Kamis, 28 Februari 2013

DASAR PRINSIP DAN PENDEKATAN BIMBINGAN DAN KONSELING



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norama yang berlaku (SK Mendikbud No.025/D/1995).
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif san sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif, perkembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaaat individu dalam lingkungan. Semaua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat an produktif.
Dengan demikaian bab ini di sajikan kepada pembaca. Di dalam  bab ini akan di bahas tentang dasar, prinsip dan pendekatan bimbingan dan konseling.

B.     Rumusan maslah
1.      Pendekatan apa yang harus dilakukan konselor terhadap kliennya guna menyelesaikan masalah klien tersebut?
2.      Metode apa yang bisa dilakukan seorang konselor dalam menangani kasus kliennya?
3.      Karakteristik yang seperti apa yang harus dimiliki seorang konselor?

C.    Tujuan
Agar kita mengetahui proses bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh seorang konselor dalam mengahadapi masalah kliennya, dengan pendekatan-pendekatan baik dan tepat.

BAB II
PEMBAHASAN
DASAR PRINSIP DAN PENDEKATAN BIMBINGAN DAN KONSELING


A.    ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
Menurut Ferdy Pantar  ( 2009 ) dalam blognya, penyelenggaran layanan dan kegiataan pendukung bimbingan dan konseling, selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, juga harus memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan / kegiatan, sedangkan pengingkarannya dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan / kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri.
Betapa pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas ini dijalankan dengan tidak baik, penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan berjalan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali.
Pelayanann bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional, oleh sebab itu, harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kadah atau asas-asas tertentu. Dengan mengikuti kaidah-kaidah asas-asas tersebut diharapkan efektivitas dan efisiensi proses bimbingan dan konseling dapat tercapai.
Slameto (1986)  membagi asaas-asas  bimbingan Dan konseling menjadi dua bagian, yaitu (1) asas-asas bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan individu (siswa) dan (2) asas-asas bimbingan dan konseling yang berhubungan denagn praktik atau pekerjaan bimbingan.
1.      Asas­-asas bimbingan yang berhubungan dengan siswa
a.       Tiap-tiap siswa mempunyai kebutuhan
Tiap-tiap siswa sebagai individu mempunyai kebutuhan yang berbeda baik jasmaniah (fisik) maupun rohaniah (psikis).
b.      Ada perbedaan diantara siswa (asas perbedaan siswa)
Dalam teori individualitas ditegaskan bahwa tiap-tiap individu berbeda. Demikaian halnya siswa sebagai individu jelas mempunyai perbedaan.
c.       Tiap-tiap individu (siswa) ingin menjadi dirinya sendiri
Relevan dengan asas perbedaan individu diatas, tiap-tiap individu ingin menjadi dirinya sendiri sesuai dengan ciri-ciri atau karakteristik pribadinya masing-masing.
d.      Tiap-tiap individu (siswa) mempunyai dorongan untuk menjadi matang
Dalam tiap-tiap tahapan perkembangannya, setiap siswa mempunyai dorongan yang kuat untuk menjadi matang,produktif,dan berdiri sendiri (mandiri).
e.       Tiap-tiap siswa mempunyai masalah dan mempunyai dorongan untuk menyelesaikannya
Tidak ada individu (siswa) yang tidak memiliki masalah. Mungkin tidak ada pula individu tidak ingin masalahnya terselesaikan. Apalagi individu (siswa) yang sedang dalam proses perkembangannya, pasti memiliki masalah.
2.      Asas yang berhubugan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan
Menurut Arifin dan Ety Kartkawati (1995) dan Prayitno dan Erman Amti (1999) asas yang berkenaan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan dan konseling adalah:
a.         Asas kerahasiaan
Asas yang menentukan dirahasiakannya segenap data dan keterangan siswa ( klien ) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini,guru pembimbing ( konselor ) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaannya benar-benar terjamin.
b.   Asas kesukarelaan
Asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan siswa ( klien ) mengikuti / menjalani layanan / kegiatan yang diperuntukan baginya. Guru pembimbing ( konselor ) berkewajiban membina dan menggembangkan kesukarelaan seperti itu.
c.    Asas keterbukaan
Asas yang menghendaki agar siswa ( klien ) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing ( konselor ) berkewajiban mengembangkan keterbukaan siswa ( klien ). Agar siswa ( klien ) mau terbuka, guru pembimbing ( konselor ) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan kesukarelaan.
d.   Asas kegiatan
Asas yang menghendaki agar siswa ( klien ) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan / kegiatan bimbingan. Guru pembimbing ( konselor) harus mendorong dan memotivasi siswa untuk aktif dalam setiap layanan / kegiatan yang diberikan kepadanya.
e.       Asas kemandirian
Asas yang menunjukan pada tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu siswa ( klien ) sebagai sasaran layanan / kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri. Guru pembimbing ( konselor ) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian siswa.
f.       Asas kekinian
Asas yang menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling, yakni permasalah yang dihadapi siswa / klien adalah dalam kondisi sekarang. Adapun kondisi masa lampau dan masa depan dilihat keterkaitan dengan apa yang ada dan perbuat siswa ( klien ) pada saat sekarang.
g.      Asas kedinamisan
Asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap layanan ( siswa/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak menoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai kebutuhan dan tahap perkembangan nya dari waktu ke waktu.
h.      Asas keterpaduan
Asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, seling menunjang, harmonis, dan terpadu. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
i.        Asas kenormatifan / Asas keharmonisan
Asas yang menghendaki agar seluruh layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Bahkan, lebih jauh lagi, layanan / kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan siswa ( klien ) dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma tersebut.
j.        Asas keahlian
Asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakaan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksanan layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya merupakan tenaga yang benar-benar ahli dalam hal bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing ( konselor ) harus terwujud, baik dalam pnyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
k.      Asas alih tangan kasus
Asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan siswa ( klien ) dapat mengalihtangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing ( konselor ) dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing ( konselor ), dapat mengalihtangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
l.        Asas Tut Wuri Handayani
Asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi ( memberikan rasa aman ), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa ( klien ) untuk maju.
Kedua belas asas bimbingan dan konseling tersebut pada dasarnya menegaskan bahwa para konselor merupakan para ahli yang memiliki kemampuan untuk membimbing kliennya, baik secara ikhlas maupun profesional sehingga mereka mampu meningkatkan taraf kehidupannya yang lebih baik, terutama berkaitan dengan persoalan mentalitas klien, baik dalam mnghadapi lingkungannya maupun orang-orang yang ada di sekelilingnya.

B. PRINSIP-PRINSIP BIMGBINGAN DAN KONSELING
1. Pengertian prinsip-prinsip bimbingan dan konseling
Prinsip berasal dari kata “prinsipra” yang artinya permulaan dengan cara tertentu yang melahirkan hal-hal lain, yang keberadaannya bergantung  pada pemula itu. Prinsip bimbingan dan konseling menguraikan pokok-pokok dasar pemikiran yang  dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanaan bimbingan dan dapat juga dijadikan sebagai perngkat landasan praktis atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanann program pelayanan bimbinngan dan konseling di sekolah.
Prayitno mengatakan,” prinsip merupakan hasil kajian teoritis dan telah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanan sesuatu yang dilaksanakan”. Berkenaan dengan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, Arifin dan Ertikawati (1994) menjabarkan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling  kedalam empat bagian, yaitu:
a.       Prinsi-prinsip umum
b.      Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu
c.       Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan pembingbing, dan
d.      Prinsinp-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi bimbingan dan konseling.

1)      Prinsip-Prinsip Umum
a)      Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbingnya .
b)      Bimbingan diarahkan kepada memberikan bantuan agar individu yang dibimbing mampu mengarahkan dirinya dan mengadapi kesulitan-kesulitan -kesulitan yang dihadapinya.
c)      Pemberian bantuan disesuaikan dengan kebutuhan indvidu (siswa) yang dibimbing. Antara individu yang satu dengan yang lainnya berbeda. Demikian juga dengan kebutuhannya, oleh sebab itu, pembingbing harus memahami perbedaan kebutuhan tersebut agar bisa memberikan bantuan (bimbingan) sesuai kebutuhan individu.
d)     Bimbingan berkenaan dengan sikap dan tingkah laku individu. Bimbingan dan konseling diberikan kepada individu dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku  individu kearah yang lebih baik.
e)      Pelaksanaan bimbingan dan konseling dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan individu yang dibimbing.
f)       Upaya pemberian bantuan (pelayanan bimmbingan dan konseling )  harus dilakukan secara fleksibel (tidak kaku). Artinya harus bisa menyesuaikan dengan kondisi.
g)      Program bimbingan dan konseling harus dirumuskan sesuai dengan program pendidikan pembelajaran di sekolah atau madrasah yang bersangkutan.
h)      Implementasi program bimbingan dan konseling harus dipimpin  oleh orang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan konseling dan pelaksananya harus bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait seperti dokter, psikiater, dan lain-lain.
i)        Untuk mengetahiui hasil-hasil yang diperoleh dari upaya pelayanaan bimbingan dan konseling, harus diadakan penilaian atau evaluasi secara teratur  dan berkesinambungan.

2)      Prinsip-perinsip khusus yang berhubungan dengan individu (siswa)
a)      Pelayanan bimbingan dan konseling harus diberikan kepada semua siswa. Artinya semua siswa baik yang memilki masalah sederhana hingga yang kompleks perlu dibantu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
b)      Harus ada kriteria untuk mengatur prioritas pelayanan bimbingan dan konseling kepada individu atau siswa.
c)      Program pemberian bimbingan dan konseling harus berpusat pada siswa.
d)     Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu (siswa) yang bersangkutan beragam dan luas.
e)      Keputusan akhir dalam proses bimbingan dan konseling dibentuk oleh individu atau siswa  itu sendiri.
f)       Individu atau siswa yang telah memperoleh bimbingan, harus secara berangsur-angsur dapat menolong dirinya sendiri.
3)      Prinsip khusus yang berhubungan dengan pembimbing
a)      Pembimbing atau konselor harus melakukan tugas sesuai  dengan kemampuannya masing-masing.
b)      Pembimbing atau konselor disekolah atau madrasah dipilih atas dasar kualifikasi kepribadian, pendidikan, pengalaman, dan kemampuannya.
c)      Sebagai tuntunan profesi, pembimbing atau konselor  harus senantiasa berusaha mengembangkan diri dan keahliannya melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan, penataran, work shop, dan sebagainya.
d)     Pembimbing atau konselor hendaknya selalu mempergunakan berbagai imformasi yang tersedia  tentang individu atau siswa yang dibimbing beserta lingkungannya sebagai bahan untuk membantu individu yang bersangkutan kearah penyesuaian diri yang lebih baik.
e)      Pembimbing atau konselor harus menghormati dan menjaga kerahasiaan imformasi tentang individu atau siswa yang dibimbingnya..
f)       Pembimbing atau konselor dalam melaksanakan tugas-tugasnya hendaknya mempergunakan berbagai metode dan teknik.
4)      Prinsip yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi (manajemen) pelayanan bimbingan dan konseling
a)      Bimbingan dan konseling harus dilaksanakan secara sistemmatis dan berkelanjutan.
b)      Pelaksanaan bimbingan dan konseling harus ada di  kartu pribadi (cumulative record) bagi setiap siswa.
c)      Program pelayanan bimbingan dan konseling harus disusun sesuai dengan kebutuhan sekolah atau madrsah.
d)     Harus ada pembagian waktu antar pembingbing, sehingga masing-masing pembingbing mendapat kesempatan yang sama dalam meamberikan bimbingaan dan konseling.
e)      Bimbingan dan konseling dilaksanakan dalam situasi individu atau kelompok  sesuai dengan masalah yang dipecahkan dan metode yang dipergunakan dalam memecahkan masalah terkait.
f)       Dalam penyelenggaran pelayanan bimbingan dan konseling, sekolah dan madarasah harus bekerja sama dengan berbagai pihak.
g)      Kepala sekolah merupakan penanggung jawab utama dalam penyelenggaran bimbingan dan konseling dan sekolah.

C.    KODE ETIK BIMBINGAN
Kode etik merupakan etika profesi yang harus dipegang kuat oleh setiap konselor. Kode etik juga merupakan moralitas para konselor dalam menjalakan profesinya.
Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajran dalam kontek adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi,melainkan layanan ahli dalam kontek memandirikan peserta didik (Naskah Akademik ABKIN, penataan pendidikan profesional konselor dan penyelenggaran bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal,2007)
1.      Tanggung jawab dan kualifikasi konselor
Tanggug jawab konselor adalah untuk menstimulus diskusi dan sesekali menyimpulkan apa yang telah dibicarakan dan memberikan pengarahan supaya pembicaraan tidak melangkah jauh dari topik.
Kualifikasi pembimbing atau konselor  hendaknya:
a)      Memiliki nilai,sikap, keterampilan,pengetahaun, dan  wawasan dalam bidang profesi bimbingan dan konseling yang harus dimililki konselor adalah:
1)      konseor wajib terus- menerus berusaha mengebangkan dan menguasi dirinya.
2)      konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati,sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat.
3)      Konselor wajib memilki rasa tanggung jawab terhadap sasaran atau pun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan seprofesi yang berhubungan dengan pelaksanaan ketentuan tingkah laku profesi.
4)      Konselor wajib mengusahakan mutu kerja yang tinggi dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi termasuk material,finnsial, dan popularitas.
5)      Konselor wajib terampil dalan menggunakan teknik dan prosedur khusus dengan wawasan luas dan kaidah-kaidah ilmiah.
b)      Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewewenangan sebagai konseloar, adalah:
1)      Penagkuan keahlian;
2)      Kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya.
2.      Kompetensi Kepribadian Sebagai Individu,Sosisl,Budaya, dan Religi
Setiap konselor sekolah selalu mengacu pada standar kompetensi konselor Indonesia (SKKI) dalam memberikan berbagai layanan bimbingan dan konseling. Karena pada dasarnya, pelayanan bimbingan dan konseling adalah mengembangkan kompetensi siswa dan konselor itu sendiri. Pengembangan kompetensi konselor niscaya menjadi indikataor kinerja konselor sekaolah yang bisa diakses oleh pihak-pihak lain di sekolah.
Brojonegaoro (2005) misalnya mengutip SK Mendiknas 045/U/2002, mengartiakan kompetensi sebagai perangakat tindakan cerdas, penuh tanggung  jawab yang dimilki seseoarang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksnakan tugas di bidang tertentu.
Kompetensi kepribadian adalah kepribadian yang mantap, stabil, dewasa arif, dan wibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan akhlak mulia.

D.    PENDEKATAN-PENDEKATAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Adapun bimbingan individual atau konseling meliputi kegiatan tatap muka antara konselor dan klien dalam rangka mengatasi masalah klien melalui hubungan yang mendalam dan berorientasi pada pemecahan masalah.
Dalam membina hubungan dengan klien, konselor dapat menggunakan salah satu diantara pendekatan utama dalam konseling.
1.      Pendekatan yang berpusat pada konselor. dalam pendekatan ini, konselor lebih banyak aktif daripada klien. Konselor bertindak sebagai pengarah bagi klien.
2.      Pendekatan yang berpusat pada klien. Dalam pendekatan ini, klien lebih banyak aktif, dan konselor berperan sebagai fasilitator (yang mempermudah proses konseling) dan reflektor (cermin) bagi klien.
3.      Pendekatan eklektik (campuran). Konselor mengombinasikan pendekatan pertama dan kedua bergantung pada situasi konseling yang sedang berlangsung.
Pendekatan yang akan digunakan oleh konselor sangat bergantung pada beberapa faktor berikut:
1.      Sifat klien, ada klien yang terbuka dan tertutup. Klien yang terbuka biasanya dengan mudah mengungkapkan perasaan-perasaan dan isi hatinya. Klien demikian tepat untuk didekatai dengan pendekatan pertama. Adapun klien yang tertutup, menuntut konselor untuk banyak aktif untuk mengundang klien agar mengungkapkan dirinya. Karena itu, pendekatan kedua lebih tepat digunakan.
2.      Derajat keeratan hubungan antara konselor dan klien. Pada tahap awal konseling, klien biasanya lebih banyak diam karena masih merasa canggung. Pada tahap ini, konselor dituntut untuk lebih banyak aktif. Pada pertemuan selanjutnya, ketika situasi “rapport” (klien maupun konselor merasa bebas dan komunikasi menjadi enak) telah tercipta, klien biasanya lebih terbuka.  Pada tahap ini, klien dan konselor sama-sama aktif. Memang dalam kenyataannya, pendekatan ketika lebih banyak dipakai karena sifat klien yang tidak selalu tetap.
3.      Sifat konselor, ada yang senang berbicara dan ada yang pendiam. Meskipun faktor ini memengaruhi pendekatan konseling yang dipilih konselor, sesungguhnya konselorlah yang menyesuaikan diri dengan sifat klien, bukan sebaliknya.


1.       

DAFTAR PUSTAKA

Ƙ  Himawati , Fenti. 2010.Bimbingan konseling.jakarta:PT. Raja Grafindo Persada
Ƙ  Tohirin.2007. Bimbingan dan Konseling di sekolah dan madrasah berbasis integrasi. Jakarata:PT. Raja Grafindo Persada
Ƙ  Salahudin, Anas.2010.Bimbingan Konseling. Bandung: CV. Pustaka Setia

TEKNIK-TEKNIK BIMBINGAN KONSELING

1. PENDAHULUAN
Kehadiran layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang cukup panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu, bersamaan dengan munculnya kebutuhan akan penjurusan di.SMA pada saat itu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian nama, dalam kurikulum 1975 sampai kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan , kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. sampai dengan sekarang. Akhir-akhir ini ada sebagaian para ahli meluncurkan sebutan Profesi Konselor, meski secara formal istilah ini belum digunakan. Bersamaan dengan perubahan nama tersebut, didalamnya terkandung berbagai usaha perubahan untuk memantapkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi. Kendati demikian harus diakui bahwa untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi yang dapat memberikan manfaat banyak, hingga saat ini tampaknya masih perlu kerja keras dari semua pihak yang terlibat dengan profesi konselor.
Dalam tataran teoritis, teori-teori bimbingan dan konseling hingga saat ini boleh dikatakan sudah berkembang cukup mantap, dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya dan bahkan relatif mendahului teori-teori yang dikembangkan dalam pembelajaran untuk mata pelajaran – mata pelajaran di sekolah. Perkembangan teori bimbingan dan konseling terutama dihasilkan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi bimbingan dan konseling, baik yang bersumber dari penelitian maupun hasil pemikiran kritis para ahli. Di sisi lain, teori-teori bimbingan dan konseling yang dihasilkan melalui penelitian oleh para praktisi di sekolah-sekolah tampaknya belum berkembang sepenuhnya sehingga kurang memberikan kontribusi bagi perkembangan profesi bimbingan dan konseling.
Kendala terbesar yang dihadapi untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai profesi yang handal dan bisa sejajar dengan profesi-profesi lain yang sudah mapan justru terjadi dalam tataran praktis. Manfaat bimbingan dan konseling sepertinya masih belum dirasakan oleh masyarakat, karena penyelenggaraannya dan pengelolaannya tidak jelas. Kesan lama, Guru Pembimbing sebagai “polisi sekolah“ atau “Polisi Susila”pun hingga kini masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya di kalangan siswa dan guru bahkan dikalangan kepala sekolah.
Sebagaimana dimaklumi bahwa dalam pendekatan sentralistik-birokratik, Guru Pembimbing dalam melaksanakan tugasnya sudah ditentukan dan dipolakan sedemikian rupa oleh pusat, melalui berbagai bentuk aturan, ketentuan, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis dan sebagainya. Akibatnya, ruang gerak Guru Pembimbing menjadi terbatasi, sehingga pada akhirnya menjadi kurang terbiasa dengan budaya kreatif dan inovatif. Aturan dan ketentuan yang kaku dan ketat telah menggiring dan memposisikan Guru Pembimbing pada iklim kerja yang tidak lagi didasari oleh sikap profesinal, namun justru lebih banyak sekedar menjalankan kewajiban rutin semata. Maka, muncullah berbagai sikap yang kurang menguntungkan, seperti : kerja yang sifatnya rutinitas, masa bodoh dan tidak peduli terhadap prestasi kerja.
Dengan hadirnya otonomi pendidikan sampai ketingkat satuan pendidikan dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang mengedepankan pendekatan desentralistik-profesional, maka ruang gerak Guru Pembimbing menjadi lebih leluasa. Proses kreatif dan inovatif justru menjadi lebih utama. Guru Pembimbing didorong untuk memiliki keberanian dan membiasakan diri untuk menemukan cara-cara baru yang lebih efektif dan efisien dalam melaksanakan berbagai kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, memasuki alam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Guru Pembimbing dituntut bekerja secara profesional.
Dari sini, timbul pertanyaan hal-hal apa yang perlu disiapkan untuk menuju ke arah profesionalisme itu ? Dalam hal ini, tentu saja Guru Pembimbing seyogyanya dapat berusaha mengembangkan secara terus menerus kapasitas pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya, yang justru merupakan prasyarat untuk menjadi seorang profesional.
Guru Pembimbing seyogyanya tidak merasa cepat berpuas diri dengan kapasitas pengetahuan dan keterampilan yang saat ini dimilikinya, akan tetapi justru harus senantiasa berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya seƱalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi dan komunikasi sehingga tidak menjadi terpuruk secara profesional.
Upaya peningkatan kapasitas pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, bisa saja dilakukan melalui berbagai bacaan atau buku yang berhubungan dengan dunia bimbingan dan konseling, atau bahkan bila perlu dilakukan dengan cara melalui penjelajahan situs-situs dalam internet, yang memang banyak menyediakan berbagai informasi terkini, termasuk yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling. Sedangkan secara langsung, dapat dilakukan dengan cara melibatkan diri dalam berbagai aktivitas forum keilmuan, seperti : seminar, penataran dan pelatihan, atau mengikuti kegiatan MGP , aktif dalam organisasi profesi ABKINdan melalui jenjang pendidikan formal.
Secara realita saat ini latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh Guru Pembimbing masih beragam, baik dilihat dari program studi/jurusan maupun jenjangnya. Bagi Guru Pembimbing yang berlatar belakang pendidikan program studi bimbingan, barangkali tidak ada salahnya untuk berusaha menempuh pendidikan lanjutan pada jenjang yang lebih tinggi. Sementara, bagi kawan-kawan Guru Pembimbing yang kebetulan bukan berlatar belakang pendidikan bimbingan, dalam rangka memantapkan diri sebagai Guru Pembimbing, tidak ada salahnya pula untuk mencoba terjun menekuni dunia akademis dalam bimbingan dan konseling; sehingga pada gilirannya, dalam melaksanakan berbagai tugas bimbingan dan konseling benar-benar telah ditopang oleh fondasi keilmuan yang mantap dan memadai.
Sedangkan untuk meningkatkan keterampilan berbagai teknik bimbingan, salah satu cara yang dipandang cukup efektif adalah dengan berusaha secara terus menerus dan seringkali mempraktekkan berbagai teknik yang ada. Misalkan, untuk menguasai teknik-teknik bimbingan dan teknik-teknik konseling, tentunya Guru Pembimbing harus mempraktekkan sendiri secara langsung yang diikuti dengan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan, kemudian membandingkannya dengan keharusan-keharusan berdasarkan teori yang ada, sehingga akan bisa diketahui kelemahan dan keunggulannya. Memasuki tahap praktek konseling berikutnya tentunya sudah disertai usaha perbaikan, dengan bercermin dari kekurangan- kekurangan pada praktek konseling sebelumnya.
Hal ini secara terus menerus dilakukan dari satu praktek konseling ke praktek konseling berikutnya, dan sebaiknya disertai pula dengan pencatatan terhadap apa yang telah dilakukan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan refleksi sekaligus sebagai bukti fisik dari usaha kajian ilmiah yang disebut penelitian tindakan bimbingan. Walaupun demikian perlu dicatat, bahwa keleluasaan dalam menjalankan tugas ini tidak diartikan segala sesuatunya menjadi serba boleh, hal-hal yang menyangkut prinsip dan etika profesi bimbingan tetap harus dijaga dan dipelihara, sejalan dengan tuntutan profesionalisme sehingga tidak justyru menambah permasalahan baru di kalangan profesi guru pembimbing.
2. PEMBAHASAN
Subjek sasaran bimbingan dan konseling adalah individu sebagai pribadi dengan karakteristiknya yang unik. Artinya tidak ada dua orang individu yang memiliki karekteristik yang sama. Atas dasar karakteristik pribadinya, guru pembimbing memberikan bantuan agar individu dapat berkembang optimal melalui proses pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan aktualisasi diri.. Untuk itu seyogyanya Guru Pembimbing memahami pribadi setiap individu yang dibimbing sehingga dapat melakukan tugasnya membantu siswa ke arah perkembangan yang optimal. Untuk hal ini, maka menurut Moh Surya( 1998: 4.1), Guru Pembimbing dituntut paling tidak memiliki dua kemampuan dan keterampilan yaitu : (1) Kemampuan dan keterampilan memahami individu yang dibimbing dan (2) Kemampuan dan keterampilan berupa teknik membantu individu. Dengan demikian teknik-teknik bimbingan dan konseling, mencakup teknik memahami individu dan teknik-teknik membantu individu.
2.1. Pemahaman Individu.
Pemahaman individu adalah merupakan awal dari kegiatan bimbingan dan konseling. Tanpa adanya pemahaman terhadap individu, sangat sulit bagi Guru Pembimbing untuk memberikan bantuan karena pada dasarnya bimbingan adalah bantuan dalam rangka pengembangan pribadi. Adapun hal-hal yang perlu dipahami dari seorang individu dalam rangka pelaksanaan bimbingan dan konseling, adalah sebagai berikut :
1) Identitas diri, yaitu berbagai aspek yang secara langsung menjadi keunikan pribadi..
2) Kondisi jasmaniah dan kesehatan.
3) Kapasitas ( umum/Intligensi dan khusus/Bakau) dan kecakapan
4) Sikap dan minat
5) Watak dan tempramen.
6) Cita-cita sekolah dan pekerjaan.Aktivitas social
7) Hobi dan pengisian waktu Luang.
8) Kelebihan atau keluarbiasaan dan kelainan-kelainan yang dimiliki.
9) Latar belakang keluarga siswa.
2.1.1. Sumber Data Untuk Pemahaman Individu
Pemahaman individu siswa dapat dilakukan melalui beberapa sumber yaitu :
1) Sumber pertama yaitu siswa itu sendiri yang dapat dilakukan melalui wawancara, observasi ataupun teknik pengukuran.
2) Sumber kedua, yaitu orang tua siswa dan keluarga terdekat siswa, guru-guru yang pernah mengajar dan bergaul lama dengan siswa, temannya, dokter pribadi dsb.
2.1.2. Teknik-Teknik Pemahaman individu.
Adapun teknik-teknik pemahaman individu dapat dikelompokkan menjadi teknik tes dan non tes. Teknik tes bisa membuat sendiri dan bisa pula mohon bantuan dari ahli lain yang kompeten untuk itu.
Teknik tes dalam pelayanan bimbingan dan konseling dapat dikelompokkan menjadi :
1) tes intligensi,
2) tes bakat,
3) tes bakat,
4) tes/Inventory minat,
5)tes bakat dan
6) tes prestasi belajar
sedangkan teknik non tes terdiri dari :
1) observasi
2) Catatan anekdot
3) Daftar Cek( Check List).
4) Skala Penilaian( rating Scale)
5) Wawancara.
6) Angket
7) Biografi atau auto biografi
8) Sosiometri
9) Studi dokumentasi
10) Studi kasus( case study)
2.2. Teknik-Teknik Memberi Bantuan
Teknik memberi bantuan dibedakan menjadi dua yaitu teknik-teknik bimbingan dan teknik-teknik konseling.
2.2.1. Teknik Bimbingan.
Bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu dalam rangka mencegah dan menghindari terjadi masalah dalam kehidupannya dapat menggunakan beberapa pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan individual, yaitu memberikan bimbingan secara individu sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya.
2) Kelompok, yaitu melayani sejumlah peserta didik yang memiliki kebutuhan yang sama.
3) Klasikal, yaitu melayani peserta didik secara klas tanpa adanya pemisahan.
4) Dengan cara “alih tangan”, yaitu meminta bantuan pihak lain yang dipandang lebih competen. Alih tangan dapat berlangsung secara internal dan eksternal. Secara internal apabila alih tangan dilakukan pada lingkup area satu sekolah. Sedangkan eksternal apabila dialihkan pada pihak-pihak lain di luar sekolah, seperti psikoloog, dokter.
Dalam pelaksanaan bimbingan dapat menggunakan beberapa teknik, seperti : wawancara, dialog, diskusi kelompok, bimbingan kelompok, simulasi, bermain peran, demonstrasi, ceramah, karya wisata, mendatangkan nara sumber, studi pustaka dan sebagainya.
2.2.2. Teknik-Teknik Konseling.
2.2.2.1. Konseling Perorangan
1). Pengertian
Konseling Perorangan adalah merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang bermasalah guna mengentaskan masalahnya, demi tercapainya tujuan dan kebahagian hidupnya. Konseling perorangan dilakukan dengan wawancara interpersonal antara Guru Pembimbing dengan siswa yang dibantu.
2) Tahap-Tahapan Dalam Konseling Perorangan
4.1. Tahap Awal :
Pada tahap ini dilakukan pembinaan hubungan baik dengan siswa yang dibantu. Kontak awal antara pembimbing dengan siterbimbing akan sangat mempengaruhi wawancara konseling. Pada tahap awal ini yang perlu dilakukan adalah :
a. Penataan ruangan/fisik/mencari tempat yang kondusif
b. Sambutan dan perhatian terhadap kehadiran klien
c. Penjelasan maksud dan tujuan konseling
d. Penjelasan peranan dan tanggung jawab masing-masing
4.2. Tahap Kegiatan :
Pada tahap ini si pembimbing dengan beragam ketrampilan wawancara konselingnya berupaya untuk mendorong siswa ke arah pemahaman diri dan lingkungannya dalam kaitannya denga masalah yang sedang dihadapinya.
4.3. Tahap Akhir,
Tujuan tahap ini adalah agar siterbantu mampu menciptakan tindakan dan merencanakan, melakukan sesuatu tindakan sesuai dengan kesepakatan dan pemahaman selama proses wawancara konseling berlangsung. Pada tahap ini perlu pula digali kesan siswa/klien selama proses wawancara berlangsung.
3) Teknik-Teknik Konseling Perorangan
Secara umum dalam wawancara konseling dikenal tiga teknik atau pendekatan khusus, yaitu : a) Direktif Konseling, b) Non Direktif Konseling, c) Eklektik Konseling.
a) Direktif Konseling
Teknik ini dicetuskan oleh Edmond G. Williamson. Dengan teknik ini, proses konseling kebanyakan berada ditangan konselor. Dengan kata lain konselor lebih banyak mengambil inisiatif sedangkan klien tingla menerima apa yang dikemukakan oleh konselor
Ciri-Ciri Direktif Konseling :
v Sebagian besar tanggung jawab dan pengambilan keputusan ada di tangan konselor.
v Konselor menyimpulkan berbagai data, informasi, fakta mengenai masalah klien.
v Konselor bersama klien mempelajari berbagai macam data dan informasi dalam rangka pengambilan keputusan.
v Klien menerima keputusan langsung dari konselor
v Klien melaksanakan keputusan dan menyempurbnakan keputusannya.
Williamson juga menyarankan langkah-langkah dalam konseling secara berturut-turut, yaitu : analisis, sintesis, diagnosis, prognosis, treatment, follow-up.
b) Non Direktif Konseling.
Teknik ini sering juga disebut “Client Centered counseling” yang memberikan gambaran bahwa yang menjadi pusat dalam konseling adalah klien. Dengan teknik ini aktivitas konseling sebagian besar ada ditangan klien. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Carl Rogers.
Ciri-Ciri Non Directive Counseling :
v Menekankan pada aktivitas dan tanggung jawab klien.
v Menuntut konselor untuk mengadakan hubungan secara efektif dengan klien.
v Masalah-masalah yang dipecahkan adalah masalah-masalah actual.
v Penekanan konseling pada sikap menerima dan memahami.
v Klien memecahkan masalahnya sendiri melalui perasaannya sendiri.
c. Eclectic Counseling
Teknik ini dipelopori oleh F.P Robinson. Teknik ini pada prinsipnya menggunakan penggabungan antara direktif dan non direktif konseling. Konselor menggunakan kedua pendekatan secara melengkapi sesuai dengan situasi dan kondisi klien serta sifat masalah klien.. Kondisi ini menuntut bahwa seorang konselor harus fleksibel dengan keahlian yang memadai dan pengalaman yang cukup Langkah-langkah konseling ini tidak dapat dirumuskan secara jelas karena dapat saja konselor menggunakan kedua pendekatan seperti di atas secara bergantian atau secara bersama-sama sekaligus sesuai dengan sifat masalah dan kondisi klien.
4) Ragam Keterampilan Konseling :
a. Memperhatikan (Atending), dapat diartikan sebagai ketrampilan konselor untuk menjadikan siswa terlibat dan terbuka dalam wawancara konseling. Ketrampilan ini mencakup : kontak mata, bahasa badan dan bahasa verbal. Ciri-ciri memperhatikan yang baik adalah : mengangguk bila setuju, wajah tenang, ceria, senyum, posisi tubuh condong ke depan kearah siswa yang dibantu, akrab penuh humor dan variasi, gerakan tangan sifatnya spontan dan tidak kaku, mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian, sabar menunggu ucapan siswa yang dibantu hingga selesai, menunggu bereaksi pada saat yang tepat, perhatian terarah pada siswa yang dibantu.
b. Merasakan (Empati), adalah kemampuan pembimbing untuk merasakan apa yang dirasakan siswa yang dibantu, merasa dan berpikir bersama klien dan bukan berpikir dan merasa tentang klien.
c. Memantulkan kembali (Refleksi), adalah memantilkan perasaan, pikiran dan pengalaman siswa sebagai hasil pengamatan pembimbing terhadap perilaku verbal dan non verbalnya.
d. Menggali (Eksplorasi), adalah tekhnik untuk menggali perasaan, pikiran dan pengalaman siswa yang dibantu. Hal ini dilakukan karena pada umumnya klien menyimpan rahasia bathin, menutup diri atau tidak mampu mengungkapkan perasaan, pikiran dan pengalaman kehidupannya secara terbuka.
e. Menangkap Pesan Utama, adalah sipembimbing agar mampu menangkap inti atau pokok permasalahan dari pernyataan-pernytaan siswa yang cukup panjang.
f. Bertanya, dalam hal ini pembimbing dalam proses wawancara konseling sebaiknya bertanya dengan kata-kata yang mampu membuka diri siswa seperti : apakah…? bagaimanakah…, adakah…,dapatkah…, dsbnya. Hindarkan penggunaan kata Tanya yang sifatnya menyelidiki, seperti : mengapa, untuk apa…
g. Dorongan Minimal, adalah suatu ketrampilan pengulangan langsung dengan singkat tentang apa yang dikatakan siswa dan selanjutnya untuk diberikan komentar singkat, seperti : oh…ya….,terus…,lalu…,dan…selanjutnya…
h. Mengulas (Interpretasi) adalah ketrampilan pembimbing untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan mrujuk pada teori dan pengalaman.
i. Mengarahkan (directing), adalah ketrampilan untuk memotivasi klien untuk berbuat atau melakukan sesuatu.
j. Menyimpulkan, adalah ketrampilan pembimbing pada saat yang tepat untuk bersama sama dengan klien menyimpulkan setahap demi setahap tentang pembicaraan yang telah di lakukan dan alternative jalan keluar yang akan dilakukan oleh siswa sehubungan dengan pembahasan yang sedang berlangsung.

5) Langkah-Langkah Konseling :
a. Analisa : Pengumpulan data, fakta dan informasi tentang diri klien
b. Sintesa : Merangkum dan menyusun data untuk memperoleh ganbaran diri siswa
c. Diagnosa : Perumusan kesimpulan sementara tentang hakekat atau sebab yang dihadapi
d. Prognosa : Ramalan tentang hasil yang dicapai dalam proses konseling
e. Treatment : Proses konseling
f. Tindak lanjut/Follow up:mengevaluasi hasil konseling yang telah dilakukan dan mengambil langkah selanjutnya
6) Percatatan Konseling
Proses layanan konseling hendaknya dicatat dengan baik dalam satu buku dan ditempatkan pada tempat yang cukup rahasia. Adapun hal-hal yang perlu dicatat seperti :
a. Nomor konseling
b. Nama klien/kelas
c. Masalah yang dikonsultasikan
d. Hasil proses konseling
e. Catatan-catatan penting untuk diingat/ditindaklanjuti
f. Petugas yang menangani.
2.2.2.2. Konseling Kelompok
1) Pengertian:
Layanan Konseling kelompok adalah layanan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan membahas dan mengentaskan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Masalah yang dibahas adalah masalah masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok.
 2) Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Penyelenggaraan Konseling Kelompok
a. Membina keakraban dalam kelompok
b. Melibatkan diri secara penuh dalam suasana kelompok
c. Bersama-sama mencapai tujuan kelompok
d. Membina dan mematuhi aturan kegiatan kelompok
e. ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok
f. Berkomunikasi secara bebas dan terbuka
g. Membantu anggota lain dalam kelompok
h. memberikan kesempatan kepada anggota lain dalam kelompok
i. Menyadari pentingnya kegiatan kelompok
3) Tahap-Tahap Penyelenggaran Konseling Kelompok
a. Tahap Pembentukan :
a). Mengungkap pengenalan dan tujuan kegiatan
b). Menjelaskan cara pelaksanaan
c). Menjelaskan Azas-azas kegiatan
d). Saling memperkenalkan dan mengungkap diri
e). Teknik Khusus
f). Permainan pengakraban
b. Tahap Peralihan :
a). Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada tahap berikutnya
b). Membahas suasana yang terjadi
c). Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota
c. Tahap Kegiatan :
a). Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah
b). Menetapkan masalah atau topic yang akan dibahas
c). Anggota kelompok membahas masing-masing topic secara mendalam dan tuntas
d). Kegiatan selingan
d. Tahap Pengakhiran :
a). Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri
b). Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil kegiatan
c). Membahas kegiatan lanjutan
d). mengemukakan pesan dan harapan
3. KESIMPULAN
3.1. Manfaat bimbingan dan konseling sepertinya masih belum dirasakan oleh masyarakat, karena penyelenggaraannya dan pengelolaannya tidak jelas.
3.2. Kesan lama, Guru Pembimbing sebagai “polisi sekolah“ atau “Polisi Susila” hingga kini masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya di kalangan siswa dan guru bahkan dikalangan kepala sekolah.
3.3. Guru Pembimbing dituntut paling tidak memiliki dua kemampuan dan keterampilan yaitu : (1) Kemampuan dan keterampilan memahami individu yang dibimbing dan (2) Kemampuan dan keterampilan berupa teknik membantu individu.
3.4. Teknik-teknik pemahaman individu dapat dikelompokkan menjadi teknik tes dan non tes.
3.5. Teknik memberi bantuan dibedakan menjadi dua yaitu teknik-teknik bimbingan dan teknik-teknik konseling.
3.6. Teknik bimbingan secara umum dapat dilakukan dengan pendekatan individual, kelompok, klasikal dan “alih tangan” Dalam pelaksanaan bimbingan dapat menggunakan beberapa teknik, seperti : wawancara, dialog, diskusi kelompok, bimbingan kelompok, simulasi, bermain peran, demonstrasi, ceramah, karya wisata, mendatangkan nara sumber, studi pustaka dan sebagainya.
3.7. Secara umum dalam wawancara konseling dikenal tiga teknik atau pendekatan khusus, yaitu : a) Direktif Konseling, b) Non Direktif Konseling, c) Eklektik Konseling.

Kepustakaan
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Layanan Konseling Perorangan, Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Jakarta, 1998
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Layanan Bimbingan Kelompok dan Layanan Konseling Kelompok, Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Jakarta, 1998
Departemen Pendidikan Nasional.2004. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah.
Sukardi.D. Ketut. 1983. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah, Surabaya. Usaha Nasional.
Surya,H.M. 1998. Buku Materi Pokok Bimbingan dan Konseling. Yakarta. Universitas Terbuka.