkan informasi baru pada pengalaman siswa.
6.      Meningkatkan retensi
Retensi atau bertahannya materi dapat dilakukan dengan banyak kali pengulangan terhadap materi tersebut.
7.      Membantu transfer belajar
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi baru. Pada transfer belajar diperlukan penguasaan konsep-konsep, fakta-fakta, keterampilan-keterampilan oleh para siswa
8.      Mengeluarkan penampilan dan memberikan umpan balik
Guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar.
Berdasarkan analisis dari kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan agar guru memperhatikan kejadian-kejadian instruksi yang bisa dihubungkan dengan fasa-fasa belajar, serta hierarki belajar.
Teorinya menjelaskan tiga hal, yaitu taksonomi hasil belajar, kondisi belajar khusus, dan 9 peristiwa pembelajaran. Mbah Bloom, mengkategoikan taksonomi hasil belajarnya kedalam tiga ranah, kognitif, psikomotorik dan afektif. Taksonomi ranah kognitif dibuat sendiri oleh Bloom, sementara ranah afektif dibuat bekerjasama dengan Masia dan ranah psikomotorik dibuat bersama Simpson.
Beda dengan Bloom, Mbah Gagne mengkategorikan taksonomi hasil belajar dalam lima komponen, yaitu: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Jadi, tiga ranah dalam taksonomi Bloom tercakup semua disini. Kenapa Gagne mengelompokkannya kedalam lima komponen? Ia mengatakan, hal tersebut dikarenakan atas asumsi bahwa hasil belajar yang berbeda tersebut memerlukan kondisi belajar yang berbeda pula.Artinya begini, untuk membangun strategi kognitif siswa memerlukan kondisi berbeda dengan ketika kita ingin membangun sikap atau keterampilan motorik. Taksonomi yang dibuat oleh Gagne ini adalah taksonomi hasil belajar pertama, sebelum dibenahi oleh Bloom dkk, dan sekarang tahun 1999 lalu telah diperbaiki oleh Crathwol dkk.
Hal kedua dari teorinya Gagne adalah kondisi belajar khusus (specifik learning condition). Ia menekankan bahwa sangatlah penting untuk mengkategorisasikan tujuan pembelajaran sesuai dengan tipe hasil belajar, alias taksonomi seperti dijelaskan di atas. Dengan cara seperti ini guru/tutor/dosen dapat merancang pembelajarannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Ia juga menekankan bahwa untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, harus sangat-sangat memperhatikan kondisi khusus (critical condition) yang harus disiapkan untuk mencapai itu. Misal, jika tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah mengingat sejumlah kosa kata, katakanlah maka kita harus menyiapkan kondisi khusus yaitu berupa petunjuk (cues) atau tips alias trik tertentu, sehingga siswa bisa mengingat dan memahaminya.
Hal ketiga adalah 9 peristiwa pembelajaran, yaitu:
1.      Gaining Attention; yaitu upaya ata cara kita untuk meraih perhatian siswa.
2.      Informing learner of the objectives; memberitahukan siswa tujuan pembelajaran yang akan mereka capai/peroleh;
3.      stimulating recall of prior learning; guru biasa menyebutnya dengan appersepsi, yaitu merangsang siswa untuk mengingat pelajaran terkait sebelumnya dan menghubungkannya dengan apa yang akan dipelajari berikutnya;
4.      Presenting stimulus; setelah itu mulailah dengan menyajikan stimulus;
5.      Providing learning guidance; berikan bimbingan belajar;
6.      Eliciting performance; tingkatkan kinerja;
7.      Providing feed back; alias berikan umpan balik;
8.      Assessing performance; ukur capaian hasil belajar mereka;
9.      Enhancing retention and transfer; tingkatkan capaian hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan untuk dicapai.
3.      Teori Conditioning Of Learning, Robert M. Gagne
Teori ini ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya diamksudkan untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks.
            Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang komulatif (gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. 
Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks.
Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah : mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas atau outcome. Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh pembelajar (peserta didik) dari :
1.      Stimulus dan lingkungan
2.      Proseskognitif
Menurut Gagne belajar dapat dikategorikan sebagai berikut
1) Verbal information (informasi verbal)
2) Intellectual Skill (skil Intelektual)
3) Attitude (perilaku)
4) Cognitive strategi (strategi kognitif)
Belajar informasi verbal merupakan kemampuan yang dinyatakan , seperti membuat label, menyusun fakta-fakta, dan menjelaskan. Kemampuan / unjuk kerja dari hasil belajar, seperti membuat pernyataan, penyusunan frase, atau melaporkan informasi.
            Kemampuan skil intelektual adalah kemampuan pembelajar yang dapat menunjukkan kompetensinya sebagai anggota masyarakat seperti; menganalisa berita-berita. Membuat keseimbangan keuangan, menggunakan bahasa untuk mengungkapkan konsep, menggunakan rumus-rumus matematika. Dengan kata lain ia tahu “ Knowing how”
Attitude (perilaku) merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar (peserta didik) untuk melakukan suatu tindakan. Belajar mealui model ini diperoleh melalui pemodelan atau orang yang ditokohkan, atau orang yang diidolakan.
Strategi kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar si pembelajar mengingat dan berpikir. Cara yang terbaik untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan melatih pembelajar memecahkan masalah, penelitian dan menerapkan teori-teori untuk memecahkan masalah ril dilapangan. Melalui pendidikan formal diharapkan pembelajar menjadi “self learner” dan “independent tinker”.
Dalam paper ini, akan dibahas mengenai teori tentang learning and memory, serta bagaimana learning and memory bermanfaat bagi perkembangan pembelajaran di sekolah. Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan umpan balik.
Menurut garne hasil belajar dimasukkan ke dalm lima kategori. Guru sebaiknya menggunakan kategori ini dalam merencanakan tujuan instruksional dan penilaian. Lima kategori belajar menurut garner sebagai berikut :

Kategori hasil belajar
Tujuan instruksional khusus
       1.      Informasi verbal
Menyatakan tentang perubahan undang undang sementara menjadi undang- undang 45
      2.      Kemahiran intelektual

           2.1.Diskriminasi

          2.2.Konsep konkret


          2.3.Konsep yang didefinisikan

          2.4.Kaidah atau rule

          2.5.Prinsip ( high order rule )
Menunjukkan bagaimana melakukan berikutnya.
Membedakan antara bentuk huruf ” b’s” dan ”d’s’.
Relasi tempat diantara benda- benda seperti ”diatas”, ”dibawah”.

Mengklasifikasi ” kota ” dengan menggunakn definisi.
Mendemonkrasikan air akan membeku pada tempat yang bersuhu 0 C
Menerapkan hukum untuk meramnalkan jatuhnya hujan dengan memberikan situasi tempat dan daerah.

      3.      Peraturan kegiatan kognitif
Memulai rencana kerja untuk mengatur malm kesenian.
      4.      Sikap
Memilih berenang sebagai latihan yang paling dusukai
     5.      Ketrampilan motorik
Mengendarai mobil

1.      Informasi verbal adalh tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang dapt di ungkapkna melalui bhasa lisan maupun tulisan kepada ornag lain.
 2.      Kemahiran intelektual adalah bagaimana seorang berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri.
a.             a. Diskriminasi jamak adalah kemampuan seseoarng dalm membedakan antara objek yang satu dengan    objek yang lainnya.
b.    Konsep yaitu suatuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri- ciri yang sama.
c.  Kaidah (rule) adalah dua konsep atau lebih jika dihubungkan satu sam lain, terbentuk suatu   keteraturan. Misalnnya besi jika dipanskan akan memuai.
d.    Prinsip atau higer order rule yaitu terjadi kombinasi dari beberap kaidah sehingga terbentuk kaidah yang lebih tinggi dan lebih kompleks
3.      Peraturan kegiatan kognitif yaitu kemampuan yang dapt menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif sendiri khususnya bila sedang belajar dan berfikir .
4.      Ketrampilan motorik yaitu sseoarng yang mampu melakukan sesuatu rangkain gerak gerik jasmani dalm urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antar gerak gerik berbagi anggota pada secara terpadu.
5.      Sikap yaitu sikap tertentu dari sseorang terhadap suatu objek.

Daftar Pustaka
Driscoll, MP (1994). Psychology of learning for instruction. Psikologi belajar untuk instruksi. Boston: Allyn and Bacon. Boston: Allyn and Bacon.
Gagne, RM, Briggs, LJ, & Wager, WW (1992). Gagne, RM, Briggs, LJ, & Taruhan, WW (1992). Principles of instructional design. Prinsip-prinsip desain instruksional. Fort Worth: Harcourt Brace Jovanovich.Fort Worth: Harcourt Brace Jovanovich.
(dian mp biologie unsyiah/08)
















Materi 2 : Aspek hasil belajar ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik

RANAH PENGETAHUAN MENURUT BLOOM

Pada tahun 1956 Benyamin Bloom menyampaikan gagasannya berupa taksonomi tujuan pendidikan dengan menyajikannya dalam bentuk hirarki. Tujuan penyajian ke dalam bentuk system klasifikasi hirarki ini dimaksudkan untuk mengkategorisasi hasil perubahan pada diri siswa sebagai hasil buah pembelajaran. Bloom dalam taksonominya, yang selanjutnya disebut Taksonomi Bloom. Bloom dan Krathwohl menggunakan 4 prinsip-prinsip dasar dalam merumuskan taksonomi, antara lain:
1.Prinsip metodologi
Perbedaan yang besar telah merefleksi kepada cara-cara guru dalam mengajar
2.Prinsip psikologis
Taksonomi hendaknya konsisten fenomena kejiwaan yang ada sekarang
3.Prinsip Logis
Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten
4.Prinsip tujuan
Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-nilai.
Taksonomi Bloom merupakan hasil kelompok penilai di Universitas yang terdiri dari B.S Bloom Editor M.D Engelhart, E Frust, W.H. Hill dan D.R Krathwohl, yang kemudian di dukung oleh Ralp W. Tyler. Bloom merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada 3 tingkatan :
1.Kategori tingkah laku yang masih verbal
2.Perluasan kategori menjadi sederetan tujuan
3.Tingkah laku konkrit yang terdiri dari tugas-tugas dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai ujian dan butir-butir soal.
Pada awalnya Bloom mengklasifikan tujuan kognitif dalam enam level, yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (apply), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) dalam satu dimensi, maka Anderson dan Kratwohl merevisinya menjadi dua dimensi, yaitu proses dan isi/jenis. 
Pada dimensi proses, terdiri atas mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), menilai (evaluate), dan berkreasi (create). Sedangkan pada dimensi isinya terdiri atas pengetahuan faktual (factual knowlwdge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge).


Struktur dari original taksonomi Bloom (sebelum di revisi)
a.Ranah Kognitif
Tujuan kognitif atau Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi.yang meliputi 6 tingkatan:
1.Pengetahuan (Knowledge), yang disebut C1
Menekan pada proses mental dalam mengingat dan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah siswa peroleh secara tepat sesuai dengan apa yang telah mereka peroleh sebelumnya. Informasi yang dimaksud berkaitan dengan simbol-simbol matematika, terminologi dan peristilahan, fakta-fakta, keterampilan dan prinsip-prinsip

2.Pemahaman (Comprehension), yang disebut C2
Tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami ide-ide matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan tanpa perlu menghubungkannya dengan ide-ide lain dengan segala implikasinya.

3.Penerapan (Aplication), yang disebut C3 
Kemampuan kognisi yang mengharapkan siswa mampu mendemonstrasikan pemahaman mereka berkenaan dengan sebuah abstraksi  matematika melalui penggunaannya secara tepat ketika mereka diminta untuk itu.

4.Analisis (Analysis), yang disebut C4 
Kemampuan untuk memilah sebuah informasi ke dalam komponen-komponen sedemikan hingga hirarki dan keterkaitan anta ride dalam informasi tersebut menjadi tampak dan jelas.

5.Sintesis (Synthesis) , yang disebut C5
Kemampuan untuk mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk sebuah struktur  yang unik dan system. Dalam matematika, sintesis melibatkan pengkombinasian dan pengorganisasian konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika untuk mengkreasikannya menjadi struktur matematika yang lain dan berbeda dari yang sebelumnya.

Kegiatan membuat penilaian berkenaan dengan nilai sebuah ide, kreasi, cara, atau metode. Evaluasi dapat memandu seseorang untuk mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik, penerapan baru dan cara baru yang unik dalam analisis atau sisntesis. 

Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa, sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya. Bila seseorang memiliki penguasaan kognitif yang tinggi, ciri-ciri belajar efektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Misalnya; perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Ada beberapa kategori dalam ranah afektif sebagai hasil belajar; (a) Receiving/ attending/ menerima/ memperhatikan. (b) Responding/ menanggapi. (c) Valuing/ penilaian. (d) Organization/ Organisasi. (e) Characterization by a value or value complex/ karakteristik nilai atau internalisasi nilai.
Receiving/ attending/ menerima/ memperhatikan adalah semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, control dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. Receiving  juga diartikan sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu  objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka dan mereka mempunyai kemauan menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasi diri dengan nilai itu.
Responding/ menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif atau kemampuan menanggapi, kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. Valuing/ penilaian, menilai atau menghargai artinya memeberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu idak dikerjakan kan memebrikan suatu penyesalan. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena baik atau buruk.
Organization/ Organisasi yakni pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk kedalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain-lain. Characterization by a value or value complex/ karakteristik nilai atau internalisasi nilai adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang  mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam hierarki nilai. 
Bentuk-bentuk aktivitas dalam pembelajaran matematika
1)Menerima: Siswa menanyakan perbandingan perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai.
2)Menanggapi: Siswa mengerjakan soal yang diberikan guru tentang perbandingan senilai.
3)Menilai: Siswa melengkapi jawaban temannya yang di tampilkan di depan kelas.
4)Mengelola: Siswa dapat mengubah bilangan persen ke bentuk decimal.
5)Menghayati:  Siswa melengkapi catatan matematikanya serta membuat tugas yang diberikan guru.
c.Ranah Psikomotor
Ranah Psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skiil) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Adapun kategori dalam ranah psikomotor; (a) Peniruan, (b) Manipulasi, (c) Pengalamiahan, (d) Artikulasi. 
Struktur dari taksonomi Bloom (setelah di revisi)
A.Struktur dari dimensi proses kognitif.
1.Mengingat 
Dapat mengingat kembali pengetahuan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama
2.Mengerti
Membangun makna dari pesan-pesan instruksional, termasuk lisan, tulisan, 
 dan grafik komunikasi, termasuk di dalamnya:
a.Interpreting (menerjemahkan) 
b.Exemplifying (Mencontohkan) 
c.Classifying ( Mengklasifikasikan) 
d.Summarizing (Meringkas)
e.Inferring (Menyimpulkan)
f.Comparing Membandingkan) 
g.Explaining (Menjelaskan) 
3.Menerapkan
Melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam suatu situasi tertentu
4.Menganalisis
Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian yang satu dengan yang lainnya.
5.Mengevaluasi
Kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi, nilai atau ide atau mampu melakukan penilaian berdasarkan kriteria dan standar
6.Berkreasi
Kemampuan menyusun unsur-unsur untuk membentuk suatu keseluruhan koheren atau fungsional, mereorganisasi unsur ke dalam pola atau struktur baru, termasuk didalamnya:
a.Generating (hipotesa) 
b.Planning (Perencanaan)
c.Producing ( Penghasil)
Kata Operasional dari dimensi proses taksonomi Bloom
•  Mengingat - Mengenali, daftar, menjelaskan, mengidentifikasi, mengambil, penamaan, mencari, menemukan 
•  Memahami - meringkas, menyimpulkan, parafrase, mengklasifikasi, membandingkan, menjelaskan, mencontohkan 
•  Menerapkan - Menerapkan, melaksanakan, menggunakan, melaksanakan 
•  Menganalisis - Membandingkan, mengorganisir, dekonstruksi, menghubungkan, menguraikan, menemukan, penataan, mengintegrasikan 
•  Mengevaluasi - Memeriksa, hypothesising, mengkritisi, percobaan, penilaian, pengujian, Mendeteksi, Monitoring 
•  Menciptakan - merancang, membangun, perencanaan, menghasilkan, menciptakan, merancang, membuat

Jika isi adalah subjek-materi yang spesifik maka akan memerlukan banyak taksonomi karena ada materi (misalnya, satu untuk ilmu pengetahuan, satu untuk sejarah, dll). Kemudian, jika isi dianggap  ada di luar siswa, maka timbul permasalahan bagaimana untuk mendapatkan isi dalam siswa. Ketika isi di dalam siswa, itu menjadi pengetahuan yang dimiliki oleh siswa. Transformasi ini pengetahuan diperoleh melalui proses-proses kognitif yang digunakan oleh siswa. Sehingga dibedakan atas 4 jenis pengetahuan
1.Pengetahuan faktual (Factual Knowledge) 
Yaitu elemen dasar dimana siswa harus tahu akan berkenalan dengan disiplin atau memecahkan masalah di dalamnya. Termasuk di dalamnya pengetahuan terminologi dan pengetahuan tentang rincian spesifik dan unsur.
2.Pengetahuan konseptual (Conceptual Knowledge) 
Yaitu hubungan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar yang memungkinkan mereka untuk berfungsi bersama-sama. Diantaranya: Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan generalisasi, Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur. 
3.Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge) 
Yaitu bagaimana melakukan sesuatu atau penyelidikan, dan kriteria untuk menggunakan keterampilan, teknik, dan metode. 
Diantaranya: Pengetahuan tentang subyek-keterampilan khusus, pengetahuan subjek-teknik khusus dan metode, pengetahuan kriteria untuk menentukan ketika untuk menggunakan prosedur yang tepat.
4.Pengetahuan metakognitif (Metacognitive Knowledge) 
Yaitu pengetahuan kognisi secara umum serta kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi sendiri. Diantaranya: Pengetahuan strategis, pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk sesuai kontekstual dan kondisi  pengetahuan, Pengetahuan diri 

Teori Pembelajaran Gagne
18.49
Robert Gagne adalah seorang ahli psikologi pendidikan dengan teorinya yang terkenal yaitu Condition of Learning. Teorinya menjelaskan tiga hal, yaitu taksonomi hasil belajar, kondisi belajar khusus, dan 9 peristiwa pembelajaran.

1.) Gagne mengkategorikan taksonomi hasil belajar dalam lima komponen, yaitu: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Jadi, tiga ranah dalam taksonomi Bloom tercakup semua disini. Kenapa Gagne mengelompokkannya kedalam lima komponen? Ia mengatakan, hal tersebut dikarenakan atas asumsi bahwa hasil belajar yang berbeda tersebut memerlukan kondisi belajar yang berbeda pula.Artinya begini, untuk membangun strategi kognitif siswa memerlukan kondisi berbeda dengan ketika kita ingin membangun sikap atau keterampilan motorik. Taksonomi yang dibuat oleh Gagne ini adalah taksonomi hasil belajar pertama, sebelum dibenahi oleh Bloom dkk, dan sekarang tahun 1999 lalu telah diperbaiki oleh Crathwol dkk.

2.) Hal kedua dari teorinya Gagne adalah kondisi belajar khusus (specifik learning condition). Ia menekankan bahwa sangatlah penting untuk mengkategorisasikan tujuan pembelajaran sesuai dengan tipe hasil belajar, alias taksonomi seperti dijelaskan di atas. Dengan cara seperti ini guru/tutor/dosen dapat merancang pembelajarannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Ia juga menekankan bahwa untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, harus sangat-sangat memperhatikan kondisi khusus (critical condition) yang harus disiapkan untuk mencapai itu. Misal, jika tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah mengingat sejumlah kosa kata, katakanlah maka kita harus menyiapkan kondisi khusus yaitu berupa petunjuk (cues) atau tips alias trik tertentu, sehingga siswa bisa mengingat dan memahaminya.

3.) Hal ketiga adalah 9 peristiwa pembelajaran, yaitu:
a.) Gaining Attention; yaitu upaya ata cara kita untuk meraih perhatian siswa.
b.) Informing learner of the objectives; memberitahukan siswa tujuan pembelajaran yang akan mereka capai/peroleh;
c.) Stimulating recall of prior learning; guru biasa menyebutnya dengan appersepsi, yaitu merangsang siswa untuk mengingat pelajaran terkait sebelumnya dan menghubungkannya dengan apa yang akan dipelajari berikutnya;
d.) Presenting stimulus; setelah itu mulailah dengan menyajikan stimulus;
e.) Providing learning guidance; berikan bimbingan belajar;
f.) Eliciting performance; tingkatkan kinerja;
g.) Providing feed back; alias berikan umpan balik;
h.) Assessing performance; ukur capaian hasil belajar mereka;
i.) Enhancing retention and transfer; tingkatkan capaian hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan untuk dicapai.

Robert M. Gagne

Gagne’s Theory of Instruction
Ketika banyak terdapat teori-teori pembelajaran yang mengarah pada teori behaviorisme, maka terjadi pembatasan ruang lingkup. Dibutuhkan juga teori yang menyediakan metode dan kondisi belajar tertentu untuk suatu tujuan belajar tertentu. Hal yang terutama berkaitan dengan bagaimana cara peserta didik dapat memperoleh informasi sebagai sebuah pengetahuan. Walaupun ada banyak teori dan usaha, namun tidak mudah bagi pendidik untuk memunculkan keterampilan dan pengetahuan bagi para peserta didik, yang tidak mudah diamati.
Pada 1985, lahir Teori Gagne, yang menjelaskan tentang kondisi belajar. Dengan asal teori behavioris, teori Gagne menyatukan perspektif memprosesan informasi kognitif mengenai pembelajaran dan hal-hal empiris berdasar tindakan guru dan murid di dalam kelas. Teori Gagne juga merupakan kerangka dasar untuk desain terkemuka teori pembelajaran.
INSTRUCTIONAL PSYCHOLOGY, INSTRUCTIONAL THEORIES, INSTRUCTIONAL MODEL
Instructional Psychologist memusatkan perhatian pada cara bagaimana meningkatkan sistem belajar. Bagaimanapun juga, hal ini bergantung pada temuan riset psikologi dan pembelajaran untuk memecahkan masalah pembelajaran dan membuat keputusan tentang praktek instruksional. Ketika para instruksional psikologis menemukan instruksi dan prinsip-prinsip teori belajar, kemudian mengembangkan prinsip-prinsip tersebut dalam studi empiris, yang disebut teori instruksional. Oleh karena itu, tujuan dari teori instruksional adalah membuat ketentuan-ketentuan, yang menyediakan prinsip-prinsip untuk para pengajar dan para instruktor yang meyakinkan masalah belajar.
Metode yang efektif mungkin bisa dibantu dengan melakukan demonstrasi langsung, yang bisa diikuti latihan praktis kepada para siswa didik untuk memecahkan masalah. Namun, bagaimanapun juga, ada beberapa efek yang timbul dari berbagai dimensi. Latihan langsung mungkin terhambat oleh buku bacaan, catatan kerja yang mungkin menggangu oleh para pengajar, ataupun permasalahan yang timbul ketika proses pembuatan portofolio.
Panduan-panduan yang diberikan kepada para pengajar, disebut Instructional Model, yang berisikan langkah-langkah spesifik untuk menciptakan hasil-hasil belajar.
ROBERT M. GAGNE AND THE CONDITION OF LEARNING
Robert M. Gagne menerbitkan edisi pertama dari “The Condition of Learning” pada tahun 1965, dan edisi keempat pada tahun 1985. Pada saat itu, teori berkembang secara signifikan untuk berbagai perilaku, yang menunjukkan pengaruh kognitif yang dominan. Sebagaimana perkembangannya, Teori Gagne tergabung dalam tiga komponen besar : sebuah taksonomi hasil pembelajaran, hirarki konsep pembelajaran, dan konsep yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran dan kondisi belajar.
A Taxonomy of Learning Outcomes
Antara psikolog kognitif dan neuroscientist, memberikan pengertian yang berbeda antara pengetahuan deklaratif dan prosedural. Pengetahuan deklaratif berarti pada pengetahuan yang faktual, dan pengetahuan prosedural mengarah pada kemampuan kognitif. Pada psikolog kognitif senantiasa menyelidiki pengetahuan kondisional, dan pengetahuan metakognitif yang selalu menyediakan bahwa para pelajar dapat dapat menentukan kapan dan bagaimana mengaplikasikan pengetahuan yang prosedural atau yang deklaratif.
Menceritakan dan menulis sesuatu merupakan perilaku dari jenis pengetahuan yang lain. Misalnya, untuk menulis apa pun, seorang pelajar harus mampu membentuk huruf yang sesuai dengan perangkat menulis. Jenis kinerja ini secara fundamental berbeda dari pengetahuan deklaratif, prosedural, atau kondisional, bahwa hal tersebut melibatkan penggunaan dan pergerakan otot. Secara umum, hal demikian disebut dengan kemampuan motoris, yang harus melibatkan komponen fisik. Walaupun terkadang tidak digunakan secara terus menerus, individu tidak akan melupakan bagaimana cara-cara melakukan tindakan-tindakan kemampuan motoris tersebut.
Sebagai tambahan kemampuan motoris dan kognitif, individu juga menampilkan kemampuan afektif. Adanya perasaan internal dari dalam individu yang mempengaruhi tindakan lain, inilah yang disebut dengan kemampuan afektif tersebut.
Menurut Gagne, ada 5 kategori besar mengenai hasil belajar : (1) informasi verbal, (2) kemampuan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) kemampuan motoris.
Verbal Information ( Informasi Verbal )
Adalah penjelasan Gagne dari domain kognitif mengenai pengetahuan deklaratif. Merupakan bagian dari pengetahuan umum yang dibutuhkan para pelajar, bahkan ketika sedang berada di sekolah formal, di buku, di televisi, dan lain sebagainya. Proses pemecahan masalah tidak hanya sekedar kemampuan verbal, tetapi juga dipengaruhi kemampuan anak didik dalam menerapkan informasi yang relevan untuk memcahkan masalh itu sendiri.
Kemampuan verbal yang dimaksudkan oleh Gagne, dapat juga dikatakan sebagai penggabungan dari dua level pertama dari taksonomi yang dicetuskan oleh Bloom, yakni mengenai Pengetahuan dan Pemahaman. Terkadang anak didik melakukan proses memori (mengingat) tanpa mengetahui arti sebenarnya. Walaupun mereka mungkin dapat menceritakan kembali apa yang telah mereka baca, tapi mereka terkadang tidak dapat menyampaikannya dengan bahasa mereka sendiri. Dengan kata lain, ketika pada peserta didik melakukan proses pemahaman, dapat dilakukan dengan mengingat kata demi kata, ataupun dengan mengingat informasi apa yang hendak disampaikan kembali. Dengan demikian, informasi tidak lagi terbatas hanya pada ingatan tetapi berhubungan dengan konteks yang lebih luas dan ide-ide yang berhubungan. Dengan demikian, bahwa proses pemahaman jauh lebih baik dalam proses belajar ketimbang hanya melakukan proses mengingat.
Intellectual Skills (Kemampuan Intelektual)
Kemampuan intelektual ini berhubungan dengan yang dimaksud dengan pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan terbagi atas 5 subkategori, yakni : discrimination, concrete concepts, defined concepts, rules, and higher order rules. Gagne membagi kemampuan intelektual menjadi lima bagian, dipengaruhi pertumbuhan proses kerjanya dengan Hierarki Belajar, yakni adanya komponen-komponen pengetahuan yang harus dipelajari sebelum kemampuan yang utama, dimana kemampuan-kemampuan tersebut dapat dipelajari secara terpisah (Gagne, 1985). Hierarki itu sendiri berasal dari hasil analisis pada keterampilan terminal dengan sebuah prasyarat jangka waktu. Sebuah prasyarat membedakan sesuatu hal dengan hal lain secara konkrit, dapat menjadi landasan untuk proses identifikasi selanjutnya, yang kemudian mengarahkan peserta didik pada kemampuan akhir yang dibutuhkan. Contohnya adalah, anak didik terlebih dahulu untuk membedakan suatu bentuk yang merupakan segitiga dari antara tumpukan yang berisi juga bentuk persegi. Setelah dapat membedakan, maka kemudian anak disuruh mengidentifikasikan bentuk segitiga, dan sifat-sifatnya. Setelah itu, hasil akhir yang ingin dicapai adalah kemampuan anak mengidentifikasikan kembali contoh-contoh yang benar dari bentuk segitiga.
Perbedaan yang ada biasa disebut dengan prenominal, artinya, bahwa seseorang dapat mengatakan hal yang berbeda walaupun dia tidak melihatnya, tetapi hanya merasakan. Anak kecil dapat membedakan sentuhan yang lembut dan kasar, walaupun dia tidak dapat menyebutkan bagian yang mana yang lembut, ataupun yang kasar. Setelah proses “membedakan hal” dilakukan, kemudian proses belajar dapat dilanjutkan.
Beberapa konsep mungkin tidak dapat dijelaskan secara poin-poin umum, tetapi dapat diartikan melalui defenisinya. Gagne menyebutnya dengan deffenisi konsep, dan menyatakan bahwa para pelajar harus mengetahui berbagai defenisi-defenisi konsep, sebagai dasar atas proses pengklasifikasian. Terkadang defenisi konsep dinyatakan sebagai bagian tersederhana atas sebuah aturan,yang kemudian dibuat menjadi simbol-simbol untuk ditampilkan dan untuk digunakan oleh lingkungan dengan cara yang umum. Akhirnya, tingkatan tertinggi, dari aturan-aturan yang kompleks terbentuk dari kombinasi-kombinasi aturan yang sederhana, digunakan untuk memecahkan berbagai masalah yang kompleks juga.
Kemampuan intelektual yang ditunjukkan oleh Gagne, harus diaplikasikan untuk melihat urutan-urutan tingkah laku mulai dari pengenalan konsep dan aturan, penggunaan analisis, sintesis, proses evaluasi secara keseluruhan, bahkan hingga proses pemecahan masalah. Untuk menentukan proses mana yang lebih efektif dalam pemecahan suatu masalah, terlbih dahulu dilakukan proses analisa, melakukan proses generalisasi terhadap subproblem atau mengambil catatan penting masalah tersebut. Mengaplikasikan kombinasi dari beberapa rule (aturan), dapat memecahkan masalah secara sintesis.

Cognitive Strategies (Strategi Kognitif)
Kemampuan kognitif ini biasa diartikan dengan cara-cara yang digunakan oleh peserta didik untuk memandu pelajaran mereka, cara mereka berpikir, bertindak, ataupun merasakan sesuatu. Gagne menyatakan bahwa strategi kognitif menampilkan fungsi eksekutif atas sebuah kontrol dalam memproses informasi, dan hal itulah yang disebut juga dengan Pengetahuan kondisional. Sebagai contoh, peserta didik menggunakan strategi kognitif tersebut untuk mengatur tingkat atensi mereka, membantu dalam proses pengkodean informasi baru, dan berusaha meningkatkean kemampuan untuk mengingat informasi ketika berada dalam keadaan terdesak, seperti saat ujian.
Menciptakan strategi kognitif yang efektif dan unik, adalah bagian dari suatu oembelajaran mengenai cara belajar, dan cara belajar secara independen. Namun, strategi kognitif yang banyak digunakan tidak dijelaskan secara langsung pada bagian ini. Aspek lain dari proses belajar adalah berpikir secara mandiri, kreatif, dan mampu menciptakan strategi kognitif yang efektif dan jela